Wednesday, January 30, 2013

Menjadi Seorang yang Mempersiapkan Diri

Oleh : Pdt. Dr. Erastus Sabdono 

Tidak terasa kita sudah di awal tahun 2013. Kita mengakui bahwa kehidupan ini bisa berlangsung karena kehadiran Tuhan di dalamnya. Senantiasa kita diingatkan akan kehidupan yang akan datang. Kalau demi hal-hal yang tidak pasti tersebut kita bisa mempersiapkan diri sebaik-baiknya, mengapa untuk hal yang pasti kita akan alami, tidak kita persiapkan diri lebih serius? Ingatlah bahwa kuasa kegelapan berusaha membuat manusia melupakan realitas kematian ini. Berbagai filosofi hidup yang salah disuntikkan ke dalam pikiran melalui berbagai media, agar manusia tidak mempedulikan realitas tersebut. Demikianlah kenyataannya, bahwa banyak orang kini menggulirkan hari hidupnya tanpa kesadaran sama sekali bahwa hari hidupnya tersebut bisa berhenti setiap saat. Mereka bersikap seakan-akan perjalanan hidup ini akan berlangsung tiada akhir. Mereka berpikir kematian bukan bagian hidup mereka. Betapa malangnya. Kenyataan yang bisa dilihat dengan jelas, banyak orang yang hanyut dan tenggelam dengan berbagai kegiatan, kesibukan, masalah dan lain sebagainya sedang dibawa ke pembantaian abadi atau dipersiapkan menjadi sampah kekal.
Karena kematian adalah realitas yang tidak pernah diprediksi kapan terjadinya, maka persiapan harus dilakukan sejak sekarang. Ya, selalu sekarang. Untuk ini pertobatan harus dilakukan sekarang, tiap hari. Sepanjang tahun 2012, jangan-jangan kita tidak melakukan pertobatan yang serius sampai akhirnya mungkin kita tidak menyadari kesalahan/dosa yang terus menerus kita lakukan. Hari ini kita diberi kesempatan untuk mempersiapkannya kembali, berjaga-jaga dengan doa yang tak berkeputusan, suatu relasi yang dibangun dengan Tuhan. Banyak hal yang bisa diabaikan dan dianggap tidak penting. Yang tidak penting harus bisa disingkirkan, tetapi persiapan menyongsong kematian tidak boleh ditunda. Ini harus dianggap penting dan darurat. Kita harus selalu berpikir bahwa hari ini adalah hari terakhir kita hidup. Besok tidak ada kesempatan lagi. Jadi setiap kali disebut hari ini, berarti kesempatan sangat berharga untuk membenahi diri. Bila kita membiasakan diri memiliki sikap seperti ini, maka barulah kita pahami dan dapat melakukan apa yang dimaksud dengan mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenaranNya (Mat. 6:33).
Karena rahmat Allah telah melahirkan kita kembali kepada suatu hidup yang penuh harapan, selalu ada kesempatan bagi setiap orang yang mau serius mempersiapkan diri menjadikannya sebuah pengharapan yang tidak dapat cemar dan tidak dapat layu yang tersimpan di Sorga bagi kita. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Ia akan memakai segala kejadian untuk penyempurnaan iman kita. Semua pengalaman hidup kita, yang menyenangkan maupun menyakitkan, merupakan sarana pembentukan pribadi kita sekaligus pengumpulan berkat abadi berupa kekayaan dalam Kerajaan Sorga. Inilah pengharapan yang bernilai kekal yang membuat kita semakin bergairah. Mari selalu persiapkan diri dengan terus mengasah hati nurani kita setiap saat. Sehingga ketika hari itu tiba, kita bisa menjadi orang yang diharapkan Tuhan.

Tuhan Belum Dipuaskan

Oleh : Pdt. Dr. Erastus Sabdono

Banyak orang Kristen yang berpendapat, kalau sudah tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar moral dan rajin pergi ke gereja, berarti sudah memiliki pertobatan yang benar. Mereka juga beranggapan kalau sudah bisa mengikuti liturgi, memuji nama Tuhan dan melakukan kegiatan gereja berarti mereka sudah memuaskan hati Tuhan. Mereka juga berpikir kalau berani percaya kepada kuasa dan kebaikan Tuhan, berarti Tuhan dimuliakan dan mereka merasa sudah di pihak Tuhan. Setelah itu tidak ada lagi yang perlu digumuli secara serius kecuali mempertahankan kehidupan yang tidak bertentangan dengan moral dan rajin ke gereja. Pandangan hidup ini sejatinya masih meleset dari kebenaran. Lebih celaka lagi kalau berurusan dengan Tuhan hanya karena mau mengurusi masalah pemenuhan kebutuhan jasmani.

Sejatinya Tuhan belum merasa puas kalau hanya berpindah dari agama lain atau tidak melakukan praktek perdukunan. Seakan-akan Tuhan membutuhkan pengikut untuk menyenangkan hatiNya. Padahal langkah orang Kristen seperti itu hanya merupakan usaha memanfaatkan dan memanipulasi Allah. Mereka masih berdiri di pihaknya sendiri, bukan di pihak Tuhan. Mereka masih egois, hidup untuk dirinya sendiri, tidak mengabdi kepada Tuhan dan belum menjadikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan yang harus dipatuhi secara mutlak. Sebenarnya Tuhan mereka adalah perut mereka sendiri (Flp. 3:18-21). Mereka masih berstatus sebagai musuh salib Kristus yang artinya memiliki hidup belum sepadan atau belum sesuai dengan maksud salib Tuhan diadakan. Salib diadakan agar manusia hidup sebagai warga Kerajaan Sorga yang baik, yaitu hidup dalam kehendak Tuhan. Dalam hal ini kita jumpai banyak orang Kristen yang tidak bertumbuh. Kalau pikiran mereka tidak dibongkar oleh Firman Tuhan, mereka tidak akan pernah mengenali keadaan mereka yang sebenarnya belum menjadi warga Kerajaan Sorga yang baik. Mereka dikunci Iblis dalam kebodohan sehingga mereka tidak pernah menjadi anak Allah. Ingat, bahwa yang menjadi anak Allah adalah mereka yang telah ditebus dari cara hidup yang sia-sia yang diwarisi dari nenek moyang (1 Ptr. 1:1-17). Menjadi orang baik yang bergereja belum berarti sudah ditebus dari cara hidup yang sia-sia. Cara hidup yang sia-sia adalah cara hidup yang hanya menuruti kehendaknya sendiri, bukan kehendak Allah. Betapa malangnya orang-orang Kristen yang merasa telah ditebus oleh darah Tuhan Yesus padahal mereka menolak menjadi anak tebusan. Menjadi anak tebusan berarti bersedia hidup dengan cara hidup yang baru. Cara hidup yang baru itu adalah hidup dalam kehendak Tuhan.