Monday, January 2, 2017

Berjuanglah

Pdt.Dr.Erastus Sabdono
(Diambil dari Surat Gembala)

Saudara-Ku, kamu melihat dan mendengar pada hari-hari belakangan ini semakin sering adanya pelaku bom bunuh diri yang mengorbankan diri demi kebenaran yang diyakininya. Mereka sangat serius menunjukkan apa yang mereka percayai sebagai membawa berkah bagi diri mereka dan demi kebesaran atau keagungan sosok allah yang mereka percayai. Mereka meninggalkan keluarga, mempertaruhkan uang dan segala kesenangan hidup, bahkan mengorbankan nyawa. Mereka tidak takut terhadap penderitaan fisik, bahkan kematian. Di antara mereka juga sangat memercayai bahwa kematian mereka sangat indah dan mulia untuk menyongsong pahala di dunia lain yang lebih baik.

Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu sungguh-sungguh yakin bahwa yang kamu percayai benar-benar Allah dan Tuhan yang benar? Apakah kamu percaya perkataan-Ku bahwa ada dunia lain yang lebih baik tersedia bagi kamu yang setia seperti Aku, setia kepada Bapa sampai akhir? Yakinkah kamu bahwa Aku pergi untuk menyediakan tempat bagi kamu, dan kalau Aku sudah menyediakan tempat itu, Aku akan kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya dimana Aku ada kamu juga berada? Percayakah kamu?

Keyakinan tidaklah cukup diucapkan atau dipikirkan saja, keyakinan adalah tindakan. Hambaku Yakobus menasihati kamu oleh ilham Roh Kudus bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong. Abraham dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah. Bahwa iman bekerja sama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna. Bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong.

Saudaraku, Aku sedih menyaksikan orang-orang Kristen yang rajin ke gereja, mengikuti kebaktian dengan khusuk, memuji dan memuliakan nama-Ku dan menyembah Bapa dengan bibirnya, tetapi perbuatan mereka tidak menunjukkan sebagai orang beriman. Mereka berpikir sudah menyenangkan Bapa dan Aku, padahal mereka hanya bersandiwara di dalam gereja. Hanya sangat sedikit orang Kristen yang serius berurusan dengan Aku setiap hari. Sangat sedikit mereka yang selalu mempersoalkan apakah mereka sudah melakukan kehendak Bapa-Ku. Aku memperhatikan mereka, tetapi jumlah mereka sangat sedikit.

Sebagian orang Kristen hidup hanya untuk mencari kesenangan sendiri. Mereka ke gereja memanggil nama-Ku hanya untuk urusan mereka sendiri. Mereka tidak memikirkan urusan-Ku, padahal Aku menebus mereka agar mereka bisa menjadi milik-Ku. Aku mau membentuk mereka menjadi seperti diri-Ku sendiri dan Kuajak berjuang untuk kepentingan Kerajaan Bapa yang diberikan Bapa kepada kita. Tetapi bagaimana Aku mengajak mereka berjuang bersama-Ku untuk kepentingan Kerajaan Bapa kalau perhatian mereka masih tertuju kepada kesenangan mereka sendiri?

Saudara-Ku, mengapa kamu berjuang hanya untuk kepentingan sementara di bumi yang sudah akan segera Kuhancurkan menjadi lautan api? Banyak pengorbananmu yang kau lakukan hanya untuk kesenangan sesaat di bumi ini, tanpa melihat kehidupan ke depan yang Aku janjikan kita miliki bersama. Seperti Aku memikul salib, dan pantas menerima mahkota-Ku dari Bapa, kamupun mestinya mengerti tidak ada mahkota tanpa salib. Mereka yang tidak mengerti Aku sebagai jalan keselamatan bisa berjuang begitu berani demi apa yang mereka yakini sebagai kebenaran dan sosok allah yang mereka percayai yang dapat memberikan kekekalan yang mulia dan indah. Tetapi mengapa kamu hanya bisa meminta pertolongan, mengharapkan kuasa dan mukjizat-Ku hanya untuk kesenanganmu sendiri di bumi ini?

Saudara-Ku, tidak henti-hentinya Aku mengingatkan kamu bahwa dunia ini, bumi di mana kamu hidup hari ini bukanlah rumahmu. Rumah kita di dunia yang akan datang, yaitu Rumah Bapa. Selagi masih Kuberi kesempatan, berjuanglah untuk bertumbuh menjadi dewasa seperti diri-Ku, agar kamu dapat mengikuti jejak-Ku berjuang untuk kepentingan Bapa di surga. Seperti yang Kujanjikan kepada murid-murid-Ku terdahulu, Kujanjikan juga kepadamu: “Kamulah yang tetap tinggal bersama-sama dengan Aku dalam segala pencobaan yang Aku alami.  Dan Aku menentukan hak-hak Kerajaan bagi kamu, sama seperti Bapa-Ku menentukannya bagi-Ku.”

Tuesday, July 21, 2015

Arah Hidup Orang Percaya

Oleh : Pdt.Dr.Erastus Sabdono
Diambil dari surat Gembala Warta Rehobot.


Kiblat adalah kata dalam bahasa Arab yang searti dengan arah. Kata ini biasanya digunakan dalam kaitannya dengan arah fisik pada waktu berdoa. Ratusan tahun sebelum agama-agama monotheisme besar ada (Kristen dan Islam), orang-orang Yahudi kalau berdoa mengarahkan diri ke Yerusalem. Seperti Daniel, setiap kali menaikkan jam-jam doanya, ia berdoa dengan berkiblat ke Yerusalem, di mana terdapat Bait Allah yang dibangun oleh Salomo sebagai lambang kehadiran Elohim Yahwe. Menurut catatan sejarah, orang-orang Islam pada mulanya juga kalau bersembahyang berkiblat ke arah Yerusalem juga yang dikenal sebagai Baitul Maqdis. Tetapi kemudian hari mengarah atau berkiblat ke Ka’abah di Mekah sampai sekarang. Kita meminjam istilah kiblat sebab kata ini berhubungan dengan urusan penyembahan dan beribadah kepada Tuhan. Sedangkan kata arah lebih bersifat umum. Namun perlu ditegaskan bahwa orang Kristen tidak mengenal pola berdoa atau sembahyang seperti orang Yahudi dan Muslim yang memiliki kiblat secara harafiah. Bahkan orang Kristen tidak memiliki teknik-teknik berdoa seperti banyak agama dan kepercayaan.
Sesuai dengan petunjuk Tuhan Yesus bahwa orang percaya beribadah kepada Allah dalam Roh dan kebenaran (Yoh 4:24). Ini berarti sebuah ibadah yang tidak diatur oleh tata cara ibadah tertentu, itulah sebabnya dalam kekristenan tidak ada ajaran mengenai teknik-teknik berdoa (harus melipat tangan, sujud secara fisik, angkat tangan dan lain-lain). Tetapi dalam kekristenan yang penting adalah kehidupan yang diarahkan atau diorientasikan kepada Tuhan dan Kerajaan-Nya setiap hari.
Kalau berbicara mengenai kiblat, kiblat orang percaya bukanlah tempat atau arah secara harafiah tetapi sikap orientasi hati atau tujuan hidup. Berbicara mengenai kiblat dalam kehidupan orang percaya, kiblat orang percaya pertama, Tuhan sebagai Pusat Kehidupan, yang artinya Tuhan menjadi tujuan hidup ini. Segala sesuatu yang kita lakukan, kita lakukan bagi Dia. Kedua, Tuhan sebagai kebahagiaan atau kesenangan, artinya suasana jiwa kita ditentukan oleh damai sejahtera Tuhan bukan fasilitas kekayaan atau materi dunia, kehormatan manusia serta segala hiburannya. Terakhir, mewujudkan rencana Allah. Hidup kita harus sepenuhnya diarahkan pada rencana perwujudan Kerajaan Allah dengan berusaha menjadi corpus delicti dan menolong orang lain menjadi corpus delicti pula. Amin. – Solagracia -


Berbicara mengenai kiblat, kiblat orang percaya bukanlah tempat atau arah secara harafiah tetapi sikap orientasi hati atau tujuan hidup.

Thursday, July 9, 2015

Sikap Terhadap Dunia Yang Sukar


Oleh : Pdt.Dr.Eastus Sabdono
diambil dari surat gembala warta Rehobot


Sebab bangsa akan bangkit melawan bangsa, dan kerajaan melawan kerajaan. Akan ada kelaparan dan gempa bumi di berbagai tempat (Mat. 24:7). Ada pertanyaan yang harus kita jawab yaitu, mengapa kehadiran Tuhan Yesus di dunia ini tidak membenahi dunia supaya lebih baik? Mengapa justru menubuatkan keadaan yang tidak sesuai dengan harapan manusia pada umumnya? Padahal manusia menghendaki agar hidupnya bahagia dan memiliki damai sejahtera.
Harus kita pahami bahwa Tuhan tidak menghendaki seorang pun binasa. Rasul Yohanes juga menegaskan bahwa janganlah kita mengasihi dunia dan isinya, karena jika demikian seseorang tidak akan mengasihi Bapa (1Yoh. 2:15). Percintaan dengan dunia berujung pada kebinasaan. Mencintai Tuhan tidak bisa secara instan, tetapi harus dilatih melalui segala peristiwa hidup. Oleh karena itu, Tuhan tidak tertarik membenahi dunia yang sudah rusak, tetapi Dia lebih tertarik membenahi karakter manusia yang sudah rusak. Mengapa demikian? Karena Ia sudah menyiapkan langit baru dan bumi yang baru, di mana orang percaya dipersiapkan untuk mengelolanya sebagaimana Allah memberi mandat kepada Adam ketika ia belum jatuh dalam dosa.
Memahami hal tersebut, bagaimana sikap kita seharusnya dalam menghadapi dunia yang sukar seperti sekarang ini? Ada dua hal penting yang harus kita pahami. Pertama, setiap orang harus berdamai dengan Tuhan, jika seseorang sudah berdamai dengan Tuhan, sebesar apa pun kesukaran hidup yang dialami maka tidak akan menggoyahkan cintanya kepada Tuhan. Oleh karena itu berdamai dengan Tuhan menjadi sangat penting. Orang percaya harus memiliki prinsip: Tuhan, Engkaulah perhentianku, Engkaulah pelabuhan terakhirku. Untuk memiliki prinsip seperti ini, orang percaya harus berlatih terus-menerus sampai benar-benar pada titik tidak bisa berpaling.
Kedua, Tuhan adalah pribadi yang bertanggung jawab, dengan demikian hal itu yang Dia ajarkan kepada orang percaya. Setiap permasalahan hidup yang terjadi dalam diri seseorang maka harus dihadapi dengan tanggung jawab, bukan hanya dengan doa. Banyak orang salah memahami doa, doa dianggap sebagai cara mudah untuk memperoleh jaminan penyelesaian masalah hidup. Sejatinya doa adalah dialog dengan Tuhan agar seseorang mampu memahami pikiran dan perasaan-Nya. Tuhan tidak berjanji menghindarkan manusia dari kesukaran, tetapi Ia berjanji memberi kekuatan untuk menghadapi segala kesukaran. Oleh karena itu temukan Tuhan dalam kesukaran hidup kita karena Dia-lah pribadi yang akan kita temui di kekekalan kelak. Amin. – Solagracia -


Mencintai Tuhan tidak bisa secara instan, tetapi harus dilatih melalui segala peristiwa hidup.

Saturday, June 27, 2015

Tuhan Kebahagiaan

Oleh : Pdt.Dr.Erastus Sabdono
Diambil dari surat Gembala warta Rehobot


Setiap manusia yang hidup pasti mengharapkan kebahagiaan dalam hidupnya. Manusia menempuh segala cara untuk mendapatkannya, seluruh pikiran, tenaga dan waktunya dihabiskannya demi hal itu. Kebahagiaan adalah sebuah keadaan tenteram lahir batin atau keberuntungan lahir batin (KBBI, 2015). Jika kita mau jujur, kebahagiaan secara materi banyak orang bisa mendapatkan dengan cara apapun, tetapi bicara hal batin, hampir-hampir tidak banyak orang yang bisa mendapatkannya. Mengapa demikian? Seorang ahli fisika dari Perancis yang bernama Blaise Pascal (1662) berkata, “Ada ruang kosong dalam diri manusia yang tidak dapat diisi dengan hal-hal materi, tetapi hanya dapat diisi oleh hal yang ilahi”. Paulus memberikan penjelasan yang sangat jelas bahwa akibat jatuh dalam dosa, semua manusia telah kehilangan kemuliaan Allah atau karakter ilahi (Rm. 3:23). Keadaan inilah yang membuat manusia memiliki ruang kosong itu.
Allah adalah sumber kebahagiaan artinya, Dia tidak akan pernah kehabisan kebahagiaan itu. Seharusnya manusia mencari kebahagiaan hanya kepada-Nya, tetapi karena dosa, manusia mencarinya bukan kepada Allah tetapi kepada dunia. Kebahagiaan diukur dari apa yang dimiliki yaitu kekayaan, kehormatan dan kebanggaan hidup. Manusia terus menggulirkan hidupnya kepada kenyataan ini, tetapi mereka lupa bahwa semuanya itu akan terhenti kapan pun dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Jika keadaan itu terus dilakukan maka seseorang tidak akan pernah memiliki hubungan yang bernilai tinggi dengan Allah. Hubungan dengan Allah akan dimanfaatkan sebagai sarana untuk membangun kebahagiaan di bumi ini.
Yang dimaksud dengan Tuhan kebahagiaanku adalah, keberanian seseorang untuk hidup tanpa apa pun dan tanpa siapa pun, tetapi tidak bisa hidup tanpa Tuhan. Sebesar apa pun kenikmatan hidup, pasti akan berakhir pada hitungan-hitungan waktu, demikian halnya dengan kesulitan hidup, tetapi yang terpenting adalah mampukah kita mempertahankan Tuhan sebagai satu-satunya kebahagiaan hidup kita? Harus kita tahu bahwa suka dan duka pasti terjadi dalam setiap kehidupan anak manusia, itu pun tidak ada yang permanen. Oleh karena itu betapa bersyukurnya kita jika mampu memilih Tuhan sebagai satu-satunya kebahagian hidup. Tuhan adalah sahabat abadi, betapa bijaknya jika selama kita hidup menumpang di bumi ini terus membangun hubungan yang ideal dengan Tuhan, karena Dia-lah Sang pemilik kekekalan. Kekecewaan kita terhadap dunia seharusnya menjadi penyemangat untuk membuktikan bahwa Tuhanlah satu-satunya kebahagiaanku. Amin. – Solagracia.

Yang dimaksud dengan Tuhan kebahagiaanku adalah, keberanian seseorang untuk hidup tanpa apa pun dan tanpa siapa pun, tetapi tidak bisa hidup tanpa Tuhan.

Wednesday, June 24, 2015

Mengandalkan Tuhan

Oleh : Pdt.Dr.Erastus Sabdono
Diambil dari surat Gembala warta Rehobot


Kata mengandalkan berasal dari kata dasar andal yang berarti dapat dipercayai, sedangkan mengandalkan, memiliki arti menaruh kepercayaan kepada yang dipercayai atau yang diandalkan (KBBI, 2015). Apa yang dimaksud dengan mengadalkan Tuhan?
Banyak orang memiliki pemahaman yang salah dalam hal ini. Mengandalkan Tuhan dipahami sebagai keadaan pasrah tanpa berbuat apa pun maka Tuhan akan memberikan pertolongan. Harus kita tahu, Tuhan kita mengajarkan tanggungjawab, bukan hidup sembrono dan tak produktif.
Dari pihak kita harus ada upaya maksimal, dan dalam kesemuanya itu harus kita kunci dengan pengertian, bahwa apa pun hasilnya pasti baik adanya karena Tuhan-pun turut bekerja (Roma 8: 28). Ada beberapa pengertian tentang mengandalkan Tuhan, yang pertama adalah menerima apa pun keadaan yang terjadi, setelah kita berusaha maksimal tentunya. Kebaikan yang kita harapkan tidak boleh kita paksakan sebagai sesuatu yang harus terjadi dan sesuai dengan kehendak kita. Tuhan memiliki integritas dan otoritas mutlak dalam segala hal. Tuhan lebih peduli dengan karakter seseorang dibanding dengan kekayaannya (Mat. 19:21). Harta dan kekayaan hanya mampu menemani kita selama 70 tahun hidup di bumi.
Yang kedua, mengandalkan Tuhan berarti, menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya kebahagiaan hidup walaupun tidak sesuai dengan harapan kita. Setiap permasalahan yang Tuhan izinkan terjadi kepada setiap orang percaya merupakan kurikulum Tuhan dengan maksud untuk mengubah karakter duniawi menjadi karakter illahi sampai pada titik tertentu orang percaya tidak lagi mengharapkan kebahagiaan dari dunia ini.
Kita tidak boleh menggunakan pengalaman bangsa Israel sebagai patokan dalam hal mengandalkan Tuhan. Dalam hal ini, bangsa Israel hanya mengaitkan dirinya dengan kepenuhan kebutuhan jasmani, walaupun pada kenyataannya Tuhan tidak bermaksud demikian (Pkh 5: 18-19). Bagi orang percaya zaman Perjanjian Baru, mengandalkan Tuhan bukan berarti tanpa berusaha keras maka berkat dan perlindungan Tuhan diberikan, tetapi manusia dikembalikan pada porsinya dimana segala sesuatu harus dijalani secara bertanggungjawab dengan benar sesuai pikiran dan perasaan Kristus.
Untuk kebutuhan makan, minum dan pakai, Tuhan sudah sediakan asal kita mau bekerja keras. Satu-satunya pergumulan kita yang terberat adalah mengubah karakter kita, dalam hal inilah kita harus mengandalkan Tuhan, karena Iblis terus berjuang memanfaatkan natur dosa dalam diri kita agar kita gagal menjadi Corpus Delictinya Tuhan. Waspadalah! – Solagracia -

Mengandalkan Tuhan berarti manjadikan Tuhan sebagai satu-satunya kebahagiaan hidup walaupun tidak sesuai harapan kita.

Sunday, March 1, 2015

Ciri Orang Yang Menermukan Tuhan

Oleh : Pdt.Dr. Erastus Sabdono
Diambil dari surat Gembala Warta Rehobot



Orang yang sungguh-sungguh menemukan Tuhan pasti memiliki ciri-ciri yang jelas dalam hidupnya. Ciri yang paling utama adalah memiliki karakter seperti Allah sendiri. Umat Perjanjian Lama mencari Tuhan dengan mempelajari Torat atau ilmu agama sehingga mereka menguasai Torat dan bertindak sesuai dengan Torat tersebut. Mereka menjadi orang-orang saleh yang ditandai dengan melakukan hukum torat serta melakukan segala syariatnya. Tetapi umat Perjanjian Baru yang menjadikan Tuhan sebagai hukumnya, bila menemukan Tuhan pasti akan ditandai dengan mampu bertindak seperti Allah bertindak.
Karena hal inilah maka orang-orang Kristen yang benar akan mengalami frustasi yang kudus ketika ia mendapati dirinya belum melakukan apa yang tepat seperti yang Tuhan kehendaki. Dengan penjelasan lain, belum merasa bahwa ia bertindak seperti Tuhan Yesus; belum bisa berkata “hidupku bukan aku lagi tetapi Kristus yang hidup di dalam aku”. Frustasi yang kudus ini sama dengan “kehausan dan kelaparan akan kebenaran” (Mat 5:6). Biasanya orang frustasi karena masalah ekonomi, jabatan, sakit hati karena dilukai dan berbagai penyebab lain, tetapi orang percaya yang benar akan merasa frustasi karena dirinya belum menjadi pribadi yang memuaskan hati Bapa di Sorga. Orang-orang seperti ini pasti mengalami perubahan yang nyata atau nampak jelas. Sesuai janji Tuhan, Tuhan pasti akan memuaskan mereka, artinya Tuhan akan membuat mereka mampu melakukannya. Betapa bahagianya bisa mencapai hal ini.
menemukan Tuhan maka ia ada dalam kesadaran penuh bahwa tubuhnya adalah bait Roh Kudus, maka dengan sendirinya ia menjauhkan diri dari dosa yang bertalian dengan kenajisan tubuh. Kalau ia berbuat salah berkenaan dengan tubuhnya akan ada dukacita yang sangat dalam, sampai ia takut melakukan dosa yang sama. Dalam hal ini kekudusan seseorang terbangun secara natural dan sejati. Selanjutnya orang yang menemukan Tuhan akan berusaha mengerjakan pekerjaan Tuhan dengan perubahan segenap hidupku. Ia akan membela pekerjaan Tuhan tanpa batas. Baginya pekerjaan Tuhan adalah seluruh hidupnya; segenap nyawanya. Ia tidak akan perhitungan sama sekali untuk Tuhan yang sudah ditemukannya (Flp. 3:7-8).
Akhirnya orang yang menemukan Tuhan pasti memiliki keberanian yang hebat menghadapi apa pun juga, bahkan kematian bukan lagi sesuatu yang menakutkan. Keberanian hidup muncul secara natural atau dengan sendirinya. – Solagracia -

Orang yang menjadikan Tuhan sebagai hukumnya, bila menemukan Tuhan pasti akan bertindak seperti Allah bertindak.

Bahasa Keakraban Yang Natural

Oleh : Pdt.Dr.Erastus Sabdono
Diambil dari surat Gembala warta Rehobot


Memuji dan menyembah Allah haruslah menjadi irama otomatis yang mengalir keluar dari hati, bukan sesuatu yang dipaksakan. Seseorang yang memiliki kehidupan sikap hati memberi nilai tinggi Tuhan atau menghormatinya dengan pantas secara otomatis atau dengan sendirinya memiliki “spirit menyembah” secara terus menerus tiada henti. Ia tidak perlu berusaha untuk menyembah sebab dengan sendirinya irama menyembah itu sudah permanen ada, tinggal mengekspresikan kapan saja dan di mana saja. Untuk mengekspresikannya tidak tergantung suasana, tempat, liturgi, musik dan lain sebagainya. Sikap menyembah bisa diekspresikan tanpa bisa dihambat oleh apapun juga.
Kalau ia seorang pembicara atau pengkhotbah, worship leader dan singer, dengan ringan tanpa beban bisa menyembah Tuhan di depan jemaat dengan tulus. Ia tidak perlu mencari-cari wajah Tuhan atau melakukan pemanasan untuk menemukan hadirat Tuhan. Kenyataan yang kita lihat, tidak banyak orang yang memiliki spirit penyembahan seperti ini. Oleh sebab itu pelayananan puji-pujian dan penyembahan harus dilakukan oleh mereka yang terus menerus belajar menyembah Allah setiap hari sehingga memiliki spirit menyembah dengan benar atau berkualitas tinggi. Dan seorang pembicara harus memiliki spirit menyembah, walaupun tidak bisa menyanyi dengan baik, tetapi spirit penyembahan akan menolongnya mampu mengajak orang untuk menyembah Allah.
Memang untuk melayani mimbar seseorang tidak harus menunggu sempurna baru mengambil bagian dalam pelayanan ini, tetapi asal sungguh-sungguh belajar untuk menyembah Allah dengan benar, maka ia mulai akan dapat memancarkan “spirit” pujian dan penyembahan yang benar. Dalam pergaulan dengan Tuhan seseorang akan menemukan bahasa keakraban yang natural, spontan dan tulus. Sebuah percakapan yang tidak ada unsur protokuler. Sebuah percakapan dari hati ke hati. Percakapan yang menyentuh hadirat Tuhan menciptakan kerendahan hati yang tulus dan natural. Akan ada jalur komunikasi dengan Tuhan yang bisa dirasakan orang lain. Seorang pembicara, worship leader dan singer mutlak memilikinya. Oleh karena tidak belajar menyembah Allah, maka banyak orang Kristen yang sebenarnya belum menyembah Allah dengan benar. Mereka hanya menyanyi dalam gereja bahkan mereka bersikap lahiriah memuji dan menyembah Allah, padahal sebenarnya mereka hanya berpura-pura menyembah Tuhan. Mereka ini adalah manusia munafik yang mencoba menipu Tuhan. – Solagracia -
Dalam pergaulan dengan Tuhan seseorang akan menemukan bahasa keakraban yang natural, spontan dan tulus.

Sunday, December 7, 2014

Menyadari Kesalahan Tersembunyi

Oleh : Pdt.Dr.Erastus Sabdono
Diambil dari surat gembala warta Rehobot


Kalau seseorang bertumbuh dalam kecerdasan roh melalui kebenaran Firman Tuhan, kita akan menyadari setiap kesalahan, bukan hanya yang kelihatan secara moral tetapi hal-hal yang bertalian dengan sikap hati. Kadang kita tidak perlu menjelaskan secara rinci dan lengkap bentuk kesalahan tersebut. Kita hanya berkata: ”Maafkan ketidak patutanku, aku melukai hati-Mu”. Contoh doa yang lain: “Maafkan aku belum menjadi seperti yang Engkau kehendaki”. Tuhan sudah mengerti maksud pengakuan dan penyesalan tersebut. Seakan-akan dan memang demikian bahwa kita sama-sama memahami kesalahan atau keadaan tersebut. Kita juga tidak perlu mendapat pukulan atau hajaran yang tidak produktif bagi pelayanan pekerjaan Tuhan, tetapi rasa bersalah dimana kita kehilangan damai sejahtera sudah sangat menyiksa.
Perasaan bersalah karena melukai hati Tuhan sudah menjadi luka kita sendiri. Itu merupakan hukuman yang sangat menyakitkan. Tentu saja ini hanya terjadi atas mereka yang mengalami proses pendewasaan rohani yang baik. Jika tidak, tentu saja lain ceritanya. Tidak sedikit mereka yang sudah lama menjadi orang Kristen masih melakukan kesalahan yang mestinya hanya dilakukan oleh orang-orang yang belum dewasa rohani atau orang-orang muda. Biasanya orang-orang seperti ini tidak mengalami proses pendewasaan rohani yang baik. Sehingga tidak memahami pikiran dan perasaan Tuhan. Kepada orang-orang seperti ini Tuhan akan berkata: “Aku tidak kenal kamu”.
Sampai pada tingkat tertentu kita akan berhubungan dengan Tuhan sebagai sesama pribadi yang dewasa. Sesama pribadi yang dewasa maksudnya bukan Tuhan yang bertumbuh menjadi pribadi yang dewasa tetapi kita yang mulai memahami pikiran dan perasaan Tuhan (Fil. 2:5-7; Ef. 4:13). Hal seperti ini sebenarnya juga kita alami dalam hubungan dengan orang tua. Setelah kita dewasa kita bisa berinteraksi dengan orang tua sebagai orang dewasa. Dalam relasi tersebut kita sudah memahami kehendak orang tua kita dan kita bisa menyesuaikan diri dengan kehendaknya.
Demikian pula dalam hubungan dengan Tuhan. Melalui proses pembelajaran kebenaran Firman Tuhan dan pergaulan dengan Tuhan setiap hari kita bisa bertumbuh dewasa dan memahami kehendak Tuhan sehingga bisa membangun jalinan interaksi dengan Tuhan di dalam batin atau suara hati atau nurani kita. Kesalahan-kesalahan tersembunyi yang bersifat batin dapat kita deteksi dengan cepat dan cermat, kemudian kita meminta ampun dengan tulus dan berubah. – Solagracia -

Mengikut jejak hidup Tuhan Yesus adalah panggilan dan tanggung jawab yang tidak boleh dihindari.

Wednesday, October 22, 2014

Mengarahkan Pikiran

Oleh :Pdt.Dr. Erastus Sabdono
Diambil dari surat gembala warta Rehobot


Pikiran adalah kemudi kehidupan yang mengarahkan seluruh kehidupan seseorang dan menentukan bagaimana keadaan hidupnya di bumi ini bahkan di kekekalan. Pentingnya peranan pikiran ini, menggerakkan dunia pendidikan berusaha secara intensif mengarahkan anak manusia sejak dini, sebab ketika anak manusia masih belia mereka sangat mudah untuk diarahkan. Salah asuh atau salah didik kepada mereka berakibat fatal kemudian hari. Hal yang sama terjadi juga dalam keselamatan, kalau seseorang tidak diarahkan sejak dini kepada Kerajaan Sorga atau maksud keselamatan diadakan, maka mereka tidak pernah selamat (menjadi manusia seperti yang Allah kehendaki). Itulah sebabnya Tuhan Yesus berkata bahwa kalau seseorang tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil, maka ia tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga (Mat. 18:3). Kata bertobat dalam teks ini adalah strepho (στρέφω) yang artinya berbalik (turn, change, bring back). Sedangkan kata anak dalam teks aslinya disini adalah paidion (παιδίον), anak usia efektif dibentuk atau dididik atau diubah. Pernyataan Tuhan Yesus ini merupakan peringatan yang jelas agar orang percaya tidak menganggap sepele kesempatan yang Tuhan sediakan untuk berubah melalui pembaharuan pikiran agar bisa dikembalikan ke rancangan semula Allah.

Selagi masih bisa diubah atau memiliki keadaan seperti anak-anak, seseorang harus mengarahkan atau mengubah pikirannya sesuai dengan pikiran Tuhan. Sebab kalau sudah terlanjur melewati waktu, pada stadium tertentu seseorang tidak bisa diubah lagi. Seperti seseorang yang mengalami pengerasan hati (serosis), tidak bisa disembuhkan. Orang sakit yang sadar dirinya sakit membutuhkan dokter dan bisa diobati, tetapi kalau tidak menyadari sakitnya ia tidak akan ke dokter atau ke dokter tetapi sakitnya sudah tidak bisa diterapi lagi. Terkait dengan hal ini, banyak orang yang tidak menyadari sakitnya (kakos), sehingga mereka tidak menggarap keadaan yang rusak tersebut. Kalau hal itu berlarut-larut, maka ia sampai pada level menghujat Roh Kudus, artinya ia tidak lagi memiliki kesempatan untuk digarap Roh Kudus karena percuma digarap, tidak mampu lagi untuk berbalik kepada Tuhan. Jika Roh Kudus tidak menggarap maka tidak ada lagi yang dapat mengarapnya. Terkait dengan hal ini, iblis akan berusaha agar manusia terlena dengan berbagai kesenangan dunia, sehingga selalu mendukakan Roh Kudus dan akhirnya menghujat-Nya. Orang-orang yang tertolak dalam Kerajaan Sorga pasti tidak pernah menduga bahwa ia akan berkeadaan seperti itu. Hal ini sama dengan seorang pejabat pemerintah yang sembrono mempermainkan jabatannya sampai akhirnya digelandang polisi ke penjara. -Solagracia-

Selagi masih bisa diubah, seseorang harus mengarahkan atau mengubah pikirannya sesuai dengan pikiran Tuhan.

Monday, October 6, 2014

Waktu Dan Tempat Yang Khusus

Oleh: Pdt.Dr.Erastus Sabdono
Artikel dari warta Rehobot


Orang percaya harus memahami bahwa dalam realitas hidup ini ada sebuah perlombaan yang diwajibkan. Perlombaan tersebut dijalani semua orang percaya tak terkecuali. Perlombaan itu adalah memiliki iman yang sempurna agar orang percaya mengambil bagian dalam kekudusan Allah (Ibr. 12). Perlombaan tersebut terbingkai dalam suatu masa, dan masa setiap orang percaya berbeda-beda warnanya sesuai dengan rencana dan jadwal Tuhan. Terdapat semacam urutan rencana yang disusun Tuhan harus terjadi dalam kehidupan ini. Tuhan tidak akan mengingkari jadwal acara yang telah disusun-Nya. Di antara jadwal acara tersebut adalah bahwa di akhir jaman kasih kebanyakan orang menjadi dingin dikarenakan kejahatan akan bertambah-tambah (Mat 24:12). Banyak orang akan mencintai diri sendiri dan menjadi hamba uang (2 Tim 3:1-5). Ini berarti di akhir jaman akan lebih banyak orang yang gugur imannya. Keguruan tersebut bukan karena jumlah kuota orang yang dipilih Tuhan berkurang tetapi kejahatan dunia menempatkan iman Kristen semakin rawan. Semakin sulit orang bertobat. Mereka yang jahat akan berlaku semakin jahat sedangkan yang suci akan semakin dikuduskan (Dan. 12:10). Dengan demikian semakin sedikit orang yang diselamatkan. Di lain pihak bagi mereka yang selamat mereka akan menjadi orang-orang yang benar-benar unggul di hadapan Allah. Inilah yang dimaksud Tuhan bahwa yang terkemudian akan menjadi yang terdahulu (Mat. 20:16). Kalau orang percaya menyadari hal ini, maka ia akan masuk dalam “ketegangan yang kudus”. Ketegangan hidupnya bukanlah ketegangan karena mencari nafkah, berkarir, berebut kedudukan dan hormat atau hal-hal duniawi lainnya, tetapi bagaimana segera menjadi orang yang mengambil bagian dalam kekudusan Allah (Ibr. 12:10).

Kita tidak bisa mengatur Tuhan. Setiap kita hanya menerima saja bagian yang harus diterimanya. Ternyata Tuhan menempatkan kita di abad 20-21 ini dengan keadaan dunia yang menanjak tajam semakin jahat. Kita tidak bisa meminta Tuhan agar dilahirkan di abad petengahan, atau dilahirkan di Eropa. Tetapi Tuhan menempatkan kita di tempat kita masing-masing dan pada masa tertentu dengan kondisinya yang sangat khusus. Sangat besar kemungkinan kita adalah generasi yang menyaksikan tahun-tahun akhir kehancuran dunia yang sangat tragis. Di tengah dunia yang semakin jahat ini, Tuhan menyingkapkan kebenaran-kebenaran Firman-Nya yang luar biasa untuk mengimbangi kejahatan dunia. Bila seseorang serius dengan Tuhan yaitu belajar Firman dan berusaha melakukannya maka situasi dunia yang jahat ini justru menempatkan orang Kristen menjadi militan. Dalam hal ini berlaku Firman Tuhan bahwa yang diberi banyak dituntut banyak. -Solagracia-

Tuhan menempatkan kita di tempat kita masing-masing dan pada masa tertentu dengan kondisinya yang sangat khusus.

Monday, September 15, 2014

Blessing In Disguise

Oleh : Pdt.Dr. Erastus Sabdono
Artikel dari Warta Rehobot


Karena melalui segala peristiwa Tuhan berbicara kepada kita, yaitu memberi nasihat dan pendidikan-Nya, maka kita harus sungguh-sungguh menghayati bahwa hidup ini adalah sekolah. Kita harus fokus terhadap setiap pelajaran yang Tuhan berikan melalui segala peristiwa yang kita dengar, lihat dan alami. Oleh sebab itu perhatian kita tidak boleh tertuju kepada yang lain. Kalau perhatian seseorang tercuri oleh hal lain, maka pelajaran berharga yang diberikan Tuhan setiap hari kepada masing-masing individu menjadi sia-sia. Banyak pelajaran mahal yang Tuhan berikan dan terlewatkan begitu saja. Dengan demikian anugerah Tuhan yang sangat berharga tidak dihargai. Sejatinya banyak orang Kristen bersikap demikian. Hal ini bisa terjadi ketika seseorang tidak memiliki kerinduan untuk bertumbuh dalam Tuhan. Mereka adalah orang-orang yang tidak haus dan lapar terhadap kebenaran. Jika seseorang memperhatikan dengan serius setiap peristiwa kehidupan yang didengar, dilihat dan dialami, maka nyatalah kemajuan kedewasaan rohaninya. Anak-anak Tuhan harus memiliki “seni” atau kecerdasan dan ketelitian menganalisa setiap peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Dengan teliti seperti kegiatan seorang peneliti terhadap suatu obyek. Dengan keseriusan yang tinggi seseorang akan mendapat pencerahan dari Tuhan untuk menemukan banyak pelajaran rohani yang memberi hikmat, mengubah pola berpikir dan mendewasakan rohani menuju kesempurnaan. Melalui segala peristiwa tersebut sesungguhnya Tuhan memberikan “rhema-Nya” (suara dari hati Tuhan) yang berkenaan secara langsung dengan kebutuhan pada waktunya. Rhema (Firman Tuhan) ini sukar diperoleh tanpa melalui pengalaman hidup konkrit dalam kehidupan. Dalam hal ini sering orang percaya yang sungguh-sungguh haus dan lapar akan kebenaran memperoleh pengalaman “blessing in disguise”, artinya kadang melalui pengalaman yang menyakitkan Tuhan memberikan “rhema-Nya”. Jadi rhema yang diterima orang percaya tidak selalu melalui pengalaman yang menyenangkan, justru lebih banyak melalui pengalaman yang tidak nyaman. Orang percaya yang dewasa dan mengerti kebenaran ini tidak akan bersungut-sungut ketika harus melewati lembah kesulitan. Jika mengerti betapa nilai “rhema” yang diberikan Tuhan mestinya kita berani membayar berapa pun harga yang harus dibayar. Lagi pula hal ini tidak diberikan kepada semua orang, tetapi hanya kepada mereka yang mengasihi Tuhan (Rm. 8:28). Dalam hal ini kita menemukan hubungan antara mengasihi Tuhan, mengalami segala perkara dimana Allah turut bekerja dan rhema yang Tuhan berikan kepada mereka yang mengasihi Tuhan. Dengan demikian jelas sekali bahwa hanya orang yang mengasihi Tuhan yang memperoleh rhema. -Solagracia-
Anak-anak Tuhan harus memiliki “seni” atau kecerdasan dan ketelitian menganalisa setiap peristiwa yang terjadi dalam hidupnya.

Monday, September 1, 2014

Berjuang Menjadi Berharga Secara Ideal

Oleh : Pdt. Dr. Erastus Sabdono
artikel dari Warta Rehobot.

Kalau seseorang tidak benar-benar menjadi indah seperti yang dikehendaki Bapa maka berarti ia tidak menjadi berharga. Harus diingat bahwa seseorang tidak pernah secara otomatis menjadi berharga setelah menjadi Kristen atau menjadi anak Tuhan. Itu barulah langkah awal dari sebuah perjalanan untuk menjadi benar-benar berharga di mata Allah. Setiap orang percaya dipanggil untuk mendadani diri supaya semakin
berharga di mata Allah. Menjadi benar-benar berharga adalah perjuangan dari diri kita sendiri. Jika seseorang tidak berjuang maka tidak pernah menjadi seseorang yang sungguh-sungguh berharga di mata Tuhan. Oleh sebab itu jangan berpikir bahwa anda sudah berharga di mata Allah dan tidak perlu berjuang untuk berkenan kepada-Nya atau menjadi indah secara ideal di hadapan Tuhan.
Kesalahan yang bisa tergolong sebagai penyesatan yang terjadi dewasa ini adalah pernyataan mereka yang berdiri di mimbar yang menegaskan bahwa setiap jemaat sudah berharga di mata Allah tanpa menjelaskan secara lengkap maksud pernyataan itu. Bisa juga karena mereka tidak tahu kebenaran Firman Tuhan hal berharga di mata Tuhan. Mereka tidak memahami bahwa keberhagaan di hadapan Tuhan sesuatu yang bersifat progresif. Karena sudah merasa berharga, maka mereka stagnasi. Tidak ada usaha untuk berubah menjadi indah di mata Tuhan agar benar-benar berharga. Mereka hanya memuji-muji bahwa Allah itu baik dan luar biasa, tetapi tidak berusaha membuat dirinya baik dan luar biasa dalam moral seperti Bapa di Sorga. Dalam berurusan dengan Allah mereka hanya berusaha untuk memperoleh berkat jasmani dan bisa menikmati dunia ini sebanyak-banyaknya. Para “pelayan palsu” yang materialistis memanfaakan suasana ini untuk mencari keuntungan harta. Mereka mengajarkan praise and worship dan membuat seindah-indahnya liturgi kebaktian seakan-akan itulah yang dapat menyenangkan hati Tuhan. Mereka berusaha membalas kebaikan Tuhan yang membuat mereka berharga dengan pujian dan penyembahan. Pada hal mestinya membalas kebaikan Tuhan yang menjadikan dirinya berharga adalah dengan bertumbuh dalam kebenaran agar menjadi serupa dengan Tuhan Yesus agar menjadi indah di mata Allah Bapa. Itulah yang membuat dirinya berharga secara ideal. Keindahan seperti inilah tujuan keselamatan itu. Menolak hal ini berarti menolak keselamatan. Kuasa kegelapan akan berusaha untuk memberi banyak keinginan supaya orang Kristen berjuang untuk memperolehnya. Setelah memperolehnya, akan didorong untuk mencari yang lain. Terus menerus demikian sampai kematian menjemput. Orang-orang ini telah terbujuk oleh keindahan dan kecantikan dunia sehingga tidak memperdulikan apa penilaian Allah atas dirinya. -Solagracia-

Jika seseorang tidak berjuang maka tidak akan pernah menjadi seseorang yang sungguh-sungguh berharga di mata Tuhan secara ideal.

Kemerdekaan Sejati

Oleh : Pdt. Dr. Erastus Sabdono
artikel dari Warta Rehobot.


Seseorang dapat sungguh-sungguh mengalami kemerdeakaan bila tetap berada di dalam Firman (Yoh. 8:31-32). Tetap dalam Firman maksudnya agar hidup kita selaras dengan Firman Tuhan (dituntun dan dipandu oleh Firman Tuhan). Bila demikian maka ia disebut sebagai murid. Tanpa disadari banyak orang Kristen yang hidup dalam kefasian. Pasif dalam mencari pengenalan akan kebenaran. Penganalan akan kebenaran disini dapat membuat seseorang merdeka. Iblis sering menipu dengan kepasifan sehingga hari-hari hidupnya tidak belajar Firman Tuhan dengan tekun. Iblis mengisi oikiran dengan berbagai sampah-sampah dari tontonan di layar kaca sampai layar lebar dan berbagai media lain yang tidak mengajarkan kebenaran. Hal ini akan menyebabkan seseorang tidak menggunakan kebebasan bertindak dan mengambil keputusan dengan cerdas dan cermat. bnyak manusia yang tidak jelas arah perjalanan hidupnya sebab kepafisan ini. Tidak jarang dijumpai orang Kristen yang mohon bimbingan Tuhan, mohon arah untuk memulihkan kehidupannya tetapi tidak pulih-pulih, sebab ia tidak melangkah untuk mencari kebenaran. Padahal Tuhan menghendaki melangkah dulu mengenal kebenaran. Mengenal kebenaran identik dengan mengenal Allah, mengenal pribadi-Nya, mengenal kehendak-Nya, mengerti maksud-maksud-Nya.
Pengenalan yang bertumbuh melalui pergumulan kengkrit inilah yang membuahkan kemerdekaan. Kenyataannya dapat dilihat banyak orang Kristen yang sudah merdeka tetapi sebenarnya masih terikat dengan berbagai ikatan disa. Kemerdekaan yang diakui dan dirasanya sebenarnnya hanyalah mimpi semata-mata atau fantasi. Berkenaan dengan hal ini perlu diketahui ada dua jenis kemerdekaan. Kemerdekaan pasif dan kemerdekaan yang diterima dari Tuhan Yesus yang membuat seseorang tidak dimiliki oleh kuasa kegelapan lagi. Dengan kemerdekaan ini seseorang dapat bertumbuh dalam kesempurnaan. Kemerdekaan aktif adalah kelepasan dari ikatan-ikatan dosa buah dari pergumulan pribadi dengan pimpinan Roh Kudus yang membuat seseorang semakin terikat dengan Tuhan. Kemerdekaan aktif adalah sebuah perjuangan yang terus menerus sampai Tuhan datang kembali, tidak boleh berhenti dan tidak bisa berhenti. Kemerdekaan aktif menuntut kesungguhan. Semakin orang merdeka semakin ia menikmati damai sejahtera Tuhan. Tidak sedikit orang Kristen yang hanya memiliki kemedekaan pasif dan tidak bertumbuh dalam kemerdekaan aktif, sehingga mereka tidak bertumbuh makin merdeka. Mereka adalah orang-orang Kristen yang tidak mengerti arah hidup kekristenannya; orang Kristen yang tidak bertanggung jawab. -solagracia-


Kemerdekaan aktif adalah kelepasan dari ikatan dosa dengan pimpinan Roh Kudus yang membuat seseorang semakin terikat dengan Tuhan

Sunday, August 31, 2014

Anugerah Tidak Menghilangkan Syarat


Oleh : Pdt. Dr. Erastus Sabdono
artikel dari Warta Rehobot.


Mereka yang masuk kerajaan Sorga atau diselamatkan adalah orang-orang yang melakukan kehendak Bapa (Mat. 7:21-23). Tuhan membiarkan orang ada bersama-sama dengan Tuhan, tetapi Ia akan melarang orang masuk Kerajaan-nya bila tidak melakukan kehendak Bapa. Iblis tidak melarang seseorang menjadi anggota gereja rajin, menjadi pengurus atau pekerja gereja bahkan menjadi pendeta, tetapi ia akan berusaha menghambat dan menghancurkan orang-orang yang berusaha hidup sesuai dengan kehenak Allah. Paling menakutkan bagi iblis adalah orang percaya yang berusaha melakukan kehendak Allah seperti Tuhan Yesus. Inilah keselamatan itu yaitu melakukan kehendak Allah. Dalam hal ini keselamatan bukan tanpa syarat. Anugerah tidak meniadakan syarat untuk masuk Kerajaan Allah. Anugerah bukan berarti semua dikerjakan oleh Tuhan dan manusia hanya diam seperti boneka yang tidak perlu meresponi karya keselamatan-Nya. Inilah kesalahan banyak orang Kristen yang kalau berbicara mengenai anugerah asumsinya adalah semua serba cuma-cuma. Jika bukan cuma-cuma berarti bukan anugerah. Dalam hal ini kita harus kembali merumuskan pengertian anugerah secara benar. Menempatkan anugerah pada tempat yang benar. Kesalahan memahami anugerah berarti kegagalan menerima keselamatan yang sejati. Anugerah justru menempatkan orang percaya pada pertaruhan yang mahal, sebab ia harus belajar melakukan kehendak Allah seperti Tuhan Yesus. Inilah yang dimaksud dengan percaya itu.
Alkitab jelas mengatakan “yang percaya kepada-Nya” beroleh hidup yang kekal (Yoh. 3:16). Dalam Matius 7:21-23 mereka yang memanggil nama Yesus sebagai Tuhan harus melakukan kehendak Bapa, jika tidak maka ia belum dihisapkan sebagai orang percaya. Percaya berarti menyerahkan diri kepada obyek yang dipercaya. Kalau seseorang percaya kepada Tuhan Yesus berarti harus mau menerima ajakan Tuhan Yesus menjadi anak-anak Allah supaya Tuhan Yesus menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Menjadi anak Allah berarti melakukan kehendak Bapa. Tuhan Yesus tidak menerima orang yang mengaku percaya tetapi tidak berkelakuan seperti diri-Nya. Tuhan Yesus mengatakan bahwa saudara-saudara-Nya adalah orang yang mendengar Firman Tuhan dan melakukan Firman itu atau menjadi pelaku Firman atau pelaku kehendak Allah (Luk. 8:21). Dengan demikian jelas sekali syaratnya untuk menjadi anggota keluarga Allah yaitu melakukan kehendak Allah. Tanpa syarat ini dipenuhi seseorang tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Allah. Syarat ini bukanlah bernilai sebagai “respon” terhadap anugerah Allah yang tidak terkatakan. -solagracia-

Kesalahan memahami anugerah berarti kegagalan menerima keselamatan yang sejati.

Sunday, July 20, 2014

Kehendak Allah Yang Terutama

Oleh : Pdt. Dr. Erastus Sabdono
artikel dari Warta Rehobot.



Ketika Petrus dihardik oleh Tuhan Yesus karena ia tidak memikirkan apa yang dipikirkan oleh Allah, Petrus diidentifikasi sebagai iblis (Mat. 16:23). Cara berpikir manusia adalah cara berpikir iblis, artinya cara berpikir hasil asuhan dunia yang ada dalam kekuasaan iblis. Banyak orang menganggap cara hidup demikian itu sebagai suatu kewajaran. Betapa sulitnya menyadarkan orang bahwa mereka sebenarnya sudah tersesat. Kehidupan wajar bagi manusia pada umumnya adalah cara berpikir yang tidak sesuai dengan Tuhan. Tuhan Yesus juga mengatakan bahwa itu batu sandungan bagi Tuhan Yesus. Batu sandungan dalam teks aslinya adalah skandalon (σκάνδαλον) yang juga memiliki pengertian sesuatu yang menjatuhkan atau menghambat. Sebagai Penebus, Tuhan Yesus hendak mengambil alih segenap hidup orang percaya untuk diubah sesuai dengan kehendak-Nya. Sehingga hidup orang percaya menjadi kehidupan yang memperagakan pribadi-Nya. Tetapi cara berpikir yang salah yang menjadi penghambat perubahan itu. Tuhan hendak mengkloning setiap orang percaya menjadi “foto copy” atau duplikat-Nya. Kata foto kopi atau duplikat terdapat dalam kejadian 1:26-27 sama artinya dengan menurut rupa (tselem; םֶלֶצ) dan gambar Allah (demuth; תוּמְדּ). Karya Allah yang dirusak iblis di Eden akan diperbaiki atau dipulihkan kembali sekarang di dalam kehidupan orang percaya. Bagi mereka yang bersedia diperbaiki ulang atau dipulihkan harus bersedia diubah setting berpikirnya. Perubahan cara berpikir ini harus menjadi proyek yang sepanjang umur hidup sampai menghadap Bapa. Untuk masuk proyek ini seseorang harus menyediakan diri dengan segenap hidup dan harus bersedia meninggalkan segala sesuatu, di dalamnya yang terutama adalah cara berpikir yang salah (Luk. 14:33). Inilah yang dimaksud mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar (Flp. 2:12). Kalau seseorang bersedia menerima pembentukan oleh Tuhan, ia dapat menjadi manusia Allah (man of God). Mereka adalah orang-orang yang mengenakan kodrat Ilahi (2 Ptr. 1:3-4). Tentu saja semua tindakan dan perbuatannya tidak bercacat di hadapan Allah. Mereka adalah orang-orang yang dapat dijadikan saudara oleh Tuhan Yesus Kristus (Rm. 8:28-29). Mereka juga orang-orang yang bisa diajak sependeritaan dengan Tuhan (Rm. 8:17), segenap hidupnya dipersembahkan bagi kepentingan Tuhan. Sehingga mereka akan dimuliakan bersama-sama dengan Tuhan Yesus. Kehidupan orang percaya harus menjadi cermin yang dapat merefleksikan atau menunjukkan pribadi Tuhan Yesus sendiri, dengan demikian seseorang barulah menjadi saksi Kristus. Saksi Kristus bukan melalui perkataan atau perdebatan adu argumentasi, tetapi kehidupan yang agung yang memancarkan pribadi Allah sendiri. -Solagracia-

Efektif Bagi Tuhan

Oleh : Pdt. Dr. Erastus Sabdono
artikel dari Warta Rehobot.


Perjuangan untuk mencapai perkenan Tuhan seharusnya menghiasi hidup orang percaya yang tidak dikurangi intensitasnya oleh perjuangan untuk hal lain. Mestinya inilah satu-satunya perjuangan yang harus dimiliki orang percaya. Karena perjuangan ini maka hidup digerakkan melakukan segala sesuatu. Ini bukan berarti perjuangan dalam memiliki kesehatan yang baik, studi, berkarir dan mencari nafkah menjadi kurang bergairah. Harus dimengerti bahwa perjuangan studi, karir dan mencari nafkah adalah sarana atau kendaraan untuk mengolah batin menjadi orang yang berkenan. Semua itu harus diperjuangkan sebagai bagian dari tanggungjawab dan panggilan orang percaya memperjuangkan kepentingan-Nya. Seseorang tidak akan efektif bagi Tuhan kalau tidak memiliki keahlian dalam bidang tertentu dan tidak berpotensi mendukung pekerjaan Tuhan. Jadi, segala kegiatan hidup harus dimotori oleh tujuan bagaimana menjadi pribadi yang berkenan kepada Bapa. Melalui segala perjuangan hidup maka mental seorang anak Tuhan juga bertumbuh sehingga kehidupan rohaninya juga bertumbuh. Tidak mungking orang yang tidak dewasa mental bisa dewasa rohani. Dalam hal ini yang penting adalah motivasi hidup yang dimiliki seseorang. Apakah bertendensi ke Tuhan dan Kerajaan-Nya atau ke arah yang lain. Untuk bertendensi ke Tuhan dan kerajaan-Nya seseorang harus mengalami pembaharuan pikiran terus menerus. Untuk hal ini harus disediakan waktu belajar kebenaran Firman Tuhan. Pergumulan hidup dengan segala persoalannya adalah perpustakaan kehidupan dimana seseorang dapat menemukan pembentukan kedewasaannya. Tetapi cara membacanya melalui kebenaran Firman yang dipelajari di dalam Alkitab melalui pelayanan gereja. Dalam hal ini gereja harus memberi makan domba-doma Tuhan berupa Firman yang keluar dari mulut Allah artinya kebenaran yang murni dari hati Bapa. Hanya dengan cara ini jemaat memiliki iman, sebab iman datang dari pendengaran (Rm. 10:17), juga mengalami kelahiran baru sebab seseorang dilahirkan oleh Firman (1Ptr. 1:23). Firman Tuhan juga menguduskan artinya membuat seseorang memiliki karakter Ilahi (Yoh. 17:17). Dengan menujukan hidup pada Tuhan dan Kerajaan-Nya, maka masalah-masalah besar menjadi terasa kecil. Sebab tujuan memiliki kesehatan yang baik, studi, karir dan bisnis bukanlah meraih sukses dari hal tersebut tetapi pengolahan batin demi kedewasaan melalui pegumulannya. Tentu saja kalau serius mengerjakannya biasanya berhasil baik. Dalam hal ini seseorang dapat menjalani hidup seperti atlit yang berlaga tanpa beban. Tentu saja berusaha untuk menang, tetapi lebih dari kemenangan secara score, yang penting memaksimalkan sermua potensi dan keahlian. Tentu saja bisanya akan menjadi pemenang. -Solagracia-

Tuesday, May 13, 2014

Semangat Hidup dari Tuhan Yesus

Oleh : Pdt. Dr. Erastus Sabdono
artikel dari Warta rehobot.


Kenyataan yang ada sekarang ini banyak orang Kristen yang tidak siap memasuki kehidupan yang luar biasa sebagai anak-anak Allah yang memiliki Injil Kerajaan Allah. Karena mereka tidak bersedia menjadi anak-anak Allah, maka Injil tidak menjadi kabar baik yang mengubah hidup mereka. Ketidak sediaan mereka nampak dari keengganan dan kemalasan mereka belajar Injil dan tidak bersedia meninggalkan percintaan dengan dunia ini. Berkenaan dengan hal ini, dalam Injil ditunjukkan orang-orang yang tidak bersedia mengikut Tuhan Yesus sehingga kehilangan kesempatan yang sangat berharga. Diantaranya tertulis dalam Lukas 9:57-62. Mereka mau mengikut Tuhan Yesus tetapi tidak mau membayar harga pengikutannya. Banyak orang Kristen tidak tahu atau tidak mau tahu bahwa mengikut Tuhan Yesus ada harganya yang sangat mahal. Mereka mau serba gratis. Memang kalau hanya beragama Kristen harganya murah dan nyaris gratis, tetapi tidak memiliki keselamatan. Sedangkan mengikut Tuhan Yesus artinya mengikuti cara hidup-Nya dan melakukan apa yang diajarkan Tuhan Yesus. Harganya sangat mahal, tetapi inilah keselamatan yang sesungguhnya. Jika tidak melakukan hal ini (mengikuti cara hidupnya dan melakukan apa yang diajarkan Tuhan Yesus), berarti menolak keselamatan. Hal ini sebenarnya sama dengan menukar hak kesulungan dengan semangkuk makanan (Ibr. 12:16-17). Banyak orang Kristen tidak menyadari hal ini, mereka berpikir bahwa hak keselamatan sudah mereka miliki dengan sendirinya dan tidak pernah bisa hilang. Mengikut Tuhan Yesus harus bersedia hidup seperti Tuhan Yesus, yaitu tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala, artinya bersedia tidak mencari kenyamanan hidup. Inilah hal tersulit yang dihadapi orang Kristen, sebab dengan mengenakan kebenaran ini maka ia mulai merasa hidup tidak wajar. Tetapi sesungguhnya inilah cara menghargai hidup. Pada umumnya manusia hidup hanya untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya dan mengingini apa yang orang lain miliki sesuai dengan semangat jaman. Kalau hal ini dilakukan orang yang hidup sebelum jaman anugerah atau orang di luar orang percaya, bisa dimaklumi, tetapi kalau orang percaya mengabaikannya, betapa celakanya. Semangat hidup orang percaya adalah semangat dari tempat Maha Tinggi, yaitu mengenakan gairah hidup Tuhan Yesus “tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala-Nya”. Kehidupan Tuhan Yesus adalah kehidupan yang hanya diperuntukkan bagi Allah Bapa, yaitu melakukan segala kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya (Yoh. 4:34). Orang percaya akan meletakkan kepala di langit baru dan bumi yang baru dalam Kerajaan-Nya nanti, sedangkan di bumi ini bekerja keras untuk roti yang tidak binasa (Yoh. 6:27). -Solagracia-

Kekuatan dalam Kelemahan

Oleh : Pdt.Dr.Erastus Sabdono. Diambil dari warta surat Gembala. Ketika murid-murid dan orang-orang yang selama ini mengikut Tuhan Yesus dan berharap dapat mengubah nasib mereka melihat bahwa Tuhan
Yesus tunduk kepada kekuatan Roma, maka semangat mereka menjadi patah. Terus terang saja, selama ini mereka mengikut Tuhan Yesus dengan mempertaruhkan segenap hidup mereka, meninggalkan segala sesuatu karena mereka hendak mengubah nasib atau keadaan hidup mereka. Dengan ditangkapnya Tuhan Yesus, disiksa dan dihukum mati, maka mereka menjadi tawar hati dan meninggalkan Tuhan Yesus. Murid-murid yang terutama, yang selama itu ada di samping Tuhan Yesus begitu kecewanya sampai mereka bermaksud kembali ke profesi semula, diantaranya sebagai penjala ikan. Bisa dibayangkan bagaimana dengan profesi Matius sebagai pemungut cukai, tidak mudah ia dapat menduduki kembali jabatan yang pernah didudukinya. Langit hidup mereka menjadi runtuh. Kebersamaan dengan Tuhan Yesus selama tiga setengah sekejap. Mereka memandangnya seperti sebuah mimpi sangat buruk. Sulit bagi mereka menerima kenyataan itu. Apa yang mereka saksikan dan mereka alami sangat jauh dari apa yang selama ini diharapkan dan dimimpikan. Mereka benar-benar tergoncang. Hal itu terjadi sebab mereka tidak tahu rencana Allah dan kebenaran-Nya. Mereka memaksakan rencana mereka sendiri dan membangun kebenaran mereka sendiri pula. Pada dasarnya mereka tidak mengikut Tuhan Yesus, tetapi mereka bermaksud agar Tuhan Yesus mengikut mereka. Kejayaan yang mereka maksudkan dan harapkan adalah kejayaan dan kemuliaan yang berbeda dengan konsep Tuhan. Hal ini memberi pelajaran yang mahal bagi kita orang percaya sekarang ini. Inti kekristenan adalah mengenakan cara berpikir Tuhan. Ketidak berdayaan-Nya menghadapi kekuatan agama Yahudi dan Roma bukanlah sebuah kekalahan, justru itulah kekuatan. Tuhan Yesus bukan tidak sanggup membela diri dengan menurunkan malaikat dari Sorga, tetapi Ia harus sampai salib dan mati. Dengan cara itulah Ia memuliakan Allah Bapa. Itulah kekuatan. Sesuatu disebut sebagai kekuatan kalau melakukan apa yang Allah Bapa kehendaki. Walau di mata manusia adalah kelemahan dan ketidakberdayaan. Dalam kehidupan orang percaya yang benar, kita diajar untuk memberi diri mengikuti jejak Tuhan Yesus dengan mentaati kehendak-Nya. Walau untuk itu kita dianggap lemah, tidak berdaya dan bodoh. Dengan mengikuti kehendak Bapa kita bisa dianggap tidak beruntung dibanding mereka yang berani berlaku curang. Demi kebenaran kita harus berani tidak memiliki kelimpahan materi seperti mereka yang ada di jalan orang fasik. Bahkan kita harus berani tidak memiliki apa-apa demi kehidupan yang akan datang. -Solagracia-

Friday, March 28, 2014

Berbuah Dalam Ketekunan

Oleh: Pdt.Dr.Erastus Sabdono.
Disadur dari Surat Gembala warta Rehobot Persoalan yang paling penting dalam kehidupan orang percaya adalah apakah ketika menghadap Tuhan nanti ada buah-buah kehidupan yang dapat dipersembahkan kepada-Nya? Buah itu adalah melakukan dengan baik dan tekun segala sesuatu yang Tuhan inginkan. Hal ini adalah sesuatu yang mutlak harus dipenuhi, sebab memang manusia diciptakan untuk melakukan kehendak-Nya. Jadi, buah di sini adalah perbuatan, perilaku dan sikap hati yang memberi kepuasan di hati Tuhan, sampai seseorang memiliki “hati melakukan kehendak-Nya”; memiliki nature melakukan kehendak Tuhan tanpa dipaksa atau ditekan oleh hukum. Inilah ciri dari anak Allah yang telah diperagakan oleh Tuhan Yesus. Selanjutnya, Tuhan memberikan kemampuan untuk bisa berbuah, sehingga tidak ada seorang pun yang bisa beralasan mengapa tidak berbuah dalam kehidupannya. Dalam perumpamaan mengenai Penabur benih, dikisahkan bahwa tidak semua orang yang mendengar Firman Tuhan bisa bertumbuh dan berbuah (Luk. 8:5-15). Kelompok pertama adalah gambaran dari orang-orang yang walaupun mendengar Injil tetapi tidak pernah menjadi orang percaya (Luk. 8:12). Ini disebabkan karena kuasa antikris telah mengunci mereka, sehingga mereka tidak pernah bisa menerima pribadi Tuhan Yesus Kristus. Kelompok kedua adalah gambaran mereka yang mendengar Injil, menjadi orang Kristen tetapi tidak berani membayar harga percayanya. Pada zaman itu kalau orang berani percaya kepada Tuhan Yesus akan mengalami aniaya (Luk. 8:13). Banyak orang lebih menyelamatkan nyawanya dari pada kehilangan nyawanya. Kelompok ke tiga adalah orang-orang yang tidak mengalami aniaya, tidak menolak Tuhan Yesus, tetapi masih mencintai dunia. Mereka memang berbuah tetapi buahnya tidak matang (Luk. 8:14). Kata matang dalam teks aslinya adalah telesphoreo (τελεσφορέω) yang artinya dewasa. Jadi buah yang dihasilkan tidak dewasa. Tuhan menghendaki kedewasaan. Kehendak Tuhan harus dituruti secara mutlak. Kelompok ke empat adalah orang-orang yang mendengar Firman Tuhan dan menyimpannya dalam hati yang baik; mengeluarkan buah dalam ketekunan (Luk. 8:15). Mengeluarkan buah dalam ketekunan menunjukkan bahwa untuk berbuah, seseorang harus berjuang keras. Kehidupan orang percaya adalah kehidupan yang dituntut untuk berbuah (Yoh. 15:1-7). Jika tidak berbuah akan dipotongnya, tetapi yang berbuah akan dibuat semakin lebat buahnya. Dalam Lukas 13:6-7 mengenai perumpamaan seorang peladang yang memiliki kebun anggur, di dalamnya terdapat pohon ara. Ketika dilihatnya pohon ara tidak berbuah, ia mengatakan bahwa percuma pohon itu tumbuh di kebunnya. Ia menghendaki agar pohon itu dikeratnya saja. Dalam perumpamaan ini Tuhan menghendaki agar setiap orang percaya berbuah yang memuaskan hati-Nya. -Solagracia-

Wednesday, July 10, 2013

Suara Kebenaran 35: Iman yang Memindahkan Gunung

http://www.youtube.com/embed/PZ_DtwSjclY

Suara Kebenaran 34: Puas Diri

http://www.youtube.com/embed/J6LActJXUjE

Suara Kebenaran 33: Perhitungan Upah

http://www.youtube.com/embed/mz0t5dtqsuY

Suara Kebenaran 32: Yang Terdahulu Menjadi yang Terakhir

http://www.youtube.com/embed/C4D12OUu564

Suara Kebenaran 31: Berasal dari Bapa

http://www.youtube.com/embed/CIl9w-3GFzI

Suara Kebenaran 30: Dibawa kepada Kualitas yang Tinggi

http://www.youtube.com/embed/7dJqHxbPFBY

Suara Kebenaran 29: Berharga di Mata Tuhan

http://www.youtube.com/embed/_qRK3gWNtic

Suara Kebenaran 28: Gambar dan Rupa Allah

http://www.youtube.com/embed/JHaixPfwODc

Friday, June 7, 2013

Mukjizat Terbesar

By: Wignyo Tanto

Sebenarnya mukjizat terbesar adalah ketika manusia yang tadinya tidak mengenal Kebenaran lalu mulai mengenal, belajar, lalu mengerti, sehingga terjadi perubahan pola pikir.

Perubahan pola pikir ini akan memicu perubahan-perub­ahan yang lain, perubahan gaya hidup, perubahan tingkah laku, perubahan perasaan, dan perubahan sikap terhadap hidup ini sebagai manusia ciptaan Tuhan.

Inilah yang dimaksudkan oleh Paulus dengan Metamorfousthe (μεταμορφουσθε)­ di Roma 12:2, yaitu pembaruan cara berpikir.

Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.
Roma 12:2

Wednesday, April 3, 2013

Menjadi Orang yang Diharapkan Tuhan

Oleh : Pdt.Dr. Erastus Sabdono

Diambil dari warta Rehobot.


Ciri dan ukuran seseorang mengasihi Tuhan dengan benar adalah dari dalam dirinya ada gejolak sungguh-sungguh merindukan kesempurnaan seperti yang dikehendaki oleh Allah. Ini merupakan kebutuhan yang penting dan mendesak dari segala kebutuhan. Ini berarti seseorang yang menyatakan mengasihi Tuhan harus mengejar kekudusan seperti kekudusanNya atau kesempurnaan Bapa (Mat. 5:48). Hal ini harus merupakan perjuangan yang tiada henti sampai menutup mata. Sebuah perjuangan yang tidak ringan, sebab melibatkan seluruh kehidupannya. Inilah sebenarnya kunci kehidupan yang terpenting dalam kekristenan yang harus dimiliki setiap orang yang sudah diselamatkan.
Orang-orang yang mengasihi Tuhan memiliki hati yang takut akan Tuhan. Tentu takut karena mengasihi dan menghormati Tuhan. Oleh sebab itu yang harus paling dipersoalkan dalam hidup orang percaya setiap hari adalah "apakah kita benar-benar mau tunduk kepada Tuhan". Ketertundukan disini diukur dari seberapa kita bersedia melakukan apa yang dikehendaki oleh Allah Bapa. Seseorang tidak bisa dikatakan menghormati bila tidak melakukan keinginan pribadi yang kepadanya dirinya tunduk. Dalam ketertundukan tersebut, seseorang rela melepaskan segala sesuatu demi kepentinganNya. Ia akan bersungguh-sungguh serius bergumul untuk menemukan tempat dimana ia dapat mengabdi melayani Tuhan. Ia juga akan dapat memahami apa yang dianggapnya sebagai kepentinganNya, sebab banyak kegiatan gereja yang dianggap sebagai kepentingan Tuhan, padahal kepentingan pribadi manusia.
Perlu diingatkan bahwa setiap orang diciptakan Tuhan dengan keadaan yang sangat khusus. Allah merancang dengan teliti dan memberikan kecerdasanNya yang sempurna agar kita melakukan kehendakNya. Jadi setiap orang di dalam hidupnya pasti mengandung, memuat atau memikul rencana Allah yang besar. Kalau Tuhan tidak memakai seseorang sebagai alatNya, sebab ia tidak pantas untuk itu, berarti ia menjadikan dirinya sampah abadi. Seseorang yang tidak melayani Tuhan berarti tidak tunduk kepadaNya. Melayani Tuhan bukan berarti aktif di gereja, tetapi menjadi berkat bagi orang di sekitarnya. Menjadi berkat artinya melalui hidup seorang anak Tuhan, orang lain bertumbuh dalam Tuhan dan diselamatkan. Untuk ini harus ada sesuatu yang dilakukan di bawah komandoNya. Untuk menangkap komando Tuhan, seseorang harus mengerti kebenaran Firman Tuhan agar memiliki kepekaan terhadap kehendak Allah.
Memperjuangkan rencana Allah harus dilakukan tiada henti, sampai waktu yang akan menghentikannya.

Tuesday, February 26, 2013

Cepat Bertobat dan Memperbaiki Diri

Oleh : Pdt.Dr. Erastus Sabdono

Waktu sedemikian cepatnya berlalu dan kita akan memasuki tahun yang baru lagi. Kalau kita ambil waktu sejenak dan berpikir, sesungguhnya apa yang baru? Pengkotbah berkata, "Tak ada yang baru di bawah matahari" (Pkh. 1:9). Matahari tetap terbit di timur dan terbenam di sebelah barat, bumi tetap berputar pada porosnya mengelilingi matahari dan bulan tetap mengelilingi bumi. Rutinitas semesta. Meskipun demikian, kita tetap bergerak dalam perjalanan di dimensi waktu. Waktu yang selalu baru bagi kita, dan kita dapat bergerak mundur. Dengan berubahnya angka tahun dalam kalender kita, yang baru adalah kebaruan itu sendiri. Kasih setia Tuhan selalu baru tiap pagi (Rat. 3:23), demikian pula harapan dan masalah. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Ia akan memakai segala kejadian untuk penyempurnaan iman kita.
Semua pengalaman hidup kita, yang menyenangkan maunpun menyakitkan, merupakan sarana pembentukan pribadi kita sekaligus pengumpulan berkat abadi berupa kekayaan dalam Kerajaan Surga. Inilah pengharapan yang bernilai kekal yang membuat hidup kita semakin bergairah dan selalu teringat akan prestasi kehidupan yang tertinggi dan termulia yang dapat diraih setiap individu yaitu kesucian hidup. Mari kita terus memperhatikan hal ini. Dunia hari ini telah membuat manusia dipenuhi oleh berbagai pengharapan terutama pada kekayaan duniawi dan segala kesenangannya sehingga gairah untuk hidup dalam kesucian telah tersingkir oleh berbagai harapan dan cita-cita fana. Dengan memiliki watak ilahi, selera hidup kita menjadi selaras dengan Tuhan. Dengan demikian kesucian hidup kita akan tampak bukan pada cara hidup kita yang kasat mata secara lahiriah, seperti patuh atau tunduk kepada hukum atau peraturan, melainkan pada kelemahlembutan dan kasih tulus yang kita pancarkan. Bagaimana kesucian hidup seseorang akan terpancar dari seluruh sikap hidupnya, seluruh gerak tubuh dan perkataannya. Seseorang tidak mudah menyembunyikan watak aslinya. Tanpa harus memperhatikan sikap hidupnya setiap hari dalam waktu yang panjang, dari beberapa gejala yang ditampilkan dalam pergaulan dan pernyataan-pernyataan mulutnya pun sudah tampak kualitas kesuciannya. Untuk mengalami pertumbuhan kesucian yang baik, kita harus memiliki kerinduan yang kuat untuk memahami semua yang dikehendaki Bapa atas hidup kita, lalu berusaha memenuhi apa yang dikehendaki Bapa untuk dilakukan. Tidak ada yang sulit kalau sudah dilakukan dan dibiasakan. Ini akan menggerakkan kita memperhatikan langkah kita setiap detik, menit dan jam, apakah segala sesuatu yang kita lakukan sesuai dengan kehendakNya? Mari bertobat jika berbuat salah dan memperbaikinya. Jadikan melakukan kehendak Tuhan sebagai kebiasaan, sampai kita tidak usah memaksa diri. Kiranya ini menjadi renungan untuk kita semakin lebih baik di tahun yang sesaat lagi berganti.

Wednesday, January 30, 2013

Menjadi Seorang yang Mempersiapkan Diri

Oleh : Pdt. Dr. Erastus Sabdono 

Tidak terasa kita sudah di awal tahun 2013. Kita mengakui bahwa kehidupan ini bisa berlangsung karena kehadiran Tuhan di dalamnya. Senantiasa kita diingatkan akan kehidupan yang akan datang. Kalau demi hal-hal yang tidak pasti tersebut kita bisa mempersiapkan diri sebaik-baiknya, mengapa untuk hal yang pasti kita akan alami, tidak kita persiapkan diri lebih serius? Ingatlah bahwa kuasa kegelapan berusaha membuat manusia melupakan realitas kematian ini. Berbagai filosofi hidup yang salah disuntikkan ke dalam pikiran melalui berbagai media, agar manusia tidak mempedulikan realitas tersebut. Demikianlah kenyataannya, bahwa banyak orang kini menggulirkan hari hidupnya tanpa kesadaran sama sekali bahwa hari hidupnya tersebut bisa berhenti setiap saat. Mereka bersikap seakan-akan perjalanan hidup ini akan berlangsung tiada akhir. Mereka berpikir kematian bukan bagian hidup mereka. Betapa malangnya. Kenyataan yang bisa dilihat dengan jelas, banyak orang yang hanyut dan tenggelam dengan berbagai kegiatan, kesibukan, masalah dan lain sebagainya sedang dibawa ke pembantaian abadi atau dipersiapkan menjadi sampah kekal.
Karena kematian adalah realitas yang tidak pernah diprediksi kapan terjadinya, maka persiapan harus dilakukan sejak sekarang. Ya, selalu sekarang. Untuk ini pertobatan harus dilakukan sekarang, tiap hari. Sepanjang tahun 2012, jangan-jangan kita tidak melakukan pertobatan yang serius sampai akhirnya mungkin kita tidak menyadari kesalahan/dosa yang terus menerus kita lakukan. Hari ini kita diberi kesempatan untuk mempersiapkannya kembali, berjaga-jaga dengan doa yang tak berkeputusan, suatu relasi yang dibangun dengan Tuhan. Banyak hal yang bisa diabaikan dan dianggap tidak penting. Yang tidak penting harus bisa disingkirkan, tetapi persiapan menyongsong kematian tidak boleh ditunda. Ini harus dianggap penting dan darurat. Kita harus selalu berpikir bahwa hari ini adalah hari terakhir kita hidup. Besok tidak ada kesempatan lagi. Jadi setiap kali disebut hari ini, berarti kesempatan sangat berharga untuk membenahi diri. Bila kita membiasakan diri memiliki sikap seperti ini, maka barulah kita pahami dan dapat melakukan apa yang dimaksud dengan mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenaranNya (Mat. 6:33).
Karena rahmat Allah telah melahirkan kita kembali kepada suatu hidup yang penuh harapan, selalu ada kesempatan bagi setiap orang yang mau serius mempersiapkan diri menjadikannya sebuah pengharapan yang tidak dapat cemar dan tidak dapat layu yang tersimpan di Sorga bagi kita. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Ia akan memakai segala kejadian untuk penyempurnaan iman kita. Semua pengalaman hidup kita, yang menyenangkan maupun menyakitkan, merupakan sarana pembentukan pribadi kita sekaligus pengumpulan berkat abadi berupa kekayaan dalam Kerajaan Sorga. Inilah pengharapan yang bernilai kekal yang membuat kita semakin bergairah. Mari selalu persiapkan diri dengan terus mengasah hati nurani kita setiap saat. Sehingga ketika hari itu tiba, kita bisa menjadi orang yang diharapkan Tuhan.

Tuhan Belum Dipuaskan

Oleh : Pdt. Dr. Erastus Sabdono

Banyak orang Kristen yang berpendapat, kalau sudah tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar moral dan rajin pergi ke gereja, berarti sudah memiliki pertobatan yang benar. Mereka juga beranggapan kalau sudah bisa mengikuti liturgi, memuji nama Tuhan dan melakukan kegiatan gereja berarti mereka sudah memuaskan hati Tuhan. Mereka juga berpikir kalau berani percaya kepada kuasa dan kebaikan Tuhan, berarti Tuhan dimuliakan dan mereka merasa sudah di pihak Tuhan. Setelah itu tidak ada lagi yang perlu digumuli secara serius kecuali mempertahankan kehidupan yang tidak bertentangan dengan moral dan rajin ke gereja. Pandangan hidup ini sejatinya masih meleset dari kebenaran. Lebih celaka lagi kalau berurusan dengan Tuhan hanya karena mau mengurusi masalah pemenuhan kebutuhan jasmani.

Sejatinya Tuhan belum merasa puas kalau hanya berpindah dari agama lain atau tidak melakukan praktek perdukunan. Seakan-akan Tuhan membutuhkan pengikut untuk menyenangkan hatiNya. Padahal langkah orang Kristen seperti itu hanya merupakan usaha memanfaatkan dan memanipulasi Allah. Mereka masih berdiri di pihaknya sendiri, bukan di pihak Tuhan. Mereka masih egois, hidup untuk dirinya sendiri, tidak mengabdi kepada Tuhan dan belum menjadikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan yang harus dipatuhi secara mutlak. Sebenarnya Tuhan mereka adalah perut mereka sendiri (Flp. 3:18-21). Mereka masih berstatus sebagai musuh salib Kristus yang artinya memiliki hidup belum sepadan atau belum sesuai dengan maksud salib Tuhan diadakan. Salib diadakan agar manusia hidup sebagai warga Kerajaan Sorga yang baik, yaitu hidup dalam kehendak Tuhan. Dalam hal ini kita jumpai banyak orang Kristen yang tidak bertumbuh. Kalau pikiran mereka tidak dibongkar oleh Firman Tuhan, mereka tidak akan pernah mengenali keadaan mereka yang sebenarnya belum menjadi warga Kerajaan Sorga yang baik. Mereka dikunci Iblis dalam kebodohan sehingga mereka tidak pernah menjadi anak Allah. Ingat, bahwa yang menjadi anak Allah adalah mereka yang telah ditebus dari cara hidup yang sia-sia yang diwarisi dari nenek moyang (1 Ptr. 1:1-17). Menjadi orang baik yang bergereja belum berarti sudah ditebus dari cara hidup yang sia-sia. Cara hidup yang sia-sia adalah cara hidup yang hanya menuruti kehendaknya sendiri, bukan kehendak Allah. Betapa malangnya orang-orang Kristen yang merasa telah ditebus oleh darah Tuhan Yesus padahal mereka menolak menjadi anak tebusan. Menjadi anak tebusan berarti bersedia hidup dengan cara hidup yang baru. Cara hidup yang baru itu adalah hidup dalam kehendak Tuhan.

Wednesday, December 12, 2012

Natal Lagi

Pdt.Bigman Sirait.
 
Desember, berujung pada Natal, dan bersambung pada Tahun baru. Tiap tahun ini menjadi suasana tersendiri dalam perjalanan kehidupan umat Kristen. Natal mengingatkan kita akan kerelaan Yesus Kristus mengosongkan diri Nya, untuk menjadi sama dengan manusia yang terkurung dalam ruang dan waktu. Melepas atribut ke Illahian Nya, dan menjadi manusia, sekaligus Allah yang mengosongkan diri. Sebuah pergumulan teologis tersendiri, pemaknaan yang sangat dalam, itulah Natal. Semangat natal sudah semestinya mewarnai, bahkan mendominasi, kehidupan orang percaya. Ya, tiap kali Natal kita diingatkan untuk merenung diri, apakah kita sudah hidup sesuai dengan apa yang menjadi kehendak Allah. Apakah kita sudah hidup sesuai dengan tujuan natal? 
Orang percaya digugat untuk berani melepas kecintaan pada diri, dengan belajar mencintai sesama yang tersisihkan dari panggung kehidupan. Ada terlalu banyak hal yang bisa diperbuat dalam mengisi Natal. Hanya saja, sayang, juga ada terlalu banyak acara yang membuat kebanyakan kita terlena pada kenikmatan diri. Acara yang sudah pasti bernuansa pesta, menerima kenyamanan, dan bukan berbagi diri. Tak ada yang salah dengan suasana ini, tetapi jadi masalah besar ketika kita terjebak dan berhenti disana. Lalu berpikir kita sudah natalan. Jelas tidak. Natalan adalah kesadaran dan keberanian untuk berbagi. Semangat yang harus diwujudkan, dan sangat mengena dengan situasi kekinian dimana cinta diri semakin menguasai manusia modern. Seharusnyalah semangat natal bisa memberikan secercah harapan kebersamaan, kepedulian, dan kerelaan untuk hidup berbagi. 
Natal lagi, adalah tema untuk sebuah perenungan yang coba mengingatkan diri, jangan-jangan ini hanya sebuah pengulangan dalam perputaran waktu. Tak ada yang baru, baik dalam paradigma, apalagi tindakan yang semestinya. Natal lagi, agar orang percaya tak hanya mengulang, sebaliknya, terus mencipta pembaharuan kehidupan. Membuat perubahan demi perubahan menuju hidup yang lebih baik, beradab, dan beriman sungguh. Mampu mengaplikasi iman dalam keseharian, sehingga makna natal itu mendarap dikehidupan. Natal, adalah kesempatan bagi orang lain merasakan artinya sebuah penyangkalan diri. Seperti Kristus menyagkali ke Illahian Nya dengan menjadi manusia, begitulah kita menyangkali diri dengan menggantungkan keegoan diri. Sebuah semangat natal yang bukan sekedar natal lagi. Sementara tahun baru, yang menanti jangan melunturkan semangat natal itu, tetapi sebaliknya, menjadi perpacuan waktu untuk terus menerus menjadi semakin baru. Sehingga dengan semangat natal, tercipta perubahan menuju hidup yang lebih baik dan benar. 
Setiap tahun baru, berarti waktu mengkalkulasi apakah semangat natal mencapai titik maksimal dalam mencipta perubahan? Dengan demikian, akan tercipta sebuah perputaran yang akan terus menerus memperbaharui apa yang ada. Sehingga kehidupan umat tak terjebak pada comfort zona, melainkan terus menerus bergerak menuju titik puncak pengabdian. Bukankah hal ini akan membuat hidup menjadi amat sangat bermakna. Dan juga, akan membuat hidup menjadi lebih hidup karena sangat menghidupkan. Natal tak boleh hanya menjadi natal lagi, natal harus menjadi natal yang terus menerus mengingatkan semangat peniadaan diri demi pengabdian kepada yang Illahi. Hidup dibumi untuk berbagi, mengangkat harkat hidup orang yang terpuruk. Terpuruk karena berbagai hal, baik ekonomi, moral, kesehatan, bahkan mereka yang patah dan kehilangan semangat hidup. Natal harus menyentuh semuanya, membuat orang kuat diposisinya masing-masing. 
Tahun baru, harus diingat, bahwa yang baru itu bukan soal sandang, pangan, papan, melainkan semangat dan arah kehidupan. Dunia memang sangat menggoda dengan tawaran kenikmatannya. Natal dan tahun baru telah dijadikan tahun menampuk rejeki oleh dunia industri. Sebuah usaha legal, namun harus disikapi dengan kritis dan komprehensif, agar umat tak sekedar menjadi ladang tempat mendulang rejeki. Selamat natal, selamat berbagi, dan memberi hidup. Selamat tahun baru, selamat berparadigma baru, tentang makna hidup yang berbagi. Tuhan memberkati

Sunday, December 9, 2012

Winning the Battle

by Joyce Meyer

One thing I’ve learned over the years is that the more intimate we are with Him, the more powerful our lives will be. That’s because we begin to resemble and act like those we spend time with. So, if we “hang out” with Christ, we will eventually become more like Christ. The trouble is many of us don’t spend a whole lot of time with Him.
Intimacy Takes Time—and Truth

It’s seems like so many people are afraid to make time to get to know Him, to study His character. Or we’re scared to seek wisdom and guidance from Him because of what we think He might tell us. It looks as if we’re terrified of simply being with Him. And so that kind of power—the kind that makes the devil nervous when we wake up in the morning—often doesn’t develop very much in our lives.

God’s Word tells us that the truth will make us free. And in the book of Psalms, it says that David sought one thing of the Lord and basically, that was time with Him.

So, to develop intimacy that cultivates power with God, we have to face the truth that God reveals to us about ourselves. We must get a hold on our thoughts—thoughts about ourselves, our past or future, even thoughts about God. God loves us very much, but He is not willing to leave us in our mess. He is always ready and waiting to change us from the inside out.
“ He is always ready and waiting to change us from the inside out. ”

It takes time for that to happen because we first need to be able to see the truth about ourselves, and many times, that is the hardest part of growing because we don’t like what we see. We may pray for God to change our circumstances, but we need to be able to face the fact that He wants to change us—regardless of the circumstances. So many times the Holy Spirit will reveal things that we just don’t want to see about ourselves. But remember, the truth will set us free! So don’t be afraid to change; be more afraid of staying the same!
How God Really Sees You

But God is not mad at us. If you’re a parent just think of this: Can you love any of your children more than you do right now? Do you still want to see changes in their behavior? Well, it’s the same way with our heavenly Father. He loves us—period. He loves us now as much as He ever will. That will not change. But He still wants to see us grow and mature and experience the best He has planned for us.

God really does love us, and He always has our best interest in mind. The more we trust Him, the more we’ll want to spend time with Him. The more time we spend with Him, the more we change and the more His power develops in our lives. And the more powerful our lives are, the more nervous the devil will be when we open our eyes and get out of bed in the morning!

So, schedule a few private meetings with God. Talk to Him about your problems. Face the truth He reveals to you about yourself. Trust that He is always working for you to live an abundant, fruitful, powerful life!

Wednesday, December 5, 2012

Mempersiapkan diri untuk Hidup Kekal

Wignyo Tanto (from : Facebook)
Persiapan akan suatu pesta pernikahan itu luar biasa. Biasanya dipersiapkan selama 1 tahun dan melibatkan banyak pihak, baik keluarga pria maupun wanita dan bahkan teman-teman juga. Persiapan yang cukup lama yang memakan waktu dan biaya cukup besar ini hanyalah untuk menyelenggarakan pesta yang berlangsung 2 jam saja. Bayangkan, pesta 2 jam dipersiapkan selama 1 tahun, hebat bukan?

Nah, bagaimana persiapan kita selama hidup 70 tahun ini untuk menyongsong pesta di kekekalan yang durasinya tak terhingga, yaitu selama-lamanya.

Sayangnya pengertian inipun belum tentu menggerakkan seseorang untuk berubah dan serius menginvestasikan seluruh hidupnya di Bumi ini untuk hidup selamanya di Bumi yang baru, yaitu di Surga nanti.

Anak Allah hidup di dunia ini cuma satu tujuannya, mempersiapkan diri untuk hidup kekal.

Wahyu 21:1-4

Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan lautpun tidak ada lagi.

Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya.

Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: "Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka.

Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu."