Friday, March 2, 2012

Prospheno


Oleh : Pdt. Dr.Erastus Sabdono
From : Truth Daily

Baca: Ibrani 5:7
Alkitab dalam setahun: Markus 14

Mengapa Tuhan Yesus bangkit? Apakah karena kuasa Allah yang luar biasa yang membangkitkan-Nya? Kalau karena kuasa Allah yang membangkitkan tanpa mempertimbangkan kelakuan dalam kehidupan Tuhan Yesus, maka berarti Allah tidak adil dan nepotisme. Sejatinya Tuhan Yesus bangkit karena Tuhan Yesus “saleh”. Dalam Ibrani 5:7 tersurat, “Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan.” Perhatikan kalimat “karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan.” Kalau Tuhan Yesus tidak saleh Ia akan tetap ada dalam kubur. Jadi kebangkitan Tuhan Yesus adalah prestasi-Nya sendiri yang menyediakan diri untuk hidup dalam kesalehan. Kebangkitan-Nya bukti bahwa ia “lulus”, taat kepada Bapa, taat sampai mati bahkan mati di kayu salib. Itu adalah prestasi-Nya sendiri. Maksudnya bahwa Bapa tidak memberikan kemudahan-kemudahan agar Ia dapat menang atau bisa hidup saleh dengan mudah. Alkitab menegaskan bahwa “dalam segala hal Ia disamakan dengan saudara-saudaraNya,” Yang dimaksud dengan “saudara” disini adalah manusia (Ibr. 2:17). Ia juga walaupun Anak (Anak Tunggal Allah), Ia belajar taat dari apa yang diderita-Nya (Ibr. 5:8). Dalam hal ini kita bisa mengerti mengapa Ia sampai menaikkan doa dengan ratap tangis dan keluhan.
Kata saleh dalam teks aslinya adalah prosenengkas (προσενγκας,) dari akar kata prospheno (προσφρω) yang lebih bisa berarti menyerahkan diri atau mengarahkan diri (to bear towards; bring (to, unto), deal with, do, offer (unto, up), present unto, put to). Tentu maksud mengarahkan diri atau menyerahkan diri di sini adalah mengarahkan diri atau menyerahkan diri kepada kehendak Allah Bapa. Hal ini sebenarnya menunjuk pada pengakuan Tuhan Yesus di Taman Getsemani bahwa Ia menyerah kepada kehendak Bapa, bukan kehendak-Nya sendiri. Dalam hal ini kita menemukan kehidupan Tuhan Yesus yang diarahkan sepenuh kepada kehendak Bapa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tuhan Yesus sebelumnya, “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya,” (Yoh. 4:34). Filosofi ini bertentangan atau kebalikan dari filosofinya Lusifer. Filosofi Lusifer adalah, “Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi,” (Yes. 14:14). Dua pribadi yang sangat kontras. Orang percaya ditantang hendak memilih yang mana? Mau ikut siapa? Setiap orang harus menentukan sikap, tidak bisa menghindarinya.
Kepada siapa Anda serahkan diri Anda?
Hanya ada dua pilihan, Tuhan Yesus atau Lusifer.

No comments:

Post a Comment