Tuesday, March 30, 2010

Jangan Berhenti Memeriksa Diri


Jangan Berhenti Memeriksa Diri

Oleh : Pdt.Dr.Erastus Sabdono.

Jika seseorang tidak memperagakan pribadi Kristus, berarti ia memperagakan pribadi setan. Mengenakan pribadi setan berarti ikut menceraiberaikan, bukan mengumpulkan.

Matius 16:23 dikatakan “Enyahlah iblis Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” Perkataan Tuhan Yesus kepada Petrus ini sangat mengejutkan : bagaimana bisa Petrus yang selama ini telah bersama-sama dengan Tuhan Yesus tidak mengerti pikiran Tuhan? Ia mencoba menghalangi rencana Tuhan atau menjadi batu sandungan Tuhan yang mau ke Yerusalem untuk memikul salib. Petrus menjadi alat iblis yang terselubung, padahal tentunya Petrus seperti murid yang lain pernah mengusir setan, Sungguh ironis.

Ini memberikan pelajaran yang berharga bagi kita bahwa kedekatan seseorang secara fisik dengan Tuhan pun tidak menjamin ia memiliki pikiran Tuhan dan mengerti kehendak-NYa. Kalau Petrus murid Tuhan Yesus yang terkemuka bisa kerasukan setan, bukan tidak mungkin orang-orang yang selama ini dianggap rohani atau dekat dengan Tuhan dan aktif dalam pelayanan gereja bisa juga menjadi alat pelayan gereja bisa juga menjadi alat setan yang sangat terselubung. Hal ini harus kita waspadai dengan seksama.

Sebagai perenungan : Apakah kita yakin semua orang Kristen mengerti pikiran Tuhan? Orang yang mengerti pikiran Tuhan pasti memperagakan pikiran dan perasaan Tuhan. Inilah kehidupan seorang yang mengenakan pribadi Kristus. Kehidupan seperti ini adalah kehidupan yang pasti mengubah orang lain. Sesungguhnya inilah yang dimaksud menjadi terang dan garam dunia, kehidupan sebagia saksi Kristus yang efektif. Anak Tuhan menjadi surat yang terbuka yang dibaca setiap orang (2 Kor.3:2-3). Orang yang diselamatkan karena melihat perbuatan baik seorang anak Tuhan akan menjadi orang Kristen yang sejati. Mekanisme yang benar dalam proses penyelamatan adalah : bila orang kafir melihat perbuatan baik anak Tuhan, ia dipertobatkan dan lalu didewasakan.

Sebenarnya Tuhan memiliki rencana untuk menyelamatkan orang-orang di sekitar kita bagi kerajaan Allah, tetapi berhubung kelemahan watak dan karakter kita yang terekspresikan melalui perbuatan, maka mereka tidak menjadi orang percaya yang gagal membawa orang lain kepada Tuhan menjadi batu sandungan. Orang yang tidak mengenakan pikiran Kristus akan mengenakan pikiran sendiri, sehingga semua yang dilakukannya merupakan ekspresi dari diri sendiri yang fasik. Tokoh besar dari India, Mahatma Gandi pernah menyatakan bahwa yang membuat ia tidak akan pernah menjadi orang Kristen adalah orang-orang Kristen sendiri yang tidak menampilkan kehidupan seperti Gurunya, Tuhan Yesus Kristus . Oleh sebab itu dalam pelayanan kita, kita harus menampilkan kehidupan Tuhan Yesus. Sayangnya hari ini banyak “hamba Tuhan “ lebih dekat untuk untuk disebut “selebriti”, daripada seorang “hamba” seperti Guru dan Tuhannya.

Memang untuk menjadi saksi Kristus bagi orang lain harganya sangat mahal, yaitu harus mematikan segala hal yang tidak sesuai dengan kehendak Allah, sehingga dapat memperagakan pribadi setan. Mengenakan pribadi setan berarti ikut menceraiberaikan, bukan mengumpulkan. Dengan ini sekali lagi kita ditantang untuk mengambil sikap, di pihak siapa kita berdiri : Tuhan atau setan? Akhirnya jangan berhenti memeriksa diri, apakah kita masih berjalan dalam kehendak Tuhan atau tidak dalam setiap butir kehidupan yang kita jalani. Solagracia.

Friday, March 26, 2010

Korma


Korma

Bacaan hari ini: Mazmur 92
Ayat mas hari ini: Mazmur 92:13,14
Bacaan Alkitab Setahun: Hakim-hakim 1-3; Lukas 4:1-30


Pohon korma itu istimewa. Ia mampu tumbuh di tengah gurun gersang di Timur Tengah. Di tengah cuaca panas dan persediaan air yang minim, korma bukan sekedar bisa bertahan hidup. Ia pun mampu berbuah. Bahkan, buahnya manis. Makin tua pohonnya, makin manis buahnya! Daya tahan pohon korma terletak pada akarnya. Ketika biji korma tumbuh, akarnya lebih dulu tumbuh menghunjam jauh ke dalam tanah. Mencari air. Baru setelah itu tumbuh batang dan daunnya.
Pemazmur menggambarkan orang beriman bagaikan pohon korma yang ditanam di bait Tuhan. Firman dan kehadiran Tuhan menjadi makanannya. Ini membuatnya bertumbuh sehat dari tahun ke tahun. Hasilnya? Setelah menjadi tua, ia tetap dapat berbuah manis sekalipun tubuh makin renta dan sakit-penyakit melanda. Ketika kecantikan fisik memudar, kecantikan batin makin nampak. Ia puas terhadap Tuhan. Ia tidak menuduh Tuhan curang (ayat 16), sehingga dapat bersaksi tentang kebaikan-Nya. Sebaliknya, orang tak beriman digambarkan seperti tumbuh-tumbuhan yang tak berbuah (ayat 8). Bertambahnya usia membuat hati mereka menjadi makin pahit, bukan makin manis. Tumpukan persoalan, dendam, dan kekecewaan memenuhi hati. Bagi mereka, masa tua menakutkan dan menyedihkan.
Cobalah periksa; dari tahun ke tahun, hidup Anda makin manis atau makin pahit? Makin suka bersyukur atau mengeluh? Makin puas dengan Tuhan dan sesama, atau makin kecewa? Makin mudah mengampuni atau makin menumpuk dendam? Tanamlah diri Anda di Bait Tuhan. Serap dan taati firman-Nya. Hidup Anda pun akan berbuah manis bagai korma!

Bisa menghadapi tiap hari dengan senyuman
adalah berkat istimewa dari Tuhan

Penulis: Juswantori Ichwan

Thursday, March 25, 2010

Masygullah hati- Nya / Mengapa Yesus Menangis?


Mengapa Yesus Menangis?

Baca : Yohanes 11:32-34
Alkitab dalam setahun : Lukas 23-24


artikel ini diambil dari : Renungan Truth edisi Maret 2010

Pasti kita sudah akrab dengan kisah Tuhan Yesus membangkitkan Lazarus.
Dalam kisah tersebut terdapat ayat yang dalam bahasa aslinya terpendek diseluruh Alkitab: "Maka menangislah Yesus" (ayat 35).Mengapa Yesus menangis? Dengan pengertian yang benar, ayat yang terpendek ini akan menjadi ayat sangat kuat.

Penting diketahui, kata yang digunakan dalam ayat ini berbeda dengan kata yang digunakan untuk menggambarkan tangisan Maria dan orang-orang Yahudi (ayat.33). Di sana digunakan kata (klaio)yang artinya "menangis meraung-raung". Sementara Yesus hanya meneteskan air mata (edakrusen, dari akar kata (drakruo)), jauh dari kecengengan. Tetapi perlu diketahui bahwa setegar-tegarnya Tuhan Yesus, ia pun mempunyai emosi yang bisa tersentuh dan sedih yang termanifestasi dalam tangisan. Tentu Ia tidak sedih karena kehilangan sahabat-Nya, karena Ia tahu bahwa ia akan segera membangkitkan Lazarus. Jadi mengapa?

Pertama, Yesus menangis karena Ia teringat akan akibat dosa. Sebagai Allah yang Kudus, Ia benci terhadap dosa. Menyaksikan bagaimana dosa bisa merusak dan membunuh sangat menyedihkan bagi-Nya. Apakah kita merasakan hal ini juga, bagaimana dosa bisa merusak, dan membuat orang lain mati, bahkan mati tanpa pengenalan akan Tuhan yang benar, sehingga berakibat kebinasaan kekal?

Kedua, Ia melihat ketidakpercayaan pada orang-orang yang dikasihi-Nya. Ia telah mengatakan bahwa Lazarus akan bangkit, tetapi tidak ada yang percaya. Bahkan Maria, orang terakhir yang diharapkan-Nya untuk percaya, ternyata juga tidak percaya (ay.32). Demikianlah, Yesus sedih jika kita tidak percaya kepada-Nya. Hati-Nya sakit menyaksikan kita menyangsikan kebenaran Injil-Nya, seperti kebaikan-Nya dalam segala hal, termasuk dalam penderitaan (Rm.8:28).

Ketiga, Ia melihat kemunafikan orang Yahudi yang menangis meraung-raung (ay.33). ini dibuktikan dengan penggunaan kata "masygul" (embrimaomai), artinya "marah terhadap kesalahan atau ketidakadilan". Yesus sedih melihat praktik keagamaan yang munafik, yang tidak menyembah Tuhan dalam roh dan kebenaran, tetapi dalam daging dan kepalsuan.

Masihkah kita melakukan hal-hal yang membuat Tuhan meneteskan air mata-Nya? Masihkah kita tidak percaya kepada-Nya dan kepada Injil yang murni? Masihkah kita hanya menjadi Kristen agamawi, dan belum mau menyerahkan sepenuh hidup kita kepada-Nya? Bertobatlah.

Tinggalkanlah hal-hal yang membuat Tuhan meneteskan air mata-Nya .

Wednesday, March 24, 2010

Spektakuler (untuk mengingat kematian Tuhan Yesus)


Spektakuler

Bacaan hari ini: Yohanes 12:12-19
Ayat mas hari ini: Yohanes 12:18
Bacaan Alkitab Setahun: Yosua 10-12; Lukas 1:39-56


Olimpiade ke-29 dibuka di Beijing, Cina, 8 Agustus 2008, jam 8.08 waktu setempat. Sekitar 90.000 penonton yang hadir di Stadion Bird Nest dan empat miliar pasang mata di seluruh dunia yang menyaksikan lewat televisi, dibuat terpukau dengan atraksi pembukaan berbiaya hingga US$40 miliar itu. Esok harinya headline surat kabar di seluruh dunia memuji pesta akbar pembukaan yang disebut-sebut terhebat sepanjang sejarah Olimpiade. Pujian tak pelak diberikan pada panitia penyelenggara. Satu kata yang bisa menggambarkannya: spektakuler.
Kejadian spektakuler memang mengagumkan. Orang akan dibuat kagum ketika sesuatu yang tidak terpikirkan akal, tidak pernah terbayangkan, tidak pernah diduga, terjadi. Kejadian seperti ini biasanya akan menyebar dengan cepat menjadi buah bibir. Itulah yang dialami oleh Tuhan Yesus sesaat ketika Dia memasuki Yerusalem. Orang banyak itu telah menyaksikan kejadian “spektakuler” yang Tuhan Yesus buat; orang buta melihat, orang sakit disembuhkan, orang mati dibangkitkan, orang lumpuh berjalan.
Itu sebabnya Yesus bukannya senang, tetapi justru menangisinya (Lukas 19:41). Dia tidak ingin orang-orang mengikut Dia karena kejadian spektakuler. Maka, Dia kerap berpesan kepada orang-orang yang melihat mukjizat-Nya, supaya mereka tidak bercerita kepada siapa-siapa (Markus 7:36, Matius 9:30, Lukas 8:56). Dia ingin orang mengikut Dia dengan tulus hati. Dia tahu, iman yang berpangkal pada kejadian spektakuler itu sangat rapuh. Buktinya orang banyak di Yerusalem itu; hari ini mereka mengelu-elukan Dia, beberapa hari kemudian mereka berteriak, “Salibkan Dia! Salibkan Dia!”

DASARKAN IMAN BUKAN PADA KEJADIAN DI LUAR DIRI
TETAPI PADA KASIH DAN KETULUSAN DI DALAM HATI

Penulis: Ayub Yahya