Monday, February 28, 2011

Berbahagialah

Matius 5 : 3-11
Ketika Yesus Mengajar atau terkenal dengan kotbah di Bukit :

1.      Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
2.      Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.
3.     Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.
4.      Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.
5.      Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.
6.     Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.
7.      Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.
8.      Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
9.      Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.

Berbahagialah orang yang membacanya dan melakukan kehendak-Nya dalam kehidupan sehari hari, Amin GBU.  


Sunday, February 20, 2011

Menghayati Kehadiran Tuhan


Oleh : Pdt.Dr. Erastus Sabdono
From: Truth Daily Enlightenment

Baca: Mazmur 24:1–2
Alkitab dalam setahun: Ayub 29–31

Sesungguhnya manusia itu tidak pernah bisa bebas. Manusia harus terikat. Masalahnya adalah terikat oleh siapa, Tuhan atau Iblis. Manusia yang mau terikat dengan Tuhan harus ada dalam kesadaran terus-menerus bahwa dirinya hidup di semesta yang diperintah oleh Tuhan.
Oleh sebab itu yang terpenting adalah mendahulukan Kerajaan Allah. Di dalamnya termasuk belajar hidup dalam penghayatan bahwa kita hidup dalam pemerintahan Tuhan yang tidak kelihatan. Karena itu kita harus peduli hukum-Nya, kehendak-Nya dan rencana-Nya agar digenapi. Memang kita belum sempurna; untuk menjadi sempurna juga tidak bisa instan; tetapi menghayati kehadiran Tuhan adalah sangat perlu agar kita dapat bertumbuh dalam kesucian-Nya. Ada beberapa hal yang akan kita alami dan rasakan bila menghayati kehadiran Tuhan dalam hidup ini.
Pertama, menghayati kehadiran Tuhan dalam hidup ini akan menghindarkan kita berbuat salah. Kita akan memiliki perasaan takut akan Tuhan yang sangat kuat, yang membuat kita berusaha untuk mencapai kesucian seperti yang dikehendaki oleh Bapa.
Kedua, menghayati kehadiran Tuhan akan membuat kita merasakan damai sejahtera-Nya dan terbebas dari perasaan takut, cemas, khawatir dan berbagai perasaan negatif lainnya sekalipun di bumi ini banyak bahaya yang tidak pernah kita duga. Orang yang mudah memiliki perasaan negatif umumnya kurang menghayati kehadiran Tuhan.
Ketiga, menghayati kehadiran Tuhan akan membuat hati kita selalu rindu memuliakan Tuhan. Kita tidak hanya memuliakan Tuhan sesaat pada waktu menyanyi di gereja, tetapi selalu memuliakan dan menghormati Tuhan dengan benar dalam penghayatan terus-menerus. Menghormati Tuhan berarti menyadari bahwa hanya Tuhan yang layak dihormati. Kita tidak perlu berusaha mencari penghormatan atau nilai diri dari siapa pun; maka kita pun akan bersikap rendah hati.
Keempat, menghayati kehadiran Tuhan akan mendorong kita selalu bernyala-nyala dalam pembelaan bagi Tuhan. Dalam melayani Tuhan, kita akan memiliki sikap hati yang benar; tidak melayani karena menginginkan suatu upah atau hadiah—baik materi, sanjungan, pujian atau yang lain.
Kebenaran ini tidak cukup hanya diaminkan, tetapi harus diperagakan sehingga benar-benar membuktikan bahwa kita menghayati kehadiran Tuhan. Memperagakannya akan memberikan kekuatan batin yang luar biasa dalam diri kita.
Kita harus menghayati kehadiran Tuhan agar dapat bertumbuh dalam kesucian-Nya.

Tuesday, February 8, 2011

Dunia Tanpa Yesus

Oleh : Pdt. Dr. Erastus Sabdono
From: Truth Daily Enlightenment

Februari 2011
Baca: 2 Korintus 4:3–4
Alkitab dalam setahun: Matius 27–28

Dunia hari ini dikuasai oleh semangat hidup affluenza. Istilah ini merupakan gabungan dari kata affluence (kekayaan) dan influenza (penyakit flu). Maksudnya, keadaan di mana orang memiliki keinginan tanpa batas ke mana saja—uang, harta benda, penampilan, ketenaran—kapan saja dan di mana saja, yang semakin diumbar semakin liar tak terkendali.
Itulah dunia tanpa Yesus Sang Juruselamat. Maksudnya bukan berarti tidak ada Juruselamat, melainkan karena mereka menolak penyelamatan-Nya. Semangat hidup affluenza ini mendorong manusia untuk mencari ilah zaman ini—segala sesuatu yang dicari orang tetapi menyingkirkan Allah—dan membutakan mata hati manusia, sehingga tidak melihat cahaya Injil kemuliaan Kristus.
Saat mata hati seseorang sudah buta terhadap Injil, maka tidak akan ada keselamatan atasnya, sebab Injil adalah kuasa Allah yang menyelematkan (Rm. 1:16). Tidak mungkin seseorang dapat memiliki Tuhan Yesus tanpa Injil; tetapi kalau seseorang memiliki Injil, otomatis ia memiliki Tuhan Yesus. Dalam hal ini yang penting bukan hanya pengakuan dengan mulut bahwa Yesus adalah Tuhan, tetapi juga dengan pengertian akan Injil yang membuat seseorang mengerti kehendak Tuhan.
Dunia tanpa Yesus tidak mengherankan kita, karena Alkitab juga menyatakan banyak penduduk dunia memang sudah menolak-Nya (Yoh. 1:12-13). Tetapi mungkin kita heran, kalau di dunia ini ternyata ada orang Kristen tanpa Yesus, gereja tanpa Yesus, persekutuan tanpa Yesus, lembaga Kristen tanpa Yesus, bahkan sekolah Alkitab tanpa Yesus. Bagaimana ini bisa terjadi?
Seseorang yang mempunyai Yesus akan melakukan hal-hal yang membuat-Nya berkenan padanya. Ia tidak mungkin bersekutu dengan orang yang memberontak kepada Bapa. Dua ribu tahun yang lalu Tuhan Yesus disalibkan oleh orangorang Yahudi yang memang merindukan Mesias tetapi dibutakan oleh ilah zaman itu sehingga tidak mengenal hikmat Allah (1Kor 2:6-8). Sekarang Tuhan Yesus disalibkan kembali oleh orang-orang Kristen yang dibutakan oleh ilah zaman ini sehingga tidak mengenal hikmat Allah yang murni. Mereka menyelenggarakan kebaktian dan berbagai kegiatan gereja, tetapi sesungguhnya tidak mengerti apa yang dikehendaki Tuhan. Tuhan menginginkan Injil keselamatan yang menyelesaikan masalah dosa diberitakan, tetapi mereka mengajarkan Injil kemakmuran yang dengan semangat affluenza berusaha memanipulasi Tuhan. Itu sama dengan menolak jalan keselamatan yang ditawarkan Tuhan. Waspadalah agar tidak dibutakan.
Tidak mungkin seseorang dapat memiliki Tuhan Yesus tanpa Injil.

Sunday, February 6, 2011

Hukum Yang Bersifat Batiniah


Oleh : Pdt.Dr.Erastus Sabdono.
From : Truth Daily Enlightenment

Februari 2011
Baca: Matius 5:17–48
Alkitab dalam setahun: Matius 15–17

Pada intinya, melayani Tuhan adalah melakukan kehendak Tuhan. Melakukan kehendak Tuhan bukan hanya melakukan hukum-hukum atau peraturan-peraturan—seperti anggapan banyak orang beragama pada umumnya. Sejatinya ini adalah pola kehidupan umat Perjanjian Lama, yaitu mereka yang belum mengenal kebenaran yang diajarkan dalam Injil. Ketika seseorang hanya terpancang pada peraturan-peraturan, sebagai akibatnya ia malah tidak melakukan apa yang dikehendaki oleh Tuhan dengan tepat.
Pada zaman Perjanjian Baru—yaitu setelah Tuhan Yesus menggenapi Taurat-Nya (ay. 17)—maka umat pilihan dipanggil untuk melakukan kehendak Tuhan bukan hanya yang tertulis secara legal formal. Hukum legal formal artinya hukum yang sesuai dengan bunyinya. Misalnya, “Jangan membunuh”, kalau diartikan secara legal formal, tentu maksudnya, “Jangan menghabisi nyawa orang lain”. Tetapi dalam Taurat yang disempurnakan oleh Tuhan Yesus, rumusannya lain; Ia mengatakan, orang yang membenci orang lain saja sudah sama dengan membunuh (ay. 21–22). Contoh lainnya, pengertian zina menurut umat Perjanjian Lama dan agama-agama pada umumnya adalah melakukan hubungan seks di luar pernikahan. Tetapi bagi umat Perjanjian baru, terbakar hawa nafsu bila melihat lawan jenis saja sudah merupakan pelanggaran zina (ay. 27–28).
Hukum Tuhan yang bersifat batiniah (menekankan sikap batiniah) ini bernilai jauh lebih tinggi daripada hukum yang tertulis, sebab kehendak Tuhan tidak bisa dirumuskan dengan kata-kata dan kalimat. Hukum yang tertulis tak mungkin dapat mewakili kehendak Tuhan yang sempurna.
Perlu diketahui bahwa dalam bacaan Alkitab kita hari ini Tuhan Yesus tidak bermaksud menyusun syariat atau hukum, tetapi hendak membuat perbandingan antara Taurat dan hukum yang disempurnakan. Dengan menyelenggarakan hidup sesuai hukum batiniah tersebut, Tuhan Yesus menunjukkan bahwa umat Perjanjian Baru adalah umat yang luar biasa dalam kelakuannya, melebihi tokoh-tokoh agama pada zamannya (ay. 20).
Untuk bisa melakukan hukum yang bersifat batiniah ini, kita tidak cukup belajar butir-butir hukum yang tertulis. Kita harus mengenal kebenaran, salah satunya dengan menggali Firman-Nya. Mengenal kebenaran akan membuat kita menjadi cerdas untuk mengerti kehendak-Nya, dan dengan melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya, kita melayani-Nya.
Hukum Tuhan yang bersifat batiniah
bernilai jauh lebih tinggi daripada hukum yang tertulis.