Wednesday, December 12, 2012

Natal Lagi

Pdt.Bigman Sirait.
 
Desember, berujung pada Natal, dan bersambung pada Tahun baru. Tiap tahun ini menjadi suasana tersendiri dalam perjalanan kehidupan umat Kristen. Natal mengingatkan kita akan kerelaan Yesus Kristus mengosongkan diri Nya, untuk menjadi sama dengan manusia yang terkurung dalam ruang dan waktu. Melepas atribut ke Illahian Nya, dan menjadi manusia, sekaligus Allah yang mengosongkan diri. Sebuah pergumulan teologis tersendiri, pemaknaan yang sangat dalam, itulah Natal. Semangat natal sudah semestinya mewarnai, bahkan mendominasi, kehidupan orang percaya. Ya, tiap kali Natal kita diingatkan untuk merenung diri, apakah kita sudah hidup sesuai dengan apa yang menjadi kehendak Allah. Apakah kita sudah hidup sesuai dengan tujuan natal? 
Orang percaya digugat untuk berani melepas kecintaan pada diri, dengan belajar mencintai sesama yang tersisihkan dari panggung kehidupan. Ada terlalu banyak hal yang bisa diperbuat dalam mengisi Natal. Hanya saja, sayang, juga ada terlalu banyak acara yang membuat kebanyakan kita terlena pada kenikmatan diri. Acara yang sudah pasti bernuansa pesta, menerima kenyamanan, dan bukan berbagi diri. Tak ada yang salah dengan suasana ini, tetapi jadi masalah besar ketika kita terjebak dan berhenti disana. Lalu berpikir kita sudah natalan. Jelas tidak. Natalan adalah kesadaran dan keberanian untuk berbagi. Semangat yang harus diwujudkan, dan sangat mengena dengan situasi kekinian dimana cinta diri semakin menguasai manusia modern. Seharusnyalah semangat natal bisa memberikan secercah harapan kebersamaan, kepedulian, dan kerelaan untuk hidup berbagi. 
Natal lagi, adalah tema untuk sebuah perenungan yang coba mengingatkan diri, jangan-jangan ini hanya sebuah pengulangan dalam perputaran waktu. Tak ada yang baru, baik dalam paradigma, apalagi tindakan yang semestinya. Natal lagi, agar orang percaya tak hanya mengulang, sebaliknya, terus mencipta pembaharuan kehidupan. Membuat perubahan demi perubahan menuju hidup yang lebih baik, beradab, dan beriman sungguh. Mampu mengaplikasi iman dalam keseharian, sehingga makna natal itu mendarap dikehidupan. Natal, adalah kesempatan bagi orang lain merasakan artinya sebuah penyangkalan diri. Seperti Kristus menyagkali ke Illahian Nya dengan menjadi manusia, begitulah kita menyangkali diri dengan menggantungkan keegoan diri. Sebuah semangat natal yang bukan sekedar natal lagi. Sementara tahun baru, yang menanti jangan melunturkan semangat natal itu, tetapi sebaliknya, menjadi perpacuan waktu untuk terus menerus menjadi semakin baru. Sehingga dengan semangat natal, tercipta perubahan menuju hidup yang lebih baik dan benar. 
Setiap tahun baru, berarti waktu mengkalkulasi apakah semangat natal mencapai titik maksimal dalam mencipta perubahan? Dengan demikian, akan tercipta sebuah perputaran yang akan terus menerus memperbaharui apa yang ada. Sehingga kehidupan umat tak terjebak pada comfort zona, melainkan terus menerus bergerak menuju titik puncak pengabdian. Bukankah hal ini akan membuat hidup menjadi amat sangat bermakna. Dan juga, akan membuat hidup menjadi lebih hidup karena sangat menghidupkan. Natal tak boleh hanya menjadi natal lagi, natal harus menjadi natal yang terus menerus mengingatkan semangat peniadaan diri demi pengabdian kepada yang Illahi. Hidup dibumi untuk berbagi, mengangkat harkat hidup orang yang terpuruk. Terpuruk karena berbagai hal, baik ekonomi, moral, kesehatan, bahkan mereka yang patah dan kehilangan semangat hidup. Natal harus menyentuh semuanya, membuat orang kuat diposisinya masing-masing. 
Tahun baru, harus diingat, bahwa yang baru itu bukan soal sandang, pangan, papan, melainkan semangat dan arah kehidupan. Dunia memang sangat menggoda dengan tawaran kenikmatannya. Natal dan tahun baru telah dijadikan tahun menampuk rejeki oleh dunia industri. Sebuah usaha legal, namun harus disikapi dengan kritis dan komprehensif, agar umat tak sekedar menjadi ladang tempat mendulang rejeki. Selamat natal, selamat berbagi, dan memberi hidup. Selamat tahun baru, selamat berparadigma baru, tentang makna hidup yang berbagi. Tuhan memberkati

Sunday, December 9, 2012

Winning the Battle

by Joyce Meyer

One thing I’ve learned over the years is that the more intimate we are with Him, the more powerful our lives will be. That’s because we begin to resemble and act like those we spend time with. So, if we “hang out” with Christ, we will eventually become more like Christ. The trouble is many of us don’t spend a whole lot of time with Him.
Intimacy Takes Time—and Truth

It’s seems like so many people are afraid to make time to get to know Him, to study His character. Or we’re scared to seek wisdom and guidance from Him because of what we think He might tell us. It looks as if we’re terrified of simply being with Him. And so that kind of power—the kind that makes the devil nervous when we wake up in the morning—often doesn’t develop very much in our lives.

God’s Word tells us that the truth will make us free. And in the book of Psalms, it says that David sought one thing of the Lord and basically, that was time with Him.

So, to develop intimacy that cultivates power with God, we have to face the truth that God reveals to us about ourselves. We must get a hold on our thoughts—thoughts about ourselves, our past or future, even thoughts about God. God loves us very much, but He is not willing to leave us in our mess. He is always ready and waiting to change us from the inside out.
“ He is always ready and waiting to change us from the inside out. ”

It takes time for that to happen because we first need to be able to see the truth about ourselves, and many times, that is the hardest part of growing because we don’t like what we see. We may pray for God to change our circumstances, but we need to be able to face the fact that He wants to change us—regardless of the circumstances. So many times the Holy Spirit will reveal things that we just don’t want to see about ourselves. But remember, the truth will set us free! So don’t be afraid to change; be more afraid of staying the same!
How God Really Sees You

But God is not mad at us. If you’re a parent just think of this: Can you love any of your children more than you do right now? Do you still want to see changes in their behavior? Well, it’s the same way with our heavenly Father. He loves us—period. He loves us now as much as He ever will. That will not change. But He still wants to see us grow and mature and experience the best He has planned for us.

God really does love us, and He always has our best interest in mind. The more we trust Him, the more we’ll want to spend time with Him. The more time we spend with Him, the more we change and the more His power develops in our lives. And the more powerful our lives are, the more nervous the devil will be when we open our eyes and get out of bed in the morning!

So, schedule a few private meetings with God. Talk to Him about your problems. Face the truth He reveals to you about yourself. Trust that He is always working for you to live an abundant, fruitful, powerful life!

Wednesday, December 5, 2012

Mempersiapkan diri untuk Hidup Kekal

Wignyo Tanto (from : Facebook)
Persiapan akan suatu pesta pernikahan itu luar biasa. Biasanya dipersiapkan selama 1 tahun dan melibatkan banyak pihak, baik keluarga pria maupun wanita dan bahkan teman-teman juga. Persiapan yang cukup lama yang memakan waktu dan biaya cukup besar ini hanyalah untuk menyelenggarakan pesta yang berlangsung 2 jam saja. Bayangkan, pesta 2 jam dipersiapkan selama 1 tahun, hebat bukan?

Nah, bagaimana persiapan kita selama hidup 70 tahun ini untuk menyongsong pesta di kekekalan yang durasinya tak terhingga, yaitu selama-lamanya.

Sayangnya pengertian inipun belum tentu menggerakkan seseorang untuk berubah dan serius menginvestasikan seluruh hidupnya di Bumi ini untuk hidup selamanya di Bumi yang baru, yaitu di Surga nanti.

Anak Allah hidup di dunia ini cuma satu tujuannya, mempersiapkan diri untuk hidup kekal.

Wahyu 21:1-4

Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan lautpun tidak ada lagi.

Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya.

Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: "Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka.

Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu."

Thursday, November 29, 2012

Hidup Yang Bertanggung Jawab

Oleh : Wignyo Tanto (di ambil dari status facebook)
 Tuhan itu baik, itu pasti, justru kerena Tuhan baik, maka Dia tidak akan memanjakan manusia secara sembarangan. Dia pasti lebih mengutamakan untuk mendidik karakter manusia daripada mengabulkan setiap permintaan manusia yang tidak dewasa.

Justru manusia yang kekanak-kanakan lah yang selalu minta kepada Tuhan hal-hal yang hanya akan menyenangkan pihak manusia. Sungguh bodoh jika manusia berpikir bahwa Tuhan pasti memberi segala sesuatu yang manusia minta, Tuhan itu baik, jika permintaan itu tidak ada gunanya, bahkan akan mengakibatkan manusia malas, maka tentu saja tidak akan dikabulkan. Atau jika permintaan itu berbahaya, akan membuat sombong, maka tentu juga tidak dikabulkan.

Manusia yang tidak dewasa akan minta hal-hal yang tidak berhubungan dengan kekekalan, seperti kekayaan, harta, rumah, mobil, pekerjaan, jodoh, bahkan tas yang mahal, dan lain-lain, yang untuk kebutuhan duniawi saja.

Ini sebenarnya tidak bertanggung jawab dan sangat tidak dewasa. Kalau seseorang mau punya uang ya harus bekerja keras, kalau mau sehat ya jaga kesehatan, ubah pola hidup, kalau mau punya jodoh ya harus punya kepribadian yang menarik. Bukannya mengharapkan mukjizat agar segalanya mudah. Orang-orang yang tidak dewasa ini akan berpikir seakan-akan selalu ada promosi dari Surga.

Anak-anak Tuhan adalah manusia yang sangat menghormati dan mengasihi Tuhan sebagai Bapa kita. Anak-anak Tuhan pasti hidup bertanggung jawab dalam segala hal agar Tuhan senang, bukan sebaliknya. Hanya manusia yang dewasa rohaninya yang bisa menyenangkan hati Bapa di Surga.

1 Korintus 13:11
Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu.

Sunday, November 25, 2012

Free Will (Kehendak Bebas)


Oleh:  Pdt.Suryadi.

Salah satu sifat-ilahi yang diberikan Allah bagi manusia adalah “Kehendak Bebas”.
Anugrah Allah mengenai “Kehendak Bebas” bagi manusia ini secara implisit disaksikan di dalam Kitab Kejadian, tt Kisah Penciptaan:
“Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara d

an atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." aka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.” (Kejadian 1:26-27).

Manusia diciptakan Allah menurut “gambar dan rupa Allah”, ini bukan dalam artian secara jasmaniah dan phisik, tetapi dalam hal sifat-sifat Ilahi. Artinya, berbagai sifat-sifat Allah, diantaranya: KASIH, KUASA, KUDUS, MULIA, BAIK & KEHENDAK BEBAS telah diberikan kepada umat manusia.

Karena itulah, keberadaan manusia tidak sama dengan mesin atau robot (yang tidak mempunyai kemampuan berkehendak dan mengambil keputusan), melainkan bisa “berkehendak bebas” untuk memilih dan bertindak apa pun juga yang diinginkannya. Manusia memiliki kemampuan untuk menimbang, memilih, berkata, dan melakukan apa saja yang menjadi keputusan hidupnya.

Pemberian Tuhan bagi manusia berupa “Kehendak Bebas” itu, tentu juga disertai dengan anugrah “Akal Budi”, “Hati Nurani” & “Kondisi Spiritual”. Sehingga pelaksanaan & pemanfaatan “Kehendak Bebas” manusia itu semestinya tidak berdiri sendiri, tetapi juga dengan pertimbangan-pertimbangan akal budi, hati nurani, dan keimanannya kepada Allah. Dan karena manusia diciptakan seturut “gambar dan rupa Allah”, itu juga berarti manusia bertanggung jawab untuk meneladani/melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh Allah. Allah yang Mahakuasa, Mahakasih, telah menggunakan kuasaNya itu untuk menciptakan kehidupan, memelihara manusia dan memberkati ciptaanNya. Maka demikianlah seharusnya manusia menggunakan “kehendak bebas”nya itu untuk menciptakan kehidupan, berkarya kebaikan, kuasanya untuk mengasihi, dan menyatakan sifat-sifat Allah & pekerjaanNya dalam memberkati manusia.

SAYANG SEKALI, BANYAK ORANG YANG SETELAH DIBERIKAN “FREE WILL” LEBIH MENGAGUNG-AGUNGKAN “FREE WILL” ITU SENDIRI DARIPADA MENGAGUNGKAN PRIBADI SANG PEMBERI, YAKNI ALLAH, PENCIPTA LANGIT & BUMI.

Sayang sekali bahwa manusia setelah diciptakan Allah sebagai “gambar dan rupa Allah” itu, telah menyalah-gunakan pemberian Allah untuk berbuat dosa, yaitu: tidak percaya, melawan dan menentang Allah. Manusia bukannya bersyukur kepada Tuhan, beribadah dan berbakti kepada Tuhan, tetapi (sebagaimana disaksikan di Kejadian 3) telah memutuskan untuk mengikuti bujukan dan tipu daya “ular”, sehingga telah melanggar perintah yang ditetapkan oleh TUHAN. Itulah yang dinaman DOSA. Kemampuan (kuasa) dan kehendak bebas yang Allah berikan kepada manusia, telah digunakan secara keliru untuk berbuat menentang dan melawan Allah. Manusia telah mengartikan dan menerapkan karunia Allah berupa “kehendak bebas” dengan berbuat sekehendak hatinya, merusak, mengganggu, membunuh sesama manusia, melawan Tuhan dan melakukan berbagai kejahatan. Dan karena dosanya inilah “gambar dan rupa Allah” yang semula begitu mulia telah menjadi rusak, manusia menjadi hamba-hamba dosa. “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Roma 3:23).

“Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa.” (Yohanes 8:34).

Dalam situasi yang begitu buruk itulah, maka Tuhan berfirman kepada manusia, memberikan Alkitab, agar manusia kembali kepada citranya yang semua, yaitu tidak lagi diperhamba oleh dosa, tetapi dimerdekakan dari perhambaan dosa. Karena itulah Allah selain berfirman melalui para nabi-nabiNya, tetapi kemudian mengutus Yesus Kristus, Sang Firman Allah yang sejati dan kekal, datang ke dunia ini, dalam rangka untuk memerdekakan manusia dari perhambaan dosa (yang membawa kematian):

“Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu….Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka." (Yohanes 8:31-32, 36).

Karya kasih Tuhan untuk memerdekakan manusia dari perhambaan dosa itu dengan tujuan pokok:

1) MENUSIA MENGALAMI HIDUP KEKAL:

“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3:16)

“Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Roma 6:23)

(2) MANUSIA YANG PERCAYA KEPADA YESUS KRISTUS, MENJADI SERUPA DENGAN “GAMBAR ANAK ALLAH YANG TUNGGAL (SERUPA DENGAN YESUS KRISTUS):
“Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.” (Roma 8:29-30).

“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus..” (Filipi 2:5).

(3) MEMULIAKAN ALLAH DENGAN CARA BERBUAH LEBAT

“Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku." (Yohanes 15:8).

RANGKUMAN:
Manusia mempunyai “Kehendak Bebas”. “Kehendak Bebas” ini adalah anugrah kasih Tuhan baginya. Tetapi sayangnya, “kehendak bebas” ini telah digunakan dengan sebebas-bebasnya, tanpa batas, dan secara salah untuk berbuat dosa dan melawan Allah. Penggunaan “Kehendak Bebas” seperti ini tidak dapat dibenarkan dan tidak dapat dipertanggung-jawabkan. Akibatnya manusia telah menjadi hamba dosa. “Gambar dan rupa Allah” dalam diri manusia yang semula mulia, telah menjadi rusak, dan klimaksnya: akibat dosa adalah maut (kematian kekal yang mengerikan).

TETAPI ALLAH TELAH MENGUTUS YESUS KRISTUS, SANG FIRMAN ALLAH SEJATI, UNTUK MEMERDEKAKAN MANUSIA DARI PERHAMBAAN DOSA DAN DARI MAUT, AGAR MANUSIA YANG PERCAYA MEMPEROLEH HIDUP YANG KEKAL.
SETELAH MANUSIA DISELAMATKAN, HIDUPNYA DIPANGGIL UNTUK MEMULIAKAN & MENGASIHI TUHAN, DENGAN CARA MENAATI PERINTAH ALLAH.

JADI BAGI UMAT KRISTEN: KEHENDAK BEBAS YANG DIBERIKAN OLEH ALLAH SETELAH PERCAYA KEPADA YESUS KRISTUS, HARUS DIGUNAKAN SECARA BERTANGGUNG JAWAB. DENGAN KEHENDAK BEBASNYA ITU, UMAT KRISTEN TELAH DIPANGGIL MENJADI “SERUPA DENGAN YESUS KRISTUS” (MEMPUNYAI & MENAMPAKKAN KARAKTER KRISTUS) dan karena itu umat Kristen WAJIB MENJADI SAKSI KRISTUS DI TENGAH DUNIA INI, sebagai realisasi penggunaan KEHENDAK BEBAS-nya.

Adanya “kehendak bebas” dalam diri manusia, tidak otomatis memberikan hak kepada tiap orang untuk berbuat sebebas-bebasnya, dan juga berbuat jahat terhadap sesamanya. Pemanfaatan “kehendak bebas” dengan sebebas-bebasnya untuk berbuat jahat, hakikatnya adalah DOSA. Kiranya kita, umat Tuhan yang telah diterangi oleh Firman Allah, memilih/memutuskan untuk menggunakan kehendak bebas kita dalam menjalani kehidupan yang taat kepada Tuhan, dan menjadi saksi Kristus. AMIN !.

Thursday, November 1, 2012

Kasih Yesus Bagi Kita

Ciptaan. Pdt.Kristianus Freddy

Yesus Oh Yesus
Kaulah Tuhanku
Mulialah Nama Mu
Dahsyat karya Mu
Kau Datang ke dunia

Kau mengasihi aku
Orang berdosa untuk di selamatkan
Kau korbankan diri Mu, disalib hina
Demi umat manusia

Reff:

Oh Yesus siapakah aku ini
Sehingga berharga dimata Mu
Ku mau menyenangkan Mu di hidup ini
Sepanjang umur hidupku
Sampai akhir hayatku

Thursday, October 4, 2012

Dua Jenis Kiamat



From: Renungan harian Truth

Banyak orang tidak mengerti bahwa ada dua jenis kiamat, kiamat secara umum yaitu kiamatnya dunia dimana sejarah dunia diakhiri, tetapi juga ada kiamat khusus, yaitu kiamat pribadi dimana seseorang menghembuskan nafas yang terakhir. Tuhan Yesus menyatakan bahwa kedatangan-Nya seperti pencuri, ini berarti tidak ada seorang pun manusia yang tahu kapan hari kedatangan-Nya. Itulah sebabnya setiap orang harus berjaga-jaga. Harus diingat bahwa hari kiamat bukan hanya hari kedatangan-Nya saja, tetapi juga ketika seseorang menghembuskan nafas terakhir. Dalam hal ini umumnya masing-masing orang memiliki hari kiamat yang berbeda. Biasanya orang hanya melihat kiamat secara umum tetapi tidak memberi perhatian pada realitas kiamat yang lain.
Kuasa kegelapan akan berusaha untuk menutupi fakta ini agar seseorang tidak memiliki sikap berjaga-jaga. Inilah yang terjadi dalam kehidupan hampir semua orang, dalam dirinya mereka berpikir, berhubung hari kiamat (kedatangan Tuhan) masih jauh, maka ia tidak berjaga-jaga Ia tidak sadar bahwa ada kiamatnya sendiri yang bisa menghampirinya setiap saat (Luk. 12:20; 16:22-23). Betapa mengerikannya kalau seseorang tidak menyadari realita hari kiamatnya. Baginya kedatangan Tuhan seperti jerat (Luk. 21:34). Hal ini terjadi atas mereka yang hidup dalam kesenangannya sendiri bukan kesukaan Tuhan. Jika seseorang selalu ada dalam suasana tidak memiliki sikap berjaga-jaga seperti ini, maka ia tidak pernah siap pada hari kedatangan Tuhan dan tidak pernah siap menyongsong hari terakhirnya di bumi sebelum ia mengembuskan nafas terakhir.
Di lain pihak yang harus diwaspadai Iblis dengan kecerdikannya membuat seseorang menjadi lemah atau rapuh. Manusia adalah makhluk kompleks. Di dalam dirinya ada jiwa yang tidak sekokoh beton atau sekeras baja. Pada umumnya manusia bisa tidak stabil, ada saat-saat dimana jiwa menjadi lemah. Lemah di sini maksudnya mudah berbuat salah. Dalam 1 Petrus 1:14 disebut sebagai “pada waktu kebodohan”. Dalam teks bahasa Inggris teks ini diterjemahkan in your ignorence. Dalam teks Yunaninya adalah agnoia (ἀγνοίᾳ) yang artinya keadaan yang tidak dapat dimaafkan. Ini menunjuk keadaan bahaya. Pada saat-saat tertentu seseorang ada dalam situasi yang berbahaya. Situasi saat itu adalah situasi yang rentan. Iblis cakap membawa seseorang dalam keadaan bahaya seperti ini. Itu lah sebabnya kita harus serius tidak membawa diri kita kepada bahaya, sebab kita tidak tahu kapan kiamat kita masing-masing. Adalah bijaksana kalau kita berpikir bahwa hari ini adalah hari terakhir kita.
Tidak ada seorangpun yang kebal terhadap hari kiamat,
Karena itu berjaga-jagalah senantiasa

Thursday, September 27, 2012

Jika Jiwaku Berdoa ( KJ. 460)

Syair: Leer mij, Heer, als in gebeden, P. I. Moeton,
Terjemahan: I. S. Kijne (1899 – 1970) dengan perubahan,
Lagu: Anni F. Harrison

do = f
4 ketuk


Jika jiwaku berdoa
kepadaMu, Tuhanku,
ajar aku t’rima saja
pemberian tanganMu
dan mengaku s’perti Yesus
di depan sengsaraNya:
Jangan kehendakku, Bapa,
kehendakMu jadilah.

 Apa juga yang Kautimbang
baik untuk hidupku,
biar aku pun setuju
dengan maksud hikmatMu,
menghayati dan percaya,
walau hatiku lemah:
Jangan kehendakku, Bapa,
kehendakMu jadilah.

 Aku cari penghiburan
hanya dalam kasihMu.
Dalam susah Dikau saja
perlindungan hidupku.
‘Ku mengaku, s’perti Yesus
di depan sengsaraNya:
Jangan kehendakku Bapa,
kehendakMu jadilah.

Thursday, September 13, 2012

Penghakiman Berdasarkan Perbuatan



Diambil dari renungan harian Truth.
Baca: Roma 2:12-16
Alkitab dalam setahun: 2 Raja-Raja 15-17

Penghakiman Berdasarkan Perbuatan Kalau bagi umat Israel dosa berarti pelanggaran terhadap torat lalu bagaimana dengan orang non Yahudi yang tidak memiliki Torat tertulis dalam kitab. Untuk menjawab persoalan ini Paulus mengemukakan kebenaran dalam Roma 2:12-16. Bagi orang non Israel, dosa berarti pelanggaran terhadap hukum yang tertulis di hati. Dalam teks tersebut disinggung oleh Paulus bahwa orang yang tidak memiliki torat yang tertulis di kitab memiliki torat di dalam hati mereka. Dalam hal ini Tuhan yang akan menghakimi seseorang berdasarkan pengertian tentang hukum (tindakan kasih) yang dimiliki masing-masing individu.

Penghakiman Tuhan ini sangat rahasia kepada masing-masing individu. Hati nurani mereka akan menjadi saksi (Rm. 3:15). Hati nurani dan teks aslinya adalah suneidesis(συνείδησις). Kata suneidesis gabungan dari dua kata, sun dan eido. Sun berarti bersama dan eido artinya tahu, jadi suneidesis berarti bersama ikut tahu. Bagaimana pun hati nurani akan ikut terlibat dalam memberi kesaksian atas keadaan setiap individu. Sekecil apapun suara itu dalam hati nurani. Dalam hal ini setiap orang memiliki kesadaran nurani apakah dirinya melakukan suatu kesalahan atau tidak. Dengan demikian kita tidak mudah menjatuhkan vonis bahwa orang yang hidup di luar bangsa pilihan Allah pasti masuk neraka atau tidak diperkenan masuk kehidupan yang akan datang.

Dalam Alkitab kita menemukan pernyataan yang diulang-ulang bahwa manusia akan dihakimi menurut perbuatannya. Dalam hal ini jelas bahwa perbuatan baik seseorang itu penting, sebab menjadi ukuran penghakiman (Why. 20:12; Mat. 25:34-43). Penghakiman berdasarkan perbuatan  ini juga berlaku bagi orang yang hidup pada jaman anugerah, yaitu atas mereka yang tidak atau belum mendengar Injil. Juga bagi mereka yang tidak mendengar Injil secara benar. Sebab mendengar Injil yang salah sama dengan tidak mendengar Injil. Tuhan menghakimi berdasarkan perbuatan. 

Penghakiman ini adalah penghakiman untuk menentukan seberapa mereka pantas untuk masuk dunia yang akan datang. Kata penghakiman untuk ini lebih sering digunakan kata krisis (κρίσις). Apakah mereka yang dihakimi menurut perbuatan bisa masuk Sorga? Menjawab pertanyaan ini seharusnya memahami dulu apa Sorga itu. Secara cepat bisa dijawab, bisa saja mereka masuk dunia yang akan datang (kalau tidak boleh disebut Sorga), tetapi mereka bukan sebagai anggota Kerajaan yang memerintah bersama dengan Kristus, tetapi hanya menjadi anggota masyarakat saja. Dalam hal ini harus bisa dibedakan antara dimuliakan bersama dengan Kristus dengan hanya masuk dunia yang akan datang. 
Apa yang kita lakukan selama kita hidup
akan dijadikan ukuran untuk hari penghakiman.

Wednesday, August 1, 2012

Cinta Yang Dewasa


Sumber : Renungan Harian Truth

Cinta kepada Tuhan yang tidak dewasa, belum bisa dinikmati dan memuaskan hati Tuhan, sebab kualitas cinta yang demikian masih sangat rendah. Cinta kepada Tuhan yang tidak dewasa sering dipenuhi dengan intrik-intrik memanfaatkan Tuhan. Cinta seperti ini tidak memerlukan perjuangan, bisa ditumbuhkan dalam sekejap. Tetapi kalau mengasihi dan mencintai Tuhan dengan segenap hidup, seseorang harus didewasakan rohaninya, dan seiring dengan proses pendewasaan rohaninya berlanjut terus proses mengasihi Tuhan (Mat. 22:37-40). Cinta yang berkualitas yang diinginkan Tuhan, tidak bisa dibangun dalam sehari atau setahun. Ternyata  cinta yang dewasa  kepada Tuhan harus diperjuangkan.

Cinta yang tidak dewasa kepada Tuhan dalam hidup seseorang yang belum lama menjadi orang Kristen, diterima dan dimaklumi oleh Tuhan. Sama seperti orang tua yang mendengar anaknya yang masih kecil berkata, “aku sayang mama”. Orang tua menerima cinta anak itu dan bisa menikmatinya. Berbeda dengan keadaan ketika anak itu sudah dewasa. Ia tidak pernah berkata lagi kepada mamanya, ’I love you, mom’. Tetapi tindakannya akan menunjukkan bahwa ia mencintai mamanya. Mamanya bisa menikmati dan merasakan cinta anak tersebut tanpa perkataannya. Mamanya dapat menikmati cinta anak itu lebih dari menikmati pemberiannya. Apalagi orang tua yang sudah tidak bisa makan enak atau naik mobil mewah, ia tidak dapat menikmati barang pemberian anaknya, tetapi gelora cinta anaknya yang tulus, dirasakannya sebagai sebuah cinta yang berkualitas.

Sama dengan jika seorang pria mencintai seorang wanita secara utuh, se­benarnya juga membutuhkan proses yang tidak singkat. Ada orang yang merasa telah mencintai pasangannya, tetapi sebenarnya cintanya belum dewasa. Cintanya hanya didorong oleh libido semata atau faktor lainnya, misalnya karena harta orang tua si wanita. Kalau libidonya surut entah karena usia atau berbagai faktor lainnya, maka belum tentu cintanya masih utuh. Kalau harta warisan yang diberikan oleh orang tua wanita habis, ia akan mudah meninggalkannya. Kalau pasangannya berbuat suatu kesalahan belum tentu juga ia masih mencintai. Itulah sebabnya dalam fakta kehidupan ini, kita menjumpai banyak pasangan yang mudah bercerai walau belum lama menikah, atau sudah lama menikah tetapi cintanya tidak ber­tumbuh dewasa, akhirnya cerai. Kalau tidak bercerai, mereka masih hidup bersama hanya karena faktor malu bila cerai atau faktor anak-anak. Relasi seperti ini adalah relasi yang tidak ideal. Sebuah relasi yang akan melukai salah satu pasangannya
Jangan kita mengaku mencintai Tuhan,
jika ada kebohongan di balik ungkapan tersebut .

Saturday, July 21, 2012

Bukan Sekadar Status

 Oleh : Pdt.Dr.Erastus Sabdono

Kalau ada orang Kristen yang tidak mengerti Injil, itu berarti ia tidak memiliki keselamatan.

Apa maksud kedatangan Tuhan Yesus ke dalam dunia ini ? Jawaban yang umum diberikan dengan cepat oleh seorang Kristen adalah bahwa kedatangan-Nya adalah untuk menyelamatkan umat manusia. Itu benar, tetapi kalau ditanyakan bagaimana mekanisme proses penyelamatan tersebut, tidak banyak orang yang mengerti.
Jika kita mau memahami apa sebenarnya maksud inti kedatangan-Nya ke dalam dunia, kita akan tertumbuk dua hal yang sangat penting. Pertama, Ia datang untuk membuka pikiran manusia agar mengenal hikmat dari Allah. Hikmat itu seperti buku petunjuk untuk menyelenggarakan hidup sebagai manusia yang diperkenan oleh Allah. Untuk itu Tuhan Yesus mengajar dan memberi teladan nyata bagaimana seharusnya seseorang hidup dalam kebenaran dan kesucian Allah. Itulah sebabnya Ia tidak sekadar turun ke bumi untuk disalib, tetapi juga mengajar selama sekitar tiga setengah tahun. Yang diajarkan Yesus dan seluruh kehidupan-Nya itulah yang disebut Injil, sebab dari pengajaran-Nya yang dipersembahkan bagi Bapalah kita memperoleh keselamatan ( Roma 1:16 ). Memahami hal ini membuat kita akan sangat menghargai Injil yang kita miliki dengan mempelajarinya secara serius. Maka kalau ada orang Kristen yang tidak mengerti Injil, sesungguhnya itu berarti ia tidak memiliki keselamatan.
Kedua, kedatangan-Nya ke dalam dunia adalah untuk membuktikan bahwa ada manusia yang bisa taat kepada Bapa di Sorga dalam kebenaran dan kesucian yang sesunggunya ( Filipi 2:5-10 ). Ketaatan itulah yang “meluluskan” dirinya sebagai Pokok Keselamatan bagi mereka yang taat ( Ibrani 5:9 ). Bagi mereka yang taat artinya bagi mereka yang meneladani ketaatan-Nya.
Jadi harus diingat bahwa keselamatan adalah usaha Tuhan mengembalikan manusia kepada rancangan-Nya. Tuhan Yesus adalah model manusia yang sesuai dengan kehendak Bapa. Dengan demikian keselamatan itu tidak akan bisa dialami atau diterima oleh orang yang tidak mau memahamikebenaran yang Tuhan ajarkan dan tidak mau mengenakan cara hidup Tuhan Yesus. Keselamatan bukan sekadar mengenakan status sebagai seseorang yang beragama Kristen.
Percaya kepada Tuhan Yesus bukanlah sekadar mengaku bahwa Ia adalah Tuhan, tetapi menjalani kebenaran dan cara hidup-Nya. Pernyataan serupa ini menghiasi sekuruh Injil, tapi sedih sekali, banyak orang Kristen mengabaikannya. Mari kita kembali kepada Injil yang benar, agar kita tidak terjerembab ke dalam kebodohan yang membinasakan.

Wednesday, July 4, 2012

Tragis, ternyata tidak dikenal Bapa


Oleh :  Pdt. Dr. Erastus Sabdono.
Dari : Warta Rehobot Ministry

Menerima keselamatan adalah usaha untuk melakukan kehendak Bapa.

Untuk mewujudkan keselamatan, yaitu mengerti apa yang diajarkan Tuhan dan melakukan kebenaran agar serupa dengan diri-Nya, kita harus mempertaruhkan segenap hidupnya. Keselamatan yang benar dan murni tidak akan terwujud dalam kehidupan, kalau kita tidak mempertaruhkan segenap hidup kita.

Di sinilah kita temukan letak mahalnya harga keselamatan itu. Keselamatan untuk manusia telah diperjuangkan oleh Tuhan Yesus di kayu salib dengan memberikan segenap diri-Nya. Itu pengorbanan yang sangat mahal, dan tidak dapat kita lakukan sendiri, karenanya disebut anugerah. Tetapi anugerah membutuhkan respons dari kita, supaya menjadi terwujud dalam kehidupan kita.

Respons ini tidak sederhana. Tidak cukup hanya dengan mengucapkan kalimat syahadat bahwa Yesus adalah Tuhan, lalu sah menjadi anak-anak Allah. Pandangan ini merupakan penyesatan dan mengakibatkan banyak orang yang mengira dirinya selamat, ternyata berakhir di kebinasaan. keselamatan yang tidak ternilai harganya membutuhkan respons yang juga sangat mahal, yaitu mempertaruhkan segenap hidup kita.

Tuhan Yesus berkata agar kita yang mau selamat berusaha untuk memasuki pintu yang sesak. Artinya berjuang mempertaruhkan segenap hidup kita. Bagi manusia, jelas ini hal yang sangat berat. Tidak banyak orang yang berani melakukannya. Kalau jujur, kita bisa melihat bahwa sebagian besar orang Kristen hari ini masih berpikir dirinya bisa masuk surga tanpa perjuangan, dan memiliki kehidupan kekal tanpa kehilangan kehidupan di dunia ini. Ingat, tidak ada jalan mudah untuk selamat. Tanpa kehilangan kehidupan, seseorang tidak akan dapat memperolehnya ( Matius 10:39 ). Itulah harga yang tidak bisa dikurangi.

Dengan memahami hal ini kita tidak heran lagi bahwa ada orang-orang Kristen yang merasa dirinya sudah istimewa di mata Allah, tetapi tragis sekali sebab mereka ternyata tidak dikenal Bapa, sebab tidak melakukan kehendak-Nya ( Matius 7:21-23 ). Memberikan segenap hidup kita artinya bahwa tidak ada yang lebih dicari dalam kehidupan ini selain melakukan kehendak Bapa. Dengan demikian pada dasarnya menerima keselamatan adalah usaha untuk melakukan kehendak Bapa.

Sekali lagi ditegaskan bahwa kebenaran ini mendukung prinsip Sola Gratia ( hanya oleh anugerah ). Tanpa keselamatan yang dikerjakan oleh Kristus yang turun ke dunia, tidak ada seorang pun bisa melakukan kehendak Allah. Inilah anugerah itu. Tetapi kita harus meresponi anugerah itu dengan berjuang agar dapat melakukan kehendak Allah. Itu tidak mustahi bagi mereka yang rela kehilangan kehidupannya.

Monday, June 25, 2012

Krisis yang Kudus


Oleh:  Pdt.Dr.Erastus Sabdono

Oleh karena Tuhan adalah rahasia terbesar dalam kehidupan, maka seluruh waktu hidup kita semestinya dihabiskan untuk mengenal Dia.

Penghayatan yang benar terhadap realitas hidup yang dipandu oleh kebenaran Firman Tuhan akan membangkitkan perasaan krisis yang kudus. Perasaan krisis tersebut adalah gentarnya diri kita terhadap kedahsyatan kekekalan dan kedahsyatan singkatnya perjalanan hidup ini. Bukan hanya kekekalan yang dahsyat; singkatnya hidup ini juga dahsyat atau mengerikan. Kuasa kegelapan berusaha menyembunyikan kenyataan ini dengan cara menciptakan suatu suasana dunia yang seakan-akan tidak pernah ada ujungnya, sehingga membuat orang melupakan realitas kehidupan yang dahsyat.

Pemazmur mengajarkan doa, agar Tuhan mengajar kita menghitung hari-hari hidup kita. Itu tentu dimaksudkan agar kita memiliki hati yang bijaksana. Hati yang bijaksana adalah hati yang takut akan Tuhan secara benar, yaitu takut karena mengasihi dan menghormatiNya. Ini akan menggerakkan kita untuk berusaha mengenal Tuhan, melakukan kehendakNya dan hidup dalam perdamaian senantiasa dengan Dia. Jadi, orang yang tidak menyadari singkatnya waktu hidup ini adalah orang-orang yang pasti tidak bijaksana.

Perasaan krisis tersebut juga akan mendorong seseorang berusaha mengalami Tuhan secara nyata dan berlimpah. Tanpa pengalaman dengan Tuhan, kita tidak akan merasa nyaman dan tenang dalam hidup ini. Oleh karena Tuhan adalah rahasia terbesar dalam kehidupan, maka seluruh waktu hidup kita semestinya dihabiskan untuk mengenal Dia. Bukankah Paulus mengatakan bahwa yang dikehendaki adalah mengenal Tuhan dan kuasa kebangkitanNya (Flp. 3:10)? Kuasa kebangkitanNya hendak menunjuk pengalaman nyata dengan Allah yang hidup.

Kebutuhan akan perasaan krisis yang kudus ini perlu kita serukan sebab sebagian besar manusia hari ini tidak merasakannya. Mereka lebih mempunyai perasaan krisis yang tidak kudus, yang mendorong mereka memenuhi pikirannya dengan perencanaan-perencanaan pribadi tanpa memperhitungkan bahwa tenggat waktu akhir hidupnya bisa terjadi setiap saat. Itulah yang disebut Firman Tuhan sebagai kecongkakan (Yak. 4:13-16).

Atmosfer kehidupan seperti ini juga memiliki pengaruh yang kuat dalam kehidupan anak-anak Tuhan, sehingga mereka hidup dalam kecerobohan yang sangat membahayakan. Hal ini menjadi subur dewasa ini, sebab pokok pemberitaan di mimbar gereja juga hanya seputar berkat jasmani dan janji-janji kemakmuran di bumi. Marilah kita belajar menghitung hari-hari hidup kita ini, dan jika serius melakukannya, pasti kita akan menjadi semakin bijaksana.

Sunday, June 10, 2012

Berdoa Dalam Hati, Baikkah?


man-praying-alone.gif.jpeg
Pdt. Bigman Sirait
Bapak Pendeta yang kami hormati, saya ibu dari tiga anak yang sering kurang sepaham dengan suami tentang hal berdoa. Begini Pak Pendeta, sejak menikah, berdasarkan pengamatan saya, suami tidak pernah berdoa. Hingga kini anak kami sudah tiga, dia jarang sekali berdoa. Dia baru berdoa kalau saya minta atau bahkan paksa untuk berdoa saat makan bersama-sama. Kalau dia makan sendiri, pasti tidak berdoa. Padahal saya sendiri selalu berdoa mengucap syukur kalau makan, saat mau tidur, bangun tidur, mau bepergian, saya selalu sempatkan berdoa. Kalau saya tanyakan kepada suami kenapa dia tidak pernah berdoa, dia selalu menjawab bahwa dia selalu berdoa dalam hati. Menurutnya dia tidak mau berdoa secara demonstratif, sebab sama saja dengan orang Farisi yang berdoa di depan umum dengan suara kencang supaya semua orang lihat.
Pak Pendeta, saya sendiri sangat rindu di keluarga saya ada acara doa rutin sekeluarga dengan suami sebagai pembawa renungan dan memimpin doa. Saya khawatir sifat suami ini nanti ditiru anak-anak. Bagaimana menurut Pak Pendeta? Apakah kita hanya cukup dengan berdoa dalam hati saja? Terimakasih atas jawabannya.
    Ny. Uli
    Jakarta
REFORMATA.com - IBU Uli yang terkasih di dalam  Kristus, pertanyaan Anda cukup menarik untuk disimak. Doa yang menjadi warna kehidupan setiap umat Kristen ternyata memang disikapi berbeda oleh tiap orang. Mari kita telusuri dengan bijak. Yang pertama dan pasti adalah setiap orang percaya harus berdoa. Doa harus dipahami sebagai dialog dengan Allah, di mana kita belajar untuk semakin mengerti kehendak Allah. Dalam doa kita bersyukur dan memohon kepada-Nya. Setiap keperluan yang kita mohonkan benar menurut kita, tapi belum tentu sesuai menurut kehendak Allah. Itu sebab, dalam doa-Nya Tuhan Yesus sendiri mengajar kita untuk berkata: “Bukan kehendakku ya Bapa, melainkan kehendak-Mu-lah yang jadi (Matius 26: 39b).  Semangat itu juga sangat terasa dalam “Doa Bapa Kami”, di mana dalam memohon makanan atau rejeki, dikatakan, “Berilah kami makanan kami yang secukupnya” (Matius 6:11).
Dalam berdoa, dari hari kehari, dari pengalaman kepengalaman pemeliharaan Tuhan, kita pasti belajar untuk terus bisa menjadi benar dalam berdoa. Alkitab mengingatkan kita agar tidak berdoa hanya untuk memuaskan hawa nafsu, atau keinginan kemanusian belaka (Yakobus 4: 3), sehingga Tuhan tidak mendengarkan doa kita.
Nah, sekarang soal cara berdoa. Dalam Alkitab tidak ada keharusan cara dalam berdoa, apakah lipat tangan atau angkat tangan. Berdoa bersuara atau tidak, atau keras atau pelan. Yang dituntut oleh Tuhan dalam berdoa, adalah berdoa sebagai orang yang benar (tulus, tidak ada yang terselubung, dan untuk memuliakan Tuhan). Masalahnya memang ada kritikan Tuhan Yesus terhadap doa orang Farisi. Pertama orang Farisi yang selalu merasa suci selalu merasa hebat bahkan dalam doanya (Lukas 18: 11), itu yang Tuhan tidak suka, yaitu sikapnya, sombongnya, bukan berdoanya. Semua kita harus berdoa tapi jangan seperti orang Farisi yang sombong itu. Itu soal sikap hati.
Lalu soal berdoa di depan orang ramai. Memang ada saja orang yang berdoa dengan kepongahan ritualnya. Mereka berdoa dan mengucapkannya dengan berdiri dan suara keras tentunya, agar tampak mereka sedang berdoa dan terkesan rohani. Belum lagi, yang berdoa di tikungan jalan, betul-betul sangat pongah. Lalu doa yang dinaikkan berlomba panjang, dan mereka pikir dengan doa yang panjang Tuhan akan senang. Ironis, tetapi itu memang kenyataan perilaku agama yang salah (Matius 6: 5-7).
 Tetapi itu bukanlah alasan untuk kita tidak berdoa, karena Tuhan sendiri mengajar dan memerintahkan kita berdoa. Kita perlu berdoa bersuara jika sedang memimpin doa dalam sebuah kelompok persekutuan. Silahkan pula dalam hati, jika Anda memang sedang sendiri di tengah keramaian. Atau berdoa dalam hati di malam hari ketika sendiri, namun tidaklah juga salah jika Anda berdoa bersuara. Itu hanya soal sikap yang tampak, dari sebuah kegiatan berdoa, namun yang terpenting adalah sikap hati kita, yang justru tidak terlihat mata. Jadi berdoa merupakan bagian hidup yang tidak terpisahkan dari keimanan kita yang benar.
Soal suami tidak mau berdoa, saya pikir perlu pendekatan yang kondusif dan intim. Artinya, kita harus mencari tahu mengapa suami tidak suka berdoa dengan bersuara, atau selagi bersama-sama. Siapa tahu ada latar belakang tertentu yang membuatnya tidak mau berdoa bersama. Apalagi tampaknya suami punya alasan, sekalipun kebenaran alasan itu juga perlu dibuktikan. Sehingga semuanya betul-betul menjadi terang. Karena sungguh tidak nyaman jika untuk berdoa ada percekcokan di antara kita. Itu suasana yang tidak baik, karena Tuhan menuntut kesehatian dalam kita berdoa bersama.
Jadi Ibu Uli yang dikasihi Tuhan, usahakan ngobrol berdua dengan Bapak, dengan alasan untuk kebaikan bersama sebagai keluarga. Soal anak-anak, tentu saja mereka mudah terprovokasi oleh sikap kita. Saya sependapat bahwa kebiasaan tidak berdoa bisa jadi pengaruh buruk bagi anak-anak. Karena itulah perlu diskusi mendalam. Namun sementara usaha berbicara dengan Bapak, Ibu juga harus memberi penjelasan yang baik kepada anak anak, agar jangan sampai mereka berpikir tidak perlu berdoa. Kerinduan Ibu agar keluarga memiliki persekutuan tersendiri sangatlah terpuji. Ini bisa menjadi benih yang baik di dalam kebahagian rumah tangga, dan dalam pertumbuhan kerohanian anak-anak kita. Semua hal ini jadikan bahan pembicaraan dengan suami, semoga dia menyadarinya dan melakukannya dalam kesadaran yang penuh sebagi orang percaya.
Berdoa tidak mungkin kita abaikan, karena berdoa adalah nafas hidup keimanan kita. Terus dorong anak anak berdoa, dan mendoakan ayah mereka agar mau berdoa bersama. Tapi jangan memberi penjelasan yang salah pada anak-anak sehingga menjadi antipati terhadap ayah mereka. Di sini Ibu harus bertindak bijak. Saya menyadari ini tidaklah mudah, tetapi akan menjadi sangat menyenangkan jika mendapatkan keluarga kita menjadi keluarga yang berdoa.
Jadi Ibu Uli yang dikasihi Tuhan, sekali lagi saya sampaikan, berdoa memang bukan soal bersuara atau tidak (dalam hati), tetapi lebih kepada soal sikap hati. Tapi jika kita berdoa bersama tentu saja harus bersuara, agar dapat dipahami oleh yang lainnya, dan bisa diaminkan. Sebaliknya jika sendirian, silakan memilih yang nyaman bagi kita pribadi. Contoh-contoh yang salah, tentu saja jangan ditiru, tetapi juga jangan dijadikan alasan untuk tidak berdoa. Biarlah menjadi pokok doa Ibu agar waktunya segera tiba keluarga menjadi keluarga yang berdoa. Saya percaya kerinduan yang baik pasti dikabulkan oleh Tuhan. Biarlah kiranya Tuhan menggerakkan hati Bapak, bahkan seluruh keluarga sehingga memiliki semangat yang sama dalam berdoa.
Maju terus, dan jangan pernah berhenti untuk hidup di dalam doa, karena berhenti berdoa berarti kita menghentikan kehidupan iman kita. Berdoa agar Bapak bisa menjadi imam dalam rumah. Ada banyak kesaksian para ibu yang sangat meneguhkan, bagaimana mereka berdoa sehingga suami menyadari tugas keimamannya, dan keluarga mereka menjadi keluarga yang berdoa. Kiranya untuk kesempatan berikut Ibu akan menjadiorang yang menyaksikannya. Selamat berjuang, Tuhan pasti menyertai dan memampukan Ibu menjadi berkat didalam kehidupan rumah tangga (1 Korintus 7: 14). Kiranya jawaban ini boleh menjadi berkat bagi kita semua

Monday, May 28, 2012

Khamisyim Yom


Oleh : Pdt.Dr. Erastus Sabdono
From Truth Daily

Baca: Kisah Rasul 2:1-47
Alkitab dalam setahun: 1 Tesalonika

Banyak orang Kristen sering menyebut kata Pentakosta ini dan merayakan hari Pentakosta tetapi tidak mengerti apa sebenarnya Pentakosta itu. Sebenarnya Pentakosta adalah hari raya milik orang Yahudi yang mereka sebut “ khamisyim yom” (Imamat 23:16, םיִׁ֣שִּמח םוֹ֑י). Khamisyim artinya lima puluh, sedangkan yom artinya hari jadi. Khamisyim yom artinya hari ke lima puluh. Disebut hari ke lima puluh maksudnya hendak menunjuk kepada jumlah hari mulai dihitung dari persembahan berkas jelai pada permulaan hari raya Paskah. Pada hari ke lima puluh tersebut dijadikan hari raya mereka. Hari raya ini juga disebut sebagai hari raya menuai (khag haqqatsir), juga disebut sebagai hari raya buah bungaran (yom habbbikurim). Hari raya ini diumumkan sebagai “pertemuan kudus”. Pada hari itu laki-laki tidak boleh bekerja keras, mereka semua berkumpul di tempat kudus untuk beribadah kepada Tuhan. Pentakosta adalah hari sukaria, dimana mereka mensyukuri berkat tuaian gandum sekaligus menunjukkan rasa takut dan hormat mereka kepada Yahweh. Pada hari raya tersebut mereka diperintahkan untuk membawa persembahan kepada Tuhan sebagai ucapan syukur kepada Tuhan.
Pada hari itu digunakan mereka juga memperingati pembebasan dari perbudakan bangsa Mesir. Pada perkembangannya hari raya ini juga dipakai untuk memperingati pemberian hukum taurat di Sinai. Dalam bahasa Yunani “khamisyim yom” diterjemahkan pentekonta hemera, yang artinya hari ke lima puluh. Pentakosta diambil dari kata ini. Tuhan memakai momentum ini untuk menyatakan kemuliaan-Nya, yaitu turun-Nya Roh Kudus yang dijanjikan sebagai “pentabisan gereja Tuhan” (Kis. 2:1-13). Pada hari Pentakosta tersebut murid-murid berkumpul di Yerusalem berdoa dan berpuasa, Tuhan mencurahkan Roh Kudus sebagaI nubuatan nabi Yoel (Kis. 2:17-21). Pada waktu itulah murid-murid dipenuhi Roh Kudus dan mulai berkata dalam bahasa-bahasa lain (lalein heterais gloossais). Lalein heterais gloossais bisa berarti bahwa murid-murid Yesus berbicara dalam berbagai bahasa yang mereka sendiri tidak pernah belajar, tetapi lalein heterais gloossais juga adalah berbahasa dalam satu bahasa yang dimengerti oleh banyak orang dari berbagai kelompok seolah-olah murid-murid itu berbicara dalam bahasa mereka. Inilah menjadi hari kelahiran gereja Tuhan di dunia. Mata dunia dibuka untuk melihat peristiwa besar yaitu penuangan Roh Kudus sebagai konfirmasi bahwa karya keselamatan Allah dalam Yesus Kristus adalah jalan keselamatan dari Tuhan dan Allah telah menggenapi semua perjanjian dan nubuatan-Nya.
Pencurahan Roh Kudus menggenapi karya keselamatan
manusia oleh Allah Bapa melalui Yesus Kristus.