Pdt.Dr.Erastus Sabdono
(Diambil dari Surat Gembala)
Saudara-Ku, kamu melihat dan mendengar pada hari-hari belakangan ini semakin sering adanya pelaku bom bunuh diri yang mengorbankan diri demi kebenaran yang diyakininya. Mereka sangat serius menunjukkan apa yang mereka percayai sebagai membawa berkah bagi diri mereka dan demi kebesaran atau keagungan sosok allah yang mereka percayai. Mereka meninggalkan keluarga, mempertaruhkan uang dan segala kesenangan hidup, bahkan mengorbankan nyawa. Mereka tidak takut terhadap penderitaan fisik, bahkan kematian. Di antara mereka juga sangat memercayai bahwa kematian mereka sangat indah dan mulia untuk menyongsong pahala di dunia lain yang lebih baik.
Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu sungguh-sungguh yakin bahwa yang kamu percayai benar-benar Allah dan Tuhan yang benar? Apakah kamu percaya perkataan-Ku bahwa ada dunia lain yang lebih baik tersedia bagi kamu yang setia seperti Aku, setia kepada Bapa sampai akhir? Yakinkah kamu bahwa Aku pergi untuk menyediakan tempat bagi kamu, dan kalau Aku sudah menyediakan tempat itu, Aku akan kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya dimana Aku ada kamu juga berada? Percayakah kamu?
Keyakinan tidaklah cukup diucapkan atau dipikirkan saja, keyakinan adalah tindakan. Hambaku Yakobus menasihati kamu oleh ilham Roh Kudus bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong. Abraham dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah. Bahwa iman bekerja sama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna. Bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong.
Saudaraku, Aku sedih menyaksikan orang-orang Kristen yang rajin ke gereja, mengikuti kebaktian dengan khusuk, memuji dan memuliakan nama-Ku dan menyembah Bapa dengan bibirnya, tetapi perbuatan mereka tidak menunjukkan sebagai orang beriman. Mereka berpikir sudah menyenangkan Bapa dan Aku, padahal mereka hanya bersandiwara di dalam gereja. Hanya sangat sedikit orang Kristen yang serius berurusan dengan Aku setiap hari. Sangat sedikit mereka yang selalu mempersoalkan apakah mereka sudah melakukan kehendak Bapa-Ku. Aku memperhatikan mereka, tetapi jumlah mereka sangat sedikit.
Sebagian orang Kristen hidup hanya untuk mencari kesenangan sendiri. Mereka ke gereja memanggil nama-Ku hanya untuk urusan mereka sendiri. Mereka tidak memikirkan urusan-Ku, padahal Aku menebus mereka agar mereka bisa menjadi milik-Ku. Aku mau membentuk mereka menjadi seperti diri-Ku sendiri dan Kuajak berjuang untuk kepentingan Kerajaan Bapa yang diberikan Bapa kepada kita. Tetapi bagaimana Aku mengajak mereka berjuang bersama-Ku untuk kepentingan Kerajaan Bapa kalau perhatian mereka masih tertuju kepada kesenangan mereka sendiri?
Saudara-Ku, mengapa kamu berjuang hanya untuk kepentingan sementara di bumi yang sudah akan segera Kuhancurkan menjadi lautan api? Banyak pengorbananmu yang kau lakukan hanya untuk kesenangan sesaat di bumi ini, tanpa melihat kehidupan ke depan yang Aku janjikan kita miliki bersama. Seperti Aku memikul salib, dan pantas menerima mahkota-Ku dari Bapa, kamupun mestinya mengerti tidak ada mahkota tanpa salib. Mereka yang tidak mengerti Aku sebagai jalan keselamatan bisa berjuang begitu berani demi apa yang mereka yakini sebagai kebenaran dan sosok allah yang mereka percayai yang dapat memberikan kekekalan yang mulia dan indah. Tetapi mengapa kamu hanya bisa meminta pertolongan, mengharapkan kuasa dan mukjizat-Ku hanya untuk kesenanganmu sendiri di bumi ini?
Saudara-Ku, tidak henti-hentinya Aku mengingatkan kamu bahwa dunia ini, bumi di mana kamu hidup hari ini bukanlah rumahmu. Rumah kita di dunia yang akan datang, yaitu Rumah Bapa. Selagi masih Kuberi kesempatan, berjuanglah untuk bertumbuh menjadi dewasa seperti diri-Ku, agar kamu dapat mengikuti jejak-Ku berjuang untuk kepentingan Bapa di surga. Seperti yang Kujanjikan kepada murid-murid-Ku terdahulu, Kujanjikan juga kepadamu: “Kamulah yang tetap tinggal bersama-sama dengan Aku dalam segala pencobaan yang Aku alami. Dan Aku menentukan hak-hak Kerajaan bagi kamu, sama seperti Bapa-Ku menentukannya bagi-Ku.”
Kebenaran Firman Mu
Monday, January 2, 2017
Tuesday, July 21, 2015
Arah Hidup Orang Percaya
Oleh : Pdt.Dr.Erastus Sabdono
Diambil dari surat Gembala Warta Rehobot.
Kiblat adalah kata dalam bahasa Arab yang searti dengan
arah. Kata ini biasanya digunakan dalam kaitannya dengan arah fisik pada waktu
berdoa. Ratusan tahun sebelum agama-agama monotheisme besar ada (Kristen dan
Islam), orang-orang Yahudi kalau berdoa mengarahkan diri ke Yerusalem. Seperti
Daniel, setiap kali menaikkan jam-jam doanya, ia berdoa dengan berkiblat ke
Yerusalem, di mana terdapat Bait Allah yang dibangun oleh Salomo sebagai
lambang kehadiran Elohim Yahwe. Menurut catatan sejarah, orang-orang Islam pada
mulanya juga kalau bersembahyang berkiblat ke arah Yerusalem juga yang dikenal
sebagai Baitul Maqdis. Tetapi kemudian hari mengarah atau berkiblat ke Ka’abah
di Mekah sampai sekarang. Kita meminjam istilah kiblat sebab kata ini
berhubungan dengan urusan penyembahan dan beribadah kepada Tuhan. Sedangkan
kata arah lebih bersifat umum. Namun perlu ditegaskan bahwa orang Kristen tidak
mengenal pola berdoa atau sembahyang seperti orang Yahudi dan Muslim yang
memiliki kiblat secara harafiah. Bahkan orang Kristen tidak memiliki
teknik-teknik berdoa seperti banyak agama dan kepercayaan.
Sesuai dengan petunjuk Tuhan Yesus bahwa orang percaya
beribadah kepada Allah dalam Roh dan kebenaran (Yoh 4:24). Ini berarti sebuah
ibadah yang tidak diatur oleh tata cara ibadah tertentu, itulah sebabnya dalam
kekristenan tidak ada ajaran mengenai teknik-teknik berdoa (harus melipat
tangan, sujud secara fisik, angkat tangan dan lain-lain). Tetapi dalam
kekristenan yang penting adalah kehidupan yang diarahkan atau diorientasikan
kepada Tuhan dan Kerajaan-Nya setiap hari.
Kalau berbicara mengenai kiblat, kiblat orang percaya
bukanlah tempat atau arah secara harafiah tetapi sikap orientasi hati atau
tujuan hidup. Berbicara mengenai kiblat dalam kehidupan orang percaya, kiblat
orang percaya pertama, Tuhan sebagai Pusat Kehidupan, yang artinya Tuhan
menjadi tujuan hidup ini. Segala sesuatu yang kita lakukan, kita lakukan bagi
Dia. Kedua, Tuhan sebagai kebahagiaan atau kesenangan, artinya suasana jiwa
kita ditentukan oleh damai sejahtera Tuhan bukan fasilitas kekayaan atau materi
dunia, kehormatan manusia serta segala hiburannya. Terakhir, mewujudkan rencana
Allah. Hidup kita harus sepenuhnya diarahkan pada rencana perwujudan Kerajaan
Allah dengan berusaha menjadi corpus delicti dan menolong orang lain menjadi
corpus delicti pula. Amin. – Solagracia -
Berbicara mengenai kiblat, kiblat orang percaya bukanlah
tempat atau arah secara harafiah tetapi sikap orientasi hati atau tujuan hidup.
Thursday, July 9, 2015
Sikap Terhadap Dunia Yang Sukar
Oleh : Pdt.Dr.Eastus Sabdono
diambil dari surat gembala warta Rehobot
Sebab bangsa akan bangkit melawan bangsa, dan kerajaan
melawan kerajaan. Akan ada kelaparan dan gempa bumi di berbagai tempat (Mat.
24:7). Ada pertanyaan yang harus kita jawab yaitu, mengapa kehadiran Tuhan
Yesus di dunia ini tidak membenahi dunia supaya lebih baik? Mengapa justru
menubuatkan keadaan yang tidak sesuai dengan harapan manusia pada umumnya?
Padahal manusia menghendaki agar hidupnya bahagia dan memiliki damai sejahtera.
Harus kita pahami bahwa Tuhan tidak menghendaki seorang pun
binasa. Rasul Yohanes juga menegaskan bahwa janganlah kita mengasihi dunia dan
isinya, karena jika demikian seseorang tidak akan mengasihi Bapa (1Yoh. 2:15).
Percintaan dengan dunia berujung pada kebinasaan. Mencintai Tuhan tidak bisa
secara instan, tetapi harus dilatih melalui segala peristiwa hidup. Oleh karena
itu, Tuhan tidak tertarik membenahi dunia yang sudah rusak, tetapi Dia lebih
tertarik membenahi karakter manusia yang sudah rusak. Mengapa demikian? Karena
Ia sudah menyiapkan langit baru dan bumi yang baru, di mana orang percaya
dipersiapkan untuk mengelolanya sebagaimana Allah memberi mandat kepada Adam
ketika ia belum jatuh dalam dosa.
Memahami hal tersebut, bagaimana sikap kita seharusnya dalam
menghadapi dunia yang sukar seperti sekarang ini? Ada dua hal penting yang
harus kita pahami. Pertama, setiap orang harus berdamai dengan Tuhan, jika
seseorang sudah berdamai dengan Tuhan, sebesar apa pun kesukaran hidup yang
dialami maka tidak akan menggoyahkan cintanya kepada Tuhan. Oleh karena itu
berdamai dengan Tuhan menjadi sangat penting. Orang percaya harus memiliki
prinsip: Tuhan, Engkaulah perhentianku, Engkaulah pelabuhan terakhirku. Untuk
memiliki prinsip seperti ini, orang percaya harus berlatih terus-menerus sampai
benar-benar pada titik tidak bisa berpaling.
Kedua, Tuhan adalah pribadi yang bertanggung jawab, dengan
demikian hal itu yang Dia ajarkan kepada orang percaya. Setiap permasalahan
hidup yang terjadi dalam diri seseorang maka harus dihadapi dengan tanggung
jawab, bukan hanya dengan doa. Banyak orang salah memahami doa, doa dianggap
sebagai cara mudah untuk memperoleh jaminan penyelesaian masalah hidup.
Sejatinya doa adalah dialog dengan Tuhan agar seseorang mampu memahami pikiran
dan perasaan-Nya. Tuhan tidak berjanji menghindarkan manusia dari kesukaran,
tetapi Ia berjanji memberi kekuatan untuk menghadapi segala kesukaran. Oleh
karena itu temukan Tuhan dalam kesukaran hidup kita karena Dia-lah pribadi yang
akan kita temui di kekekalan kelak. Amin. – Solagracia -
Mencintai Tuhan tidak bisa secara instan, tetapi harus
dilatih melalui segala peristiwa hidup.
Saturday, June 27, 2015
Tuhan Kebahagiaan
Oleh : Pdt.Dr.Erastus Sabdono
Diambil dari surat Gembala warta Rehobot
Yang dimaksud dengan Tuhan kebahagiaanku adalah, keberanian
seseorang untuk hidup tanpa apa pun dan tanpa siapa pun, tetapi tidak bisa
hidup tanpa Tuhan.
Diambil dari surat Gembala warta Rehobot
Setiap manusia yang hidup pasti mengharapkan kebahagiaan
dalam hidupnya. Manusia menempuh segala cara untuk mendapatkannya, seluruh
pikiran, tenaga dan waktunya dihabiskannya demi hal itu. Kebahagiaan adalah
sebuah keadaan tenteram lahir batin atau keberuntungan lahir batin (KBBI,
2015). Jika kita mau jujur, kebahagiaan secara materi banyak orang bisa
mendapatkan dengan cara apapun, tetapi bicara hal batin, hampir-hampir tidak
banyak orang yang bisa mendapatkannya. Mengapa demikian? Seorang ahli fisika
dari Perancis yang bernama Blaise Pascal (1662) berkata, “Ada ruang kosong
dalam diri manusia yang tidak dapat diisi dengan hal-hal materi, tetapi hanya
dapat diisi oleh hal yang ilahi”. Paulus memberikan penjelasan yang sangat
jelas bahwa akibat jatuh dalam dosa, semua manusia telah kehilangan kemuliaan
Allah atau karakter ilahi (Rm. 3:23). Keadaan inilah yang membuat manusia
memiliki ruang kosong itu.
Allah adalah sumber kebahagiaan artinya, Dia tidak akan
pernah kehabisan kebahagiaan itu. Seharusnya manusia mencari kebahagiaan hanya
kepada-Nya, tetapi karena dosa, manusia mencarinya bukan kepada Allah tetapi
kepada dunia. Kebahagiaan diukur dari apa yang dimiliki yaitu kekayaan,
kehormatan dan kebanggaan hidup. Manusia terus menggulirkan hidupnya kepada
kenyataan ini, tetapi mereka lupa bahwa semuanya itu akan terhenti kapan pun
dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Jika keadaan itu terus dilakukan maka
seseorang tidak akan pernah memiliki hubungan yang bernilai tinggi dengan
Allah. Hubungan dengan Allah akan dimanfaatkan sebagai sarana untuk membangun
kebahagiaan di bumi ini.
Yang dimaksud dengan Tuhan kebahagiaanku adalah, keberanian
seseorang untuk hidup tanpa apa pun dan tanpa siapa pun, tetapi tidak bisa
hidup tanpa Tuhan. Sebesar apa pun kenikmatan hidup, pasti akan berakhir pada
hitungan-hitungan waktu, demikian halnya dengan kesulitan hidup, tetapi yang
terpenting adalah mampukah kita mempertahankan Tuhan sebagai satu-satunya
kebahagiaan hidup kita? Harus kita tahu bahwa suka dan duka pasti terjadi dalam
setiap kehidupan anak manusia, itu pun tidak ada yang permanen. Oleh karena itu
betapa bersyukurnya kita jika mampu memilih Tuhan sebagai satu-satunya
kebahagian hidup. Tuhan adalah sahabat abadi, betapa bijaknya jika selama kita
hidup menumpang di bumi ini terus membangun hubungan yang ideal dengan Tuhan,
karena Dia-lah Sang pemilik kekekalan. Kekecewaan kita terhadap dunia
seharusnya menjadi penyemangat untuk membuktikan bahwa Tuhanlah satu-satunya
kebahagiaanku. Amin. – Solagracia.
Wednesday, June 24, 2015
Mengandalkan Tuhan
Oleh : Pdt.Dr.Erastus Sabdono
Diambil dari surat Gembala warta Rehobot
Kata mengandalkan berasal dari kata dasar andal yang berarti
dapat dipercayai, sedangkan mengandalkan, memiliki arti menaruh kepercayaan
kepada yang dipercayai atau yang diandalkan (KBBI, 2015). Apa yang dimaksud
dengan mengadalkan Tuhan?
Banyak orang memiliki pemahaman yang salah dalam hal ini. Mengandalkan Tuhan dipahami sebagai keadaan pasrah tanpa berbuat apa pun maka Tuhan akan memberikan pertolongan. Harus kita tahu, Tuhan kita mengajarkan tanggungjawab, bukan hidup sembrono dan tak produktif.
Dari pihak kita harus ada upaya maksimal, dan dalam kesemuanya itu harus kita kunci dengan pengertian, bahwa apa pun hasilnya pasti baik adanya karena Tuhan-pun turut bekerja (Roma 8: 28). Ada beberapa pengertian tentang mengandalkan Tuhan, yang pertama adalah menerima apa pun keadaan yang terjadi, setelah kita berusaha maksimal tentunya. Kebaikan yang kita harapkan tidak boleh kita paksakan sebagai sesuatu yang harus terjadi dan sesuai dengan kehendak kita. Tuhan memiliki integritas dan otoritas mutlak dalam segala hal. Tuhan lebih peduli dengan karakter seseorang dibanding dengan kekayaannya (Mat. 19:21). Harta dan kekayaan hanya mampu menemani kita selama 70 tahun hidup di bumi.
Yang kedua, mengandalkan Tuhan berarti, menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya kebahagiaan hidup walaupun tidak sesuai dengan harapan kita. Setiap permasalahan yang Tuhan izinkan terjadi kepada setiap orang percaya merupakan kurikulum Tuhan dengan maksud untuk mengubah karakter duniawi menjadi karakter illahi sampai pada titik tertentu orang percaya tidak lagi mengharapkan kebahagiaan dari dunia ini.
Kita tidak boleh menggunakan pengalaman bangsa Israel sebagai patokan dalam hal mengandalkan Tuhan. Dalam hal ini, bangsa Israel hanya mengaitkan dirinya dengan kepenuhan kebutuhan jasmani, walaupun pada kenyataannya Tuhan tidak bermaksud demikian (Pkh 5: 18-19). Bagi orang percaya zaman Perjanjian Baru, mengandalkan Tuhan bukan berarti tanpa berusaha keras maka berkat dan perlindungan Tuhan diberikan, tetapi manusia dikembalikan pada porsinya dimana segala sesuatu harus dijalani secara bertanggungjawab dengan benar sesuai pikiran dan perasaan Kristus.
Untuk kebutuhan makan, minum dan pakai, Tuhan sudah sediakan asal kita mau bekerja keras. Satu-satunya pergumulan kita yang terberat adalah mengubah karakter kita, dalam hal inilah kita harus mengandalkan Tuhan, karena Iblis terus berjuang memanfaatkan natur dosa dalam diri kita agar kita gagal menjadi Corpus Delictinya Tuhan. Waspadalah! – Solagracia -
Banyak orang memiliki pemahaman yang salah dalam hal ini. Mengandalkan Tuhan dipahami sebagai keadaan pasrah tanpa berbuat apa pun maka Tuhan akan memberikan pertolongan. Harus kita tahu, Tuhan kita mengajarkan tanggungjawab, bukan hidup sembrono dan tak produktif.
Dari pihak kita harus ada upaya maksimal, dan dalam kesemuanya itu harus kita kunci dengan pengertian, bahwa apa pun hasilnya pasti baik adanya karena Tuhan-pun turut bekerja (Roma 8: 28). Ada beberapa pengertian tentang mengandalkan Tuhan, yang pertama adalah menerima apa pun keadaan yang terjadi, setelah kita berusaha maksimal tentunya. Kebaikan yang kita harapkan tidak boleh kita paksakan sebagai sesuatu yang harus terjadi dan sesuai dengan kehendak kita. Tuhan memiliki integritas dan otoritas mutlak dalam segala hal. Tuhan lebih peduli dengan karakter seseorang dibanding dengan kekayaannya (Mat. 19:21). Harta dan kekayaan hanya mampu menemani kita selama 70 tahun hidup di bumi.
Yang kedua, mengandalkan Tuhan berarti, menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya kebahagiaan hidup walaupun tidak sesuai dengan harapan kita. Setiap permasalahan yang Tuhan izinkan terjadi kepada setiap orang percaya merupakan kurikulum Tuhan dengan maksud untuk mengubah karakter duniawi menjadi karakter illahi sampai pada titik tertentu orang percaya tidak lagi mengharapkan kebahagiaan dari dunia ini.
Kita tidak boleh menggunakan pengalaman bangsa Israel sebagai patokan dalam hal mengandalkan Tuhan. Dalam hal ini, bangsa Israel hanya mengaitkan dirinya dengan kepenuhan kebutuhan jasmani, walaupun pada kenyataannya Tuhan tidak bermaksud demikian (Pkh 5: 18-19). Bagi orang percaya zaman Perjanjian Baru, mengandalkan Tuhan bukan berarti tanpa berusaha keras maka berkat dan perlindungan Tuhan diberikan, tetapi manusia dikembalikan pada porsinya dimana segala sesuatu harus dijalani secara bertanggungjawab dengan benar sesuai pikiran dan perasaan Kristus.
Untuk kebutuhan makan, minum dan pakai, Tuhan sudah sediakan asal kita mau bekerja keras. Satu-satunya pergumulan kita yang terberat adalah mengubah karakter kita, dalam hal inilah kita harus mengandalkan Tuhan, karena Iblis terus berjuang memanfaatkan natur dosa dalam diri kita agar kita gagal menjadi Corpus Delictinya Tuhan. Waspadalah! – Solagracia -
Mengandalkan Tuhan berarti manjadikan Tuhan sebagai
satu-satunya kebahagiaan hidup walaupun tidak sesuai harapan kita.
Sunday, March 1, 2015
Ciri Orang Yang Menermukan Tuhan
Oleh : Pdt.Dr. Erastus Sabdono
Diambil dari surat Gembala Warta Rehobot
Orang yang sungguh-sungguh menemukan Tuhan pasti memiliki
ciri-ciri yang jelas dalam hidupnya. Ciri yang paling utama adalah memiliki
karakter seperti Allah sendiri. Umat Perjanjian Lama mencari Tuhan dengan
mempelajari Torat atau ilmu agama sehingga mereka menguasai Torat dan bertindak
sesuai dengan Torat tersebut. Mereka menjadi orang-orang saleh yang ditandai
dengan melakukan hukum torat serta melakukan segala syariatnya. Tetapi umat
Perjanjian Baru yang menjadikan Tuhan sebagai hukumnya, bila menemukan Tuhan
pasti akan ditandai dengan mampu bertindak seperti Allah bertindak.
Karena hal inilah maka orang-orang Kristen yang benar akan mengalami frustasi yang kudus ketika ia mendapati dirinya belum melakukan apa yang tepat seperti yang Tuhan kehendaki. Dengan penjelasan lain, belum merasa bahwa ia bertindak seperti Tuhan Yesus; belum bisa berkata “hidupku bukan aku lagi tetapi Kristus yang hidup di dalam aku”. Frustasi yang kudus ini sama dengan “kehausan dan kelaparan akan kebenaran” (Mat 5:6). Biasanya orang frustasi karena masalah ekonomi, jabatan, sakit hati karena dilukai dan berbagai penyebab lain, tetapi orang percaya yang benar akan merasa frustasi karena dirinya belum menjadi pribadi yang memuaskan hati Bapa di Sorga. Orang-orang seperti ini pasti mengalami perubahan yang nyata atau nampak jelas. Sesuai janji Tuhan, Tuhan pasti akan memuaskan mereka, artinya Tuhan akan membuat mereka mampu melakukannya. Betapa bahagianya bisa mencapai hal ini.
menemukan Tuhan maka ia ada dalam kesadaran penuh bahwa tubuhnya adalah bait Roh Kudus, maka dengan sendirinya ia menjauhkan diri dari dosa yang bertalian dengan kenajisan tubuh. Kalau ia berbuat salah berkenaan dengan tubuhnya akan ada dukacita yang sangat dalam, sampai ia takut melakukan dosa yang sama. Dalam hal ini kekudusan seseorang terbangun secara natural dan sejati. Selanjutnya orang yang menemukan Tuhan akan berusaha mengerjakan pekerjaan Tuhan dengan perubahan segenap hidupku. Ia akan membela pekerjaan Tuhan tanpa batas. Baginya pekerjaan Tuhan adalah seluruh hidupnya; segenap nyawanya. Ia tidak akan perhitungan sama sekali untuk Tuhan yang sudah ditemukannya (Flp. 3:7-8).
Akhirnya orang yang menemukan Tuhan pasti memiliki keberanian yang hebat menghadapi apa pun juga, bahkan kematian bukan lagi sesuatu yang menakutkan. Keberanian hidup muncul secara natural atau dengan sendirinya. – Solagracia -
Karena hal inilah maka orang-orang Kristen yang benar akan mengalami frustasi yang kudus ketika ia mendapati dirinya belum melakukan apa yang tepat seperti yang Tuhan kehendaki. Dengan penjelasan lain, belum merasa bahwa ia bertindak seperti Tuhan Yesus; belum bisa berkata “hidupku bukan aku lagi tetapi Kristus yang hidup di dalam aku”. Frustasi yang kudus ini sama dengan “kehausan dan kelaparan akan kebenaran” (Mat 5:6). Biasanya orang frustasi karena masalah ekonomi, jabatan, sakit hati karena dilukai dan berbagai penyebab lain, tetapi orang percaya yang benar akan merasa frustasi karena dirinya belum menjadi pribadi yang memuaskan hati Bapa di Sorga. Orang-orang seperti ini pasti mengalami perubahan yang nyata atau nampak jelas. Sesuai janji Tuhan, Tuhan pasti akan memuaskan mereka, artinya Tuhan akan membuat mereka mampu melakukannya. Betapa bahagianya bisa mencapai hal ini.
menemukan Tuhan maka ia ada dalam kesadaran penuh bahwa tubuhnya adalah bait Roh Kudus, maka dengan sendirinya ia menjauhkan diri dari dosa yang bertalian dengan kenajisan tubuh. Kalau ia berbuat salah berkenaan dengan tubuhnya akan ada dukacita yang sangat dalam, sampai ia takut melakukan dosa yang sama. Dalam hal ini kekudusan seseorang terbangun secara natural dan sejati. Selanjutnya orang yang menemukan Tuhan akan berusaha mengerjakan pekerjaan Tuhan dengan perubahan segenap hidupku. Ia akan membela pekerjaan Tuhan tanpa batas. Baginya pekerjaan Tuhan adalah seluruh hidupnya; segenap nyawanya. Ia tidak akan perhitungan sama sekali untuk Tuhan yang sudah ditemukannya (Flp. 3:7-8).
Akhirnya orang yang menemukan Tuhan pasti memiliki keberanian yang hebat menghadapi apa pun juga, bahkan kematian bukan lagi sesuatu yang menakutkan. Keberanian hidup muncul secara natural atau dengan sendirinya. – Solagracia -
Orang yang menjadikan Tuhan sebagai hukumnya, bila
menemukan Tuhan pasti akan bertindak seperti Allah bertindak.
Bahasa Keakraban Yang Natural
Oleh : Pdt.Dr.Erastus Sabdono
Diambil dari surat Gembala warta Rehobot
Memuji dan menyembah Allah haruslah menjadi irama otomatis
yang mengalir keluar dari hati, bukan sesuatu yang dipaksakan. Seseorang yang
memiliki kehidupan sikap hati memberi nilai tinggi Tuhan atau menghormatinya
dengan pantas secara otomatis atau dengan sendirinya memiliki “spirit
menyembah” secara terus menerus tiada henti. Ia tidak perlu berusaha untuk
menyembah sebab dengan sendirinya irama menyembah itu sudah permanen ada,
tinggal mengekspresikan kapan saja dan di mana saja. Untuk mengekspresikannya
tidak tergantung suasana, tempat, liturgi, musik dan lain sebagainya. Sikap
menyembah bisa diekspresikan tanpa bisa dihambat oleh apapun juga.
Kalau ia seorang pembicara atau pengkhotbah, worship leader dan singer, dengan
ringan tanpa beban bisa menyembah Tuhan di depan jemaat dengan tulus. Ia tidak
perlu mencari-cari wajah Tuhan atau melakukan pemanasan untuk menemukan hadirat
Tuhan. Kenyataan yang kita lihat, tidak banyak orang yang memiliki spirit
penyembahan seperti ini. Oleh sebab itu pelayananan puji-pujian dan penyembahan
harus dilakukan oleh mereka yang terus menerus belajar menyembah Allah setiap
hari sehingga memiliki spirit menyembah dengan benar atau berkualitas tinggi.
Dan seorang pembicara harus memiliki spirit menyembah, walaupun tidak bisa
menyanyi dengan baik, tetapi spirit penyembahan akan menolongnya mampu mengajak
orang untuk menyembah Allah.
Memang untuk melayani mimbar seseorang tidak harus menunggu sempurna baru mengambil bagian dalam pelayanan ini, tetapi asal sungguh-sungguh belajar untuk menyembah Allah dengan benar, maka ia mulai akan dapat memancarkan “spirit” pujian dan penyembahan yang benar. Dalam pergaulan dengan Tuhan seseorang akan menemukan bahasa keakraban yang natural, spontan dan tulus. Sebuah percakapan yang tidak ada unsur protokuler. Sebuah percakapan dari hati ke hati. Percakapan yang menyentuh hadirat Tuhan menciptakan kerendahan hati yang tulus dan natural. Akan ada jalur komunikasi dengan Tuhan yang bisa dirasakan orang lain. Seorang pembicara, worship leader dan singer mutlak memilikinya. Oleh karena tidak belajar menyembah Allah, maka banyak orang Kristen yang sebenarnya belum menyembah Allah dengan benar. Mereka hanya menyanyi dalam gereja bahkan mereka bersikap lahiriah memuji dan menyembah Allah, padahal sebenarnya mereka hanya berpura-pura menyembah Tuhan. Mereka ini adalah manusia munafik yang mencoba menipu Tuhan. – Solagracia -
Memang untuk melayani mimbar seseorang tidak harus menunggu sempurna baru mengambil bagian dalam pelayanan ini, tetapi asal sungguh-sungguh belajar untuk menyembah Allah dengan benar, maka ia mulai akan dapat memancarkan “spirit” pujian dan penyembahan yang benar. Dalam pergaulan dengan Tuhan seseorang akan menemukan bahasa keakraban yang natural, spontan dan tulus. Sebuah percakapan yang tidak ada unsur protokuler. Sebuah percakapan dari hati ke hati. Percakapan yang menyentuh hadirat Tuhan menciptakan kerendahan hati yang tulus dan natural. Akan ada jalur komunikasi dengan Tuhan yang bisa dirasakan orang lain. Seorang pembicara, worship leader dan singer mutlak memilikinya. Oleh karena tidak belajar menyembah Allah, maka banyak orang Kristen yang sebenarnya belum menyembah Allah dengan benar. Mereka hanya menyanyi dalam gereja bahkan mereka bersikap lahiriah memuji dan menyembah Allah, padahal sebenarnya mereka hanya berpura-pura menyembah Tuhan. Mereka ini adalah manusia munafik yang mencoba menipu Tuhan. – Solagracia -
Dalam pergaulan dengan Tuhan seseorang akan menemukan
bahasa keakraban yang natural, spontan dan tulus.
Sunday, December 7, 2014
Menyadari Kesalahan Tersembunyi
Oleh : Pdt.Dr.Erastus Sabdono
Diambil dari surat gembala warta Rehobot
Kalau seseorang bertumbuh dalam kecerdasan roh melalui
kebenaran Firman Tuhan, kita akan menyadari setiap kesalahan, bukan hanya yang
kelihatan secara moral tetapi hal-hal yang bertalian dengan sikap hati. Kadang
kita tidak perlu menjelaskan secara rinci dan lengkap bentuk kesalahan
tersebut. Kita hanya berkata: ”Maafkan ketidak patutanku, aku melukai hati-Mu”.
Contoh doa yang lain: “Maafkan aku belum menjadi seperti yang Engkau
kehendaki”. Tuhan sudah mengerti maksud pengakuan dan penyesalan tersebut. Seakan-akan
dan memang demikian bahwa kita sama-sama memahami kesalahan atau keadaan
tersebut. Kita juga tidak perlu mendapat pukulan atau hajaran yang tidak
produktif bagi pelayanan pekerjaan Tuhan, tetapi rasa bersalah dimana kita
kehilangan damai sejahtera sudah sangat menyiksa.
Perasaan bersalah karena melukai hati Tuhan sudah menjadi
luka kita sendiri. Itu merupakan hukuman yang sangat menyakitkan. Tentu saja
ini hanya terjadi atas mereka yang mengalami proses pendewasaan rohani yang
baik. Jika tidak, tentu saja lain ceritanya. Tidak sedikit mereka yang sudah
lama menjadi orang Kristen masih melakukan kesalahan yang mestinya hanya
dilakukan oleh orang-orang yang belum dewasa rohani atau orang-orang muda.
Biasanya orang-orang seperti ini tidak mengalami proses pendewasaan rohani yang
baik. Sehingga tidak memahami pikiran dan perasaan Tuhan. Kepada orang-orang
seperti ini Tuhan akan berkata: “Aku tidak kenal kamu”.
Sampai pada tingkat tertentu kita akan berhubungan dengan
Tuhan sebagai sesama pribadi yang dewasa. Sesama pribadi yang dewasa maksudnya
bukan Tuhan yang bertumbuh menjadi pribadi yang dewasa tetapi kita yang mulai
memahami pikiran dan perasaan Tuhan (Fil. 2:5-7; Ef. 4:13). Hal seperti ini
sebenarnya juga kita alami dalam hubungan dengan orang tua. Setelah kita dewasa
kita bisa berinteraksi dengan orang tua sebagai orang dewasa. Dalam relasi
tersebut kita sudah memahami kehendak orang tua kita dan kita bisa menyesuaikan
diri dengan kehendaknya.
Demikian pula dalam hubungan dengan Tuhan. Melalui proses
pembelajaran kebenaran Firman Tuhan dan pergaulan dengan Tuhan setiap hari kita
bisa bertumbuh dewasa dan memahami kehendak Tuhan sehingga bisa membangun
jalinan interaksi dengan Tuhan di dalam batin atau suara hati atau nurani kita.
Kesalahan-kesalahan tersembunyi yang bersifat batin dapat kita deteksi dengan
cepat dan cermat, kemudian kita meminta ampun dengan tulus dan berubah. – Solagracia -
Mengikut jejak hidup Tuhan Yesus adalah panggilan dan
tanggung jawab yang tidak boleh dihindari.
Wednesday, October 22, 2014
Mengarahkan Pikiran
Oleh :Pdt.Dr. Erastus Sabdono
Diambil dari surat gembala warta Rehobot
Pikiran adalah kemudi kehidupan yang mengarahkan seluruh kehidupan seseorang dan menentukan bagaimana keadaan hidupnya di bumi ini bahkan di kekekalan. Pentingnya peranan pikiran ini, menggerakkan dunia pendidikan berusaha secara intensif mengarahkan anak manusia sejak dini, sebab ketika anak manusia masih belia mereka sangat mudah untuk diarahkan. Salah asuh atau salah didik kepada mereka berakibat fatal kemudian hari. Hal yang sama terjadi juga dalam keselamatan, kalau seseorang tidak diarahkan sejak dini kepada Kerajaan Sorga atau maksud keselamatan diadakan, maka mereka tidak pernah selamat (menjadi manusia seperti yang Allah kehendaki). Itulah sebabnya Tuhan Yesus berkata bahwa kalau seseorang tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil, maka ia tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga (Mat. 18:3). Kata bertobat dalam teks ini adalah strepho (στρέφω) yang artinya berbalik (turn, change, bring back). Sedangkan kata anak dalam teks aslinya disini adalah paidion (παιδίον), anak usia efektif dibentuk atau dididik atau diubah. Pernyataan Tuhan Yesus ini merupakan peringatan yang jelas agar orang percaya tidak menganggap sepele kesempatan yang Tuhan sediakan untuk berubah melalui pembaharuan pikiran agar bisa dikembalikan ke rancangan semula Allah.
Selagi masih bisa diubah, seseorang harus mengarahkan atau
mengubah pikirannya sesuai dengan pikiran Tuhan.
Diambil dari surat gembala warta Rehobot
Pikiran adalah kemudi kehidupan yang mengarahkan seluruh kehidupan seseorang dan menentukan bagaimana keadaan hidupnya di bumi ini bahkan di kekekalan. Pentingnya peranan pikiran ini, menggerakkan dunia pendidikan berusaha secara intensif mengarahkan anak manusia sejak dini, sebab ketika anak manusia masih belia mereka sangat mudah untuk diarahkan. Salah asuh atau salah didik kepada mereka berakibat fatal kemudian hari. Hal yang sama terjadi juga dalam keselamatan, kalau seseorang tidak diarahkan sejak dini kepada Kerajaan Sorga atau maksud keselamatan diadakan, maka mereka tidak pernah selamat (menjadi manusia seperti yang Allah kehendaki). Itulah sebabnya Tuhan Yesus berkata bahwa kalau seseorang tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil, maka ia tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga (Mat. 18:3). Kata bertobat dalam teks ini adalah strepho (στρέφω) yang artinya berbalik (turn, change, bring back). Sedangkan kata anak dalam teks aslinya disini adalah paidion (παιδίον), anak usia efektif dibentuk atau dididik atau diubah. Pernyataan Tuhan Yesus ini merupakan peringatan yang jelas agar orang percaya tidak menganggap sepele kesempatan yang Tuhan sediakan untuk berubah melalui pembaharuan pikiran agar bisa dikembalikan ke rancangan semula Allah.
Selagi masih bisa diubah atau memiliki keadaan seperti
anak-anak, seseorang harus mengarahkan atau mengubah pikirannya sesuai dengan
pikiran Tuhan. Sebab kalau sudah terlanjur melewati waktu, pada stadium
tertentu seseorang tidak bisa diubah lagi. Seperti seseorang yang mengalami
pengerasan hati (serosis), tidak bisa disembuhkan. Orang sakit yang sadar
dirinya sakit membutuhkan dokter dan bisa diobati, tetapi kalau tidak menyadari
sakitnya ia tidak akan ke dokter atau ke dokter tetapi sakitnya sudah tidak
bisa diterapi lagi. Terkait dengan hal ini, banyak orang yang tidak menyadari
sakitnya (kakos), sehingga mereka tidak menggarap keadaan yang rusak tersebut.
Kalau hal itu berlarut-larut, maka ia sampai pada level menghujat Roh Kudus,
artinya ia tidak lagi memiliki kesempatan untuk digarap Roh Kudus karena
percuma digarap, tidak mampu lagi untuk berbalik kepada Tuhan. Jika Roh Kudus
tidak menggarap maka tidak ada lagi yang dapat mengarapnya. Terkait dengan hal
ini, iblis akan berusaha agar manusia terlena dengan berbagai kesenangan dunia,
sehingga selalu mendukakan Roh Kudus dan akhirnya menghujat-Nya. Orang-orang
yang tertolak dalam Kerajaan Sorga pasti tidak pernah menduga bahwa ia akan berkeadaan
seperti itu. Hal ini sama dengan seorang pejabat pemerintah yang sembrono
mempermainkan jabatannya sampai akhirnya digelandang polisi ke penjara.
-Solagracia-
Monday, October 6, 2014
Waktu Dan Tempat Yang Khusus
Oleh: Pdt.Dr.Erastus Sabdono
Artikel dari warta Rehobot
Tuhan menempatkan kita di tempat kita
masing-masing dan pada masa tertentu dengan kondisinya yang sangat khusus.
Artikel dari warta Rehobot
Orang percaya harus memahami bahwa dalam realitas hidup ini
ada sebuah perlombaan yang diwajibkan. Perlombaan tersebut dijalani semua orang
percaya tak terkecuali. Perlombaan itu adalah memiliki iman yang sempurna agar
orang percaya mengambil bagian dalam kekudusan Allah (Ibr. 12). Perlombaan
tersebut terbingkai dalam suatu masa, dan masa setiap orang percaya
berbeda-beda warnanya sesuai dengan rencana dan jadwal Tuhan. Terdapat semacam
urutan rencana yang disusun Tuhan harus terjadi dalam kehidupan ini. Tuhan
tidak akan mengingkari jadwal acara yang telah disusun-Nya. Di antara jadwal
acara tersebut adalah bahwa di akhir jaman kasih kebanyakan orang menjadi
dingin dikarenakan kejahatan akan bertambah-tambah (Mat 24:12). Banyak orang
akan mencintai diri sendiri dan menjadi hamba uang (2 Tim 3:1-5). Ini berarti
di akhir jaman akan lebih banyak orang yang gugur imannya. Keguruan tersebut
bukan karena jumlah kuota orang yang dipilih Tuhan berkurang tetapi kejahatan
dunia menempatkan iman Kristen semakin rawan. Semakin sulit orang bertobat.
Mereka yang jahat akan berlaku semakin jahat sedangkan yang suci akan semakin
dikuduskan (Dan. 12:10). Dengan demikian semakin sedikit orang yang
diselamatkan. Di lain pihak bagi mereka yang selamat mereka akan menjadi
orang-orang yang benar-benar unggul di hadapan Allah. Inilah yang dimaksud
Tuhan bahwa yang terkemudian akan menjadi yang terdahulu (Mat. 20:16). Kalau
orang percaya menyadari hal ini, maka ia akan masuk dalam “ketegangan yang
kudus”. Ketegangan hidupnya bukanlah ketegangan karena mencari nafkah,
berkarir, berebut kedudukan dan hormat atau hal-hal duniawi lainnya, tetapi
bagaimana segera menjadi orang yang mengambil bagian dalam kekudusan Allah
(Ibr. 12:10).
Kita tidak bisa mengatur Tuhan. Setiap kita hanya menerima
saja bagian yang harus diterimanya. Ternyata Tuhan menempatkan kita di abad
20-21 ini dengan keadaan dunia yang menanjak tajam semakin jahat. Kita tidak
bisa meminta Tuhan agar dilahirkan di abad petengahan, atau dilahirkan di
Eropa. Tetapi Tuhan menempatkan kita di tempat kita masing-masing dan pada masa
tertentu dengan kondisinya yang sangat khusus. Sangat besar kemungkinan kita
adalah generasi yang menyaksikan tahun-tahun akhir kehancuran dunia yang sangat
tragis. Di tengah dunia yang semakin jahat ini, Tuhan menyingkapkan
kebenaran-kebenaran Firman-Nya yang luar biasa untuk mengimbangi kejahatan
dunia. Bila seseorang serius dengan Tuhan yaitu belajar Firman dan berusaha
melakukannya maka situasi dunia yang jahat ini justru menempatkan orang Kristen
menjadi militan. Dalam hal ini berlaku Firman Tuhan bahwa yang diberi banyak
dituntut banyak. -Solagracia-
Monday, September 15, 2014
Blessing In Disguise
Oleh : Pdt.Dr. Erastus Sabdono
Artikel dari Warta Rehobot
Artikel dari Warta Rehobot
Karena melalui segala peristiwa Tuhan berbicara kepada kita,
yaitu memberi nasihat dan pendidikan-Nya, maka kita harus sungguh-sungguh
menghayati bahwa hidup ini adalah sekolah. Kita harus fokus terhadap setiap
pelajaran yang Tuhan berikan melalui segala peristiwa yang kita dengar, lihat
dan alami. Oleh sebab itu perhatian kita tidak boleh tertuju kepada yang lain.
Kalau perhatian seseorang tercuri oleh hal lain, maka pelajaran berharga yang
diberikan Tuhan setiap hari kepada masing-masing individu menjadi sia-sia.
Banyak pelajaran mahal yang Tuhan berikan dan terlewatkan begitu saja. Dengan
demikian anugerah Tuhan yang sangat berharga tidak dihargai. Sejatinya banyak
orang Kristen bersikap demikian. Hal ini bisa terjadi ketika seseorang tidak
memiliki kerinduan untuk bertumbuh dalam Tuhan. Mereka adalah orang-orang yang
tidak haus dan lapar terhadap kebenaran. Jika seseorang memperhatikan dengan
serius setiap peristiwa kehidupan yang didengar, dilihat dan dialami, maka
nyatalah kemajuan kedewasaan rohaninya. Anak-anak Tuhan harus memiliki “seni”
atau kecerdasan dan ketelitian menganalisa setiap peristiwa yang terjadi dalam
hidupnya. Dengan teliti seperti kegiatan seorang peneliti terhadap suatu obyek.
Dengan keseriusan yang tinggi seseorang akan mendapat pencerahan dari Tuhan
untuk menemukan banyak pelajaran rohani yang memberi hikmat, mengubah pola
berpikir dan mendewasakan rohani menuju kesempurnaan. Melalui segala peristiwa
tersebut sesungguhnya Tuhan memberikan “rhema-Nya” (suara dari hati Tuhan) yang
berkenaan secara langsung dengan kebutuhan pada waktunya. Rhema (Firman Tuhan)
ini sukar diperoleh tanpa melalui pengalaman hidup konkrit dalam kehidupan.
Dalam hal ini sering orang percaya yang sungguh-sungguh haus dan lapar akan
kebenaran memperoleh pengalaman “blessing in disguise”, artinya kadang melalui
pengalaman yang menyakitkan Tuhan memberikan “rhema-Nya”. Jadi rhema yang
diterima orang percaya tidak selalu melalui pengalaman yang menyenangkan,
justru lebih banyak melalui pengalaman yang tidak nyaman. Orang percaya yang
dewasa dan mengerti kebenaran ini tidak akan bersungut-sungut ketika harus
melewati lembah kesulitan. Jika mengerti betapa nilai “rhema” yang diberikan
Tuhan mestinya kita berani membayar berapa pun harga yang harus dibayar. Lagi
pula hal ini tidak diberikan kepada semua orang, tetapi hanya kepada mereka
yang mengasihi Tuhan (Rm. 8:28). Dalam hal ini kita menemukan hubungan antara
mengasihi Tuhan, mengalami segala perkara dimana Allah turut bekerja dan rhema
yang Tuhan berikan kepada mereka yang mengasihi Tuhan. Dengan demikian jelas
sekali bahwa hanya orang yang mengasihi Tuhan yang memperoleh rhema.
-Solagracia-
Anak-anak Tuhan harus memiliki “seni” atau
kecerdasan dan ketelitian menganalisa setiap peristiwa yang terjadi dalam
hidupnya.
Monday, September 1, 2014
Berjuang Menjadi Berharga Secara Ideal
Oleh : Pdt. Dr. Erastus Sabdono
artikel dari Warta Rehobot.
Kalau seseorang tidak benar-benar menjadi indah seperti yang
dikehendaki Bapa maka berarti ia tidak menjadi berharga. Harus diingat bahwa
seseorang tidak pernah secara otomatis menjadi berharga setelah menjadi Kristen
atau menjadi anak Tuhan. Itu barulah langkah awal dari sebuah perjalanan untuk
menjadi benar-benar berharga di mata Allah. Setiap orang percaya dipanggil
untuk mendadani diri supaya semakin
berharga di mata Allah. Menjadi benar-benar
berharga adalah perjuangan dari diri kita sendiri. Jika seseorang tidak
berjuang maka tidak pernah menjadi seseorang yang sungguh-sungguh berharga di
mata Tuhan. Oleh sebab itu jangan berpikir bahwa anda sudah berharga di mata
Allah dan tidak perlu berjuang untuk berkenan kepada-Nya atau menjadi indah
secara ideal di hadapan Tuhan.
Kesalahan yang bisa tergolong sebagai penyesatan yang
terjadi dewasa ini adalah pernyataan mereka yang berdiri di mimbar yang
menegaskan bahwa setiap jemaat sudah berharga di mata Allah tanpa menjelaskan
secara lengkap maksud pernyataan itu. Bisa juga karena mereka tidak tahu
kebenaran Firman Tuhan hal berharga di mata Tuhan. Mereka tidak memahami bahwa
keberhagaan di hadapan Tuhan sesuatu yang bersifat progresif. Karena sudah
merasa berharga, maka mereka stagnasi. Tidak ada usaha untuk berubah menjadi
indah di mata Tuhan agar benar-benar berharga. Mereka hanya memuji-muji bahwa
Allah itu baik dan luar biasa, tetapi tidak berusaha membuat dirinya baik dan
luar biasa dalam moral seperti Bapa di Sorga. Dalam berurusan dengan Allah
mereka hanya berusaha untuk memperoleh berkat jasmani dan bisa menikmati dunia
ini sebanyak-banyaknya. Para “pelayan palsu” yang materialistis memanfaakan
suasana ini untuk mencari keuntungan harta. Mereka mengajarkan praise and
worship dan membuat seindah-indahnya liturgi kebaktian seakan-akan itulah yang
dapat menyenangkan hati Tuhan. Mereka berusaha membalas kebaikan Tuhan yang
membuat mereka berharga dengan pujian dan penyembahan. Pada hal mestinya
membalas kebaikan Tuhan yang menjadikan dirinya berharga adalah dengan
bertumbuh dalam kebenaran agar menjadi serupa dengan Tuhan Yesus agar menjadi
indah di mata Allah Bapa. Itulah yang membuat dirinya berharga secara ideal.
Keindahan seperti inilah tujuan keselamatan itu. Menolak hal ini berarti
menolak keselamatan. Kuasa kegelapan akan berusaha untuk memberi banyak
keinginan supaya orang Kristen berjuang untuk memperolehnya. Setelah
memperolehnya, akan didorong untuk mencari yang lain. Terus menerus demikian
sampai kematian menjemput. Orang-orang ini telah terbujuk oleh keindahan dan
kecantikan dunia sehingga tidak memperdulikan apa penilaian Allah atas dirinya.
-Solagracia-
Jika seseorang tidak berjuang maka tidak akan pernah menjadi
seseorang yang sungguh-sungguh berharga di mata Tuhan secara ideal.
Kemerdekaan Sejati
Oleh : Pdt. Dr. Erastus Sabdono
artikel dari Warta Rehobot.
Seseorang dapat sungguh-sungguh mengalami kemerdeakaan bila
tetap berada di dalam Firman (Yoh. 8:31-32). Tetap dalam Firman maksudnya agar
hidup kita selaras dengan Firman Tuhan (dituntun dan dipandu oleh Firman
Tuhan). Bila demikian maka ia disebut sebagai murid. Tanpa disadari banyak
orang Kristen yang hidup dalam kefasian. Pasif dalam mencari pengenalan akan
kebenaran. Penganalan akan kebenaran disini dapat membuat seseorang merdeka.
Iblis sering menipu dengan kepasifan sehingga hari-hari hidupnya tidak belajar
Firman Tuhan dengan tekun. Iblis mengisi oikiran dengan berbagai sampah-sampah
dari tontonan di layar kaca sampai layar lebar dan berbagai media lain yang
tidak mengajarkan kebenaran. Hal ini akan menyebabkan seseorang tidak
menggunakan kebebasan bertindak dan mengambil keputusan dengan cerdas dan
cermat. bnyak manusia yang tidak jelas arah perjalanan hidupnya sebab kepafisan
ini. Tidak jarang dijumpai orang Kristen yang mohon bimbingan Tuhan, mohon arah
untuk memulihkan kehidupannya tetapi tidak pulih-pulih, sebab ia tidak
melangkah untuk mencari kebenaran. Padahal Tuhan menghendaki melangkah dulu
mengenal kebenaran. Mengenal kebenaran identik dengan mengenal Allah, mengenal
pribadi-Nya, mengenal kehendak-Nya, mengerti maksud-maksud-Nya.
Pengenalan yang bertumbuh melalui pergumulan kengkrit inilah
yang membuahkan kemerdekaan. Kenyataannya dapat dilihat banyak orang Kristen
yang sudah merdeka tetapi sebenarnya masih terikat dengan berbagai ikatan disa.
Kemerdekaan yang diakui dan dirasanya sebenarnnya hanyalah mimpi semata-mata
atau fantasi. Berkenaan dengan hal ini perlu diketahui ada dua jenis
kemerdekaan. Kemerdekaan pasif dan kemerdekaan yang diterima dari Tuhan Yesus
yang membuat seseorang tidak dimiliki oleh kuasa kegelapan lagi. Dengan
kemerdekaan ini seseorang dapat bertumbuh dalam kesempurnaan. Kemerdekaan aktif
adalah kelepasan dari ikatan-ikatan dosa buah dari pergumulan pribadi dengan
pimpinan Roh Kudus yang membuat seseorang semakin terikat dengan Tuhan.
Kemerdekaan aktif adalah sebuah perjuangan yang terus menerus sampai Tuhan
datang kembali, tidak boleh berhenti dan tidak bisa berhenti. Kemerdekaan aktif
menuntut kesungguhan. Semakin orang merdeka semakin ia menikmati damai
sejahtera Tuhan. Tidak sedikit orang Kristen yang hanya memiliki kemedekaan
pasif dan tidak bertumbuh dalam kemerdekaan aktif, sehingga mereka tidak
bertumbuh makin merdeka. Mereka adalah orang-orang Kristen yang tidak mengerti
arah hidup kekristenannya; orang Kristen yang tidak bertanggung jawab.
-solagracia-
Kemerdekaan aktif adalah kelepasan dari ikatan dosa dengan
pimpinan Roh Kudus yang membuat seseorang semakin terikat dengan Tuhan
Sunday, August 31, 2014
Anugerah Tidak Menghilangkan Syarat
Oleh : Pdt. Dr. Erastus Sabdono
artikel dari Warta Rehobot.
Mereka yang masuk kerajaan Sorga atau diselamatkan adalah orang-orang yang melakukan kehendak Bapa (Mat. 7:21-23). Tuhan membiarkan orang ada bersama-sama dengan Tuhan, tetapi Ia akan melarang orang masuk Kerajaan-nya bila tidak melakukan kehendak Bapa. Iblis tidak melarang seseorang menjadi anggota gereja rajin, menjadi pengurus atau pekerja gereja bahkan menjadi pendeta, tetapi ia akan berusaha menghambat dan menghancurkan orang-orang yang berusaha hidup sesuai dengan kehenak Allah. Paling menakutkan bagi iblis adalah orang percaya yang berusaha melakukan kehendak Allah seperti Tuhan Yesus. Inilah keselamatan itu yaitu melakukan kehendak Allah. Dalam hal ini keselamatan bukan tanpa syarat. Anugerah tidak meniadakan syarat untuk masuk Kerajaan Allah. Anugerah bukan berarti semua dikerjakan oleh Tuhan dan manusia hanya diam seperti boneka yang tidak perlu meresponi karya keselamatan-Nya. Inilah kesalahan banyak orang Kristen yang kalau berbicara mengenai anugerah asumsinya adalah semua serba cuma-cuma. Jika bukan cuma-cuma berarti bukan anugerah. Dalam hal ini kita harus kembali merumuskan pengertian anugerah secara benar. Menempatkan anugerah pada tempat yang benar. Kesalahan memahami anugerah berarti kegagalan menerima keselamatan yang sejati. Anugerah justru menempatkan orang percaya pada pertaruhan yang mahal, sebab ia harus belajar melakukan kehendak Allah seperti Tuhan Yesus. Inilah yang dimaksud dengan percaya itu.
Alkitab jelas mengatakan “yang percaya kepada-Nya” beroleh
hidup yang kekal (Yoh. 3:16). Dalam Matius 7:21-23 mereka yang memanggil nama
Yesus sebagai Tuhan harus melakukan kehendak Bapa, jika tidak maka ia belum
dihisapkan sebagai orang percaya. Percaya berarti menyerahkan diri kepada obyek
yang dipercaya. Kalau seseorang percaya kepada Tuhan Yesus berarti harus mau
menerima ajakan Tuhan Yesus menjadi anak-anak Allah supaya Tuhan Yesus menjadi
yang sulung di antara banyak saudara. Menjadi anak Allah berarti melakukan
kehendak Bapa. Tuhan Yesus tidak menerima orang yang mengaku percaya tetapi
tidak berkelakuan seperti diri-Nya. Tuhan Yesus mengatakan bahwa
saudara-saudara-Nya adalah orang yang mendengar Firman Tuhan dan melakukan
Firman itu atau menjadi pelaku Firman atau pelaku kehendak Allah (Luk. 8:21).
Dengan demikian jelas sekali syaratnya untuk menjadi anggota keluarga Allah
yaitu melakukan kehendak Allah. Tanpa syarat ini dipenuhi seseorang tidak akan masuk
ke dalam Kerajaan Allah. Syarat ini bukanlah bernilai sebagai “respon” terhadap
anugerah Allah yang tidak terkatakan. -solagracia-
Kesalahan memahami anugerah berarti kegagalan menerima
keselamatan yang sejati.
Sunday, July 20, 2014
Kehendak Allah Yang Terutama
Oleh : Pdt. Dr.
Erastus Sabdono
artikel dari Warta Rehobot.
Efektif Bagi Tuhan
Oleh : Pdt. Dr.
Erastus Sabdono
artikel dari Warta Rehobot.
Tuesday, May 13, 2014
Semangat Hidup dari Tuhan Yesus
Oleh : Pdt. Dr. Erastus Sabdono
artikel dari Warta rehobot.
Kenyataan yang ada sekarang ini banyak orang Kristen yang tidak siap memasuki kehidupan yang luar biasa sebagai anak-anak Allah yang memiliki Injil Kerajaan Allah. Karena mereka tidak bersedia menjadi anak-anak Allah, maka Injil tidak menjadi kabar baik yang mengubah hidup mereka. Ketidak sediaan mereka nampak dari keengganan dan kemalasan mereka belajar Injil dan tidak bersedia meninggalkan percintaan dengan dunia ini. Berkenaan dengan hal ini, dalam Injil ditunjukkan orang-orang yang tidak bersedia mengikut Tuhan Yesus sehingga kehilangan kesempatan yang sangat berharga. Diantaranya tertulis dalam Lukas 9:57-62. Mereka mau mengikut Tuhan Yesus tetapi tidak mau membayar harga pengikutannya. Banyak orang Kristen tidak tahu atau tidak mau tahu bahwa mengikut Tuhan Yesus ada harganya yang sangat mahal. Mereka mau serba gratis. Memang kalau hanya beragama Kristen harganya murah dan nyaris gratis, tetapi tidak memiliki keselamatan. Sedangkan mengikut Tuhan Yesus artinya mengikuti cara hidup-Nya dan melakukan apa yang diajarkan Tuhan Yesus. Harganya sangat mahal, tetapi inilah keselamatan yang sesungguhnya. Jika tidak melakukan hal ini (mengikuti cara hidupnya dan melakukan apa yang diajarkan Tuhan Yesus), berarti menolak keselamatan. Hal ini sebenarnya sama dengan menukar hak kesulungan dengan semangkuk makanan (Ibr. 12:16-17). Banyak orang Kristen tidak menyadari hal ini, mereka berpikir bahwa hak keselamatan sudah mereka miliki dengan sendirinya dan tidak pernah bisa hilang. Mengikut Tuhan Yesus harus bersedia hidup seperti Tuhan Yesus, yaitu tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala, artinya bersedia tidak mencari kenyamanan hidup. Inilah hal tersulit yang dihadapi orang Kristen, sebab dengan mengenakan kebenaran ini maka ia mulai merasa hidup tidak wajar. Tetapi sesungguhnya inilah cara menghargai hidup. Pada umumnya manusia hidup hanya untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya dan mengingini apa yang orang lain miliki sesuai dengan semangat jaman. Kalau hal ini dilakukan orang yang hidup sebelum jaman anugerah atau orang di luar orang percaya, bisa dimaklumi, tetapi kalau orang percaya mengabaikannya, betapa celakanya. Semangat hidup orang percaya adalah semangat dari tempat Maha Tinggi, yaitu mengenakan gairah hidup Tuhan Yesus “tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala-Nya”. Kehidupan Tuhan Yesus adalah kehidupan yang hanya diperuntukkan bagi Allah Bapa, yaitu melakukan segala kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya (Yoh. 4:34). Orang percaya akan meletakkan kepala di langit baru dan bumi yang baru dalam Kerajaan-Nya nanti, sedangkan di bumi ini bekerja keras untuk roti yang tidak binasa (Yoh. 6:27). -Solagracia-
artikel dari Warta rehobot.
Kenyataan yang ada sekarang ini banyak orang Kristen yang tidak siap memasuki kehidupan yang luar biasa sebagai anak-anak Allah yang memiliki Injil Kerajaan Allah. Karena mereka tidak bersedia menjadi anak-anak Allah, maka Injil tidak menjadi kabar baik yang mengubah hidup mereka. Ketidak sediaan mereka nampak dari keengganan dan kemalasan mereka belajar Injil dan tidak bersedia meninggalkan percintaan dengan dunia ini. Berkenaan dengan hal ini, dalam Injil ditunjukkan orang-orang yang tidak bersedia mengikut Tuhan Yesus sehingga kehilangan kesempatan yang sangat berharga. Diantaranya tertulis dalam Lukas 9:57-62. Mereka mau mengikut Tuhan Yesus tetapi tidak mau membayar harga pengikutannya. Banyak orang Kristen tidak tahu atau tidak mau tahu bahwa mengikut Tuhan Yesus ada harganya yang sangat mahal. Mereka mau serba gratis. Memang kalau hanya beragama Kristen harganya murah dan nyaris gratis, tetapi tidak memiliki keselamatan. Sedangkan mengikut Tuhan Yesus artinya mengikuti cara hidup-Nya dan melakukan apa yang diajarkan Tuhan Yesus. Harganya sangat mahal, tetapi inilah keselamatan yang sesungguhnya. Jika tidak melakukan hal ini (mengikuti cara hidupnya dan melakukan apa yang diajarkan Tuhan Yesus), berarti menolak keselamatan. Hal ini sebenarnya sama dengan menukar hak kesulungan dengan semangkuk makanan (Ibr. 12:16-17). Banyak orang Kristen tidak menyadari hal ini, mereka berpikir bahwa hak keselamatan sudah mereka miliki dengan sendirinya dan tidak pernah bisa hilang. Mengikut Tuhan Yesus harus bersedia hidup seperti Tuhan Yesus, yaitu tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala, artinya bersedia tidak mencari kenyamanan hidup. Inilah hal tersulit yang dihadapi orang Kristen, sebab dengan mengenakan kebenaran ini maka ia mulai merasa hidup tidak wajar. Tetapi sesungguhnya inilah cara menghargai hidup. Pada umumnya manusia hidup hanya untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya dan mengingini apa yang orang lain miliki sesuai dengan semangat jaman. Kalau hal ini dilakukan orang yang hidup sebelum jaman anugerah atau orang di luar orang percaya, bisa dimaklumi, tetapi kalau orang percaya mengabaikannya, betapa celakanya. Semangat hidup orang percaya adalah semangat dari tempat Maha Tinggi, yaitu mengenakan gairah hidup Tuhan Yesus “tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala-Nya”. Kehidupan Tuhan Yesus adalah kehidupan yang hanya diperuntukkan bagi Allah Bapa, yaitu melakukan segala kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya (Yoh. 4:34). Orang percaya akan meletakkan kepala di langit baru dan bumi yang baru dalam Kerajaan-Nya nanti, sedangkan di bumi ini bekerja keras untuk roti yang tidak binasa (Yoh. 6:27). -Solagracia-
Kekuatan dalam Kelemahan
Oleh : Pdt.Dr.Erastus Sabdono.
Diambil dari warta surat Gembala.
Ketika murid-murid dan orang-orang yang selama ini mengikut Tuhan Yesus dan berharap dapat mengubah nasib mereka melihat bahwa Tuhan Yesus tunduk kepada kekuatan Roma, maka semangat mereka menjadi patah. Terus terang saja, selama ini mereka mengikut Tuhan Yesus dengan mempertaruhkan segenap hidup mereka, meninggalkan segala sesuatu karena mereka hendak mengubah nasib atau keadaan hidup mereka. Dengan ditangkapnya Tuhan Yesus, disiksa dan dihukum mati, maka mereka menjadi tawar hati dan meninggalkan Tuhan Yesus. Murid-murid yang terutama, yang selama itu ada di samping Tuhan Yesus begitu kecewanya sampai mereka bermaksud kembali ke profesi semula, diantaranya sebagai penjala ikan. Bisa dibayangkan bagaimana dengan profesi Matius sebagai pemungut cukai, tidak mudah ia dapat menduduki kembali jabatan yang pernah didudukinya. Langit hidup mereka menjadi runtuh. Kebersamaan dengan Tuhan Yesus selama tiga setengah sekejap. Mereka memandangnya seperti sebuah mimpi sangat buruk. Sulit bagi mereka menerima kenyataan itu. Apa yang mereka saksikan dan mereka alami sangat jauh dari apa yang selama ini diharapkan dan dimimpikan. Mereka benar-benar tergoncang.
Hal itu terjadi sebab mereka tidak tahu rencana Allah dan kebenaran-Nya. Mereka memaksakan rencana mereka sendiri dan membangun kebenaran mereka sendiri pula. Pada dasarnya mereka tidak mengikut Tuhan Yesus, tetapi mereka bermaksud agar Tuhan Yesus mengikut mereka. Kejayaan yang mereka maksudkan dan harapkan adalah kejayaan dan kemuliaan yang berbeda dengan konsep Tuhan. Hal ini memberi pelajaran yang mahal bagi kita orang percaya sekarang ini. Inti kekristenan adalah mengenakan cara berpikir Tuhan. Ketidak berdayaan-Nya menghadapi kekuatan agama Yahudi dan Roma bukanlah sebuah kekalahan, justru itulah kekuatan. Tuhan Yesus bukan tidak sanggup membela diri dengan menurunkan malaikat dari Sorga, tetapi Ia harus sampai salib dan mati. Dengan cara itulah Ia memuliakan Allah Bapa. Itulah kekuatan. Sesuatu disebut sebagai kekuatan kalau melakukan apa yang Allah Bapa kehendaki. Walau di mata manusia adalah kelemahan dan ketidakberdayaan. Dalam kehidupan orang percaya yang benar, kita diajar untuk memberi diri mengikuti jejak Tuhan Yesus dengan mentaati kehendak-Nya. Walau untuk itu kita dianggap lemah, tidak berdaya dan bodoh. Dengan mengikuti kehendak Bapa kita bisa dianggap tidak beruntung dibanding mereka yang berani berlaku curang. Demi kebenaran kita harus berani tidak memiliki kelimpahan materi seperti mereka yang ada di jalan orang fasik. Bahkan kita harus berani tidak memiliki apa-apa demi kehidupan yang akan datang. -Solagracia-
Friday, March 28, 2014
Berbuah Dalam Ketekunan
Oleh: Pdt.Dr.Erastus Sabdono.
Disadur dari Surat Gembala warta Rehobot
Persoalan yang paling penting dalam kehidupan orang percaya adalah apakah ketika menghadap Tuhan nanti ada buah-buah kehidupan yang dapat dipersembahkan kepada-Nya? Buah itu adalah melakukan dengan baik dan tekun segala sesuatu yang Tuhan inginkan. Hal ini adalah sesuatu yang mutlak harus dipenuhi, sebab memang manusia diciptakan untuk melakukan kehendak-Nya. Jadi, buah di sini adalah perbuatan, perilaku dan sikap hati yang memberi kepuasan di hati Tuhan, sampai seseorang memiliki “hati melakukan kehendak-Nya”; memiliki nature melakukan kehendak Tuhan tanpa dipaksa atau ditekan oleh hukum. Inilah ciri dari anak Allah yang telah diperagakan oleh Tuhan Yesus. Selanjutnya, Tuhan memberikan kemampuan untuk bisa berbuah, sehingga tidak ada seorang pun yang bisa beralasan mengapa tidak berbuah dalam kehidupannya.
Dalam perumpamaan mengenai Penabur benih, dikisahkan bahwa tidak semua orang yang mendengar Firman Tuhan bisa bertumbuh dan berbuah (Luk. 8:5-15). Kelompok pertama adalah gambaran dari orang-orang yang walaupun mendengar Injil tetapi tidak pernah menjadi orang percaya (Luk. 8:12). Ini disebabkan karena kuasa antikris telah mengunci mereka, sehingga mereka tidak pernah bisa menerima pribadi Tuhan Yesus Kristus. Kelompok kedua adalah gambaran mereka yang mendengar Injil, menjadi orang Kristen tetapi tidak berani membayar harga percayanya. Pada zaman itu kalau orang berani percaya kepada Tuhan Yesus akan mengalami aniaya (Luk. 8:13). Banyak orang lebih menyelamatkan nyawanya dari pada kehilangan nyawanya. Kelompok ke tiga adalah orang-orang yang tidak mengalami aniaya, tidak menolak Tuhan Yesus, tetapi masih mencintai dunia. Mereka memang berbuah tetapi buahnya tidak matang (Luk. 8:14). Kata matang dalam teks aslinya adalah telesphoreo (τελεσφορέω) yang artinya dewasa. Jadi buah yang dihasilkan tidak dewasa. Tuhan menghendaki kedewasaan. Kehendak Tuhan harus dituruti secara mutlak. Kelompok ke empat adalah orang-orang yang mendengar Firman Tuhan dan menyimpannya dalam hati yang baik; mengeluarkan buah dalam ketekunan (Luk. 8:15).
Mengeluarkan buah dalam ketekunan menunjukkan bahwa untuk berbuah, seseorang harus berjuang keras. Kehidupan orang percaya adalah kehidupan yang dituntut untuk berbuah (Yoh. 15:1-7). Jika tidak berbuah akan dipotongnya, tetapi yang berbuah akan dibuat semakin lebat buahnya. Dalam Lukas 13:6-7 mengenai perumpamaan seorang peladang yang memiliki kebun anggur, di dalamnya terdapat pohon ara. Ketika dilihatnya pohon ara tidak berbuah, ia mengatakan bahwa percuma pohon itu tumbuh di kebunnya. Ia menghendaki agar pohon itu dikeratnya saja. Dalam perumpamaan ini Tuhan menghendaki agar setiap orang percaya berbuah yang memuaskan hati-Nya. -Solagracia-
Monday, September 16, 2013
Tuesday, August 13, 2013
Monday, August 12, 2013
Tuesday, July 16, 2013
Thursday, July 11, 2013
Wednesday, July 10, 2013
Friday, June 7, 2013
Mukjizat Terbesar
By: Wignyo Tanto
Sebenarnya mukjizat terbesar adalah ketika manusia yang tadinya tidak mengenal Kebenaran lalu mulai mengenal, belajar, lalu mengerti, sehingga terjadi perubahan pola pikir.
Perubahan pola pikir ini akan memicu perubahan-perubahan yang lain, perubahan gaya hidup, perubahan tingkah laku, perubahan perasaan, dan perubahan sikap terhadap hidup ini sebagai manusia ciptaan Tuhan.
Inilah yang dimaksudkan oleh Paulus dengan Metamorfousthe (μεταμορφουσθε) di Roma 12:2, yaitu pembaruan cara berpikir.
Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.
Roma 12:2
Sebenarnya mukjizat terbesar adalah ketika manusia yang tadinya tidak mengenal Kebenaran lalu mulai mengenal, belajar, lalu mengerti, sehingga terjadi perubahan pola pikir.
Perubahan pola pikir ini akan memicu perubahan-perubahan yang lain, perubahan gaya hidup, perubahan tingkah laku, perubahan perasaan, dan perubahan sikap terhadap hidup ini sebagai manusia ciptaan Tuhan.
Inilah yang dimaksudkan oleh Paulus dengan Metamorfousthe (μεταμορφουσθε) di Roma 12:2, yaitu pembaruan cara berpikir.
Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.
Roma 12:2
Wednesday, April 3, 2013
Menjadi Orang yang Diharapkan Tuhan
Oleh : Pdt.Dr. Erastus Sabdono
Diambil dari warta Rehobot.
Ciri dan ukuran seseorang mengasihi Tuhan dengan benar adalah dari dalam dirinya ada gejolak sungguh-sungguh merindukan kesempurnaan seperti yang dikehendaki oleh Allah. Ini merupakan kebutuhan yang penting dan mendesak dari segala kebutuhan. Ini berarti seseorang yang menyatakan mengasihi Tuhan harus mengejar kekudusan seperti kekudusanNya atau kesempurnaan Bapa (Mat. 5:48). Hal ini harus merupakan perjuangan yang tiada henti sampai menutup mata. Sebuah perjuangan yang tidak ringan, sebab melibatkan seluruh kehidupannya. Inilah sebenarnya kunci kehidupan yang terpenting dalam kekristenan yang harus dimiliki setiap orang yang sudah diselamatkan.
Orang-orang yang mengasihi Tuhan memiliki hati yang takut akan Tuhan. Tentu takut karena mengasihi dan menghormati Tuhan. Oleh sebab itu yang harus paling dipersoalkan dalam hidup orang percaya setiap hari adalah "apakah kita benar-benar mau tunduk kepada Tuhan". Ketertundukan disini diukur dari seberapa kita bersedia melakukan apa yang dikehendaki oleh Allah Bapa. Seseorang tidak bisa dikatakan menghormati bila tidak melakukan keinginan pribadi yang kepadanya dirinya tunduk. Dalam ketertundukan tersebut, seseorang rela melepaskan segala sesuatu demi kepentinganNya. Ia akan bersungguh-sungguh serius bergumul untuk menemukan tempat dimana ia dapat mengabdi melayani Tuhan. Ia juga akan dapat memahami apa yang dianggapnya sebagai kepentinganNya, sebab banyak kegiatan gereja yang dianggap sebagai kepentingan Tuhan, padahal kepentingan pribadi manusia.
Perlu diingatkan bahwa setiap orang diciptakan Tuhan dengan keadaan yang sangat khusus. Allah merancang dengan teliti dan memberikan kecerdasanNya yang sempurna agar kita melakukan kehendakNya. Jadi setiap orang di dalam hidupnya pasti mengandung, memuat atau memikul rencana Allah yang besar. Kalau Tuhan tidak memakai seseorang sebagai alatNya, sebab ia tidak pantas untuk itu, berarti ia menjadikan dirinya sampah abadi. Seseorang yang tidak melayani Tuhan berarti tidak tunduk kepadaNya. Melayani Tuhan bukan berarti aktif di gereja, tetapi menjadi berkat bagi orang di sekitarnya. Menjadi berkat artinya melalui hidup seorang anak Tuhan, orang lain bertumbuh dalam Tuhan dan diselamatkan. Untuk ini harus ada sesuatu yang dilakukan di bawah komandoNya. Untuk menangkap komando Tuhan, seseorang harus mengerti kebenaran Firman Tuhan agar memiliki kepekaan terhadap kehendak Allah.
Memperjuangkan rencana Allah harus dilakukan tiada henti, sampai waktu yang akan menghentikannya.
Diambil dari warta Rehobot.
Ciri dan ukuran seseorang mengasihi Tuhan dengan benar adalah dari dalam dirinya ada gejolak sungguh-sungguh merindukan kesempurnaan seperti yang dikehendaki oleh Allah. Ini merupakan kebutuhan yang penting dan mendesak dari segala kebutuhan. Ini berarti seseorang yang menyatakan mengasihi Tuhan harus mengejar kekudusan seperti kekudusanNya atau kesempurnaan Bapa (Mat. 5:48). Hal ini harus merupakan perjuangan yang tiada henti sampai menutup mata. Sebuah perjuangan yang tidak ringan, sebab melibatkan seluruh kehidupannya. Inilah sebenarnya kunci kehidupan yang terpenting dalam kekristenan yang harus dimiliki setiap orang yang sudah diselamatkan.
Orang-orang yang mengasihi Tuhan memiliki hati yang takut akan Tuhan. Tentu takut karena mengasihi dan menghormati Tuhan. Oleh sebab itu yang harus paling dipersoalkan dalam hidup orang percaya setiap hari adalah "apakah kita benar-benar mau tunduk kepada Tuhan". Ketertundukan disini diukur dari seberapa kita bersedia melakukan apa yang dikehendaki oleh Allah Bapa. Seseorang tidak bisa dikatakan menghormati bila tidak melakukan keinginan pribadi yang kepadanya dirinya tunduk. Dalam ketertundukan tersebut, seseorang rela melepaskan segala sesuatu demi kepentinganNya. Ia akan bersungguh-sungguh serius bergumul untuk menemukan tempat dimana ia dapat mengabdi melayani Tuhan. Ia juga akan dapat memahami apa yang dianggapnya sebagai kepentinganNya, sebab banyak kegiatan gereja yang dianggap sebagai kepentingan Tuhan, padahal kepentingan pribadi manusia.
Perlu diingatkan bahwa setiap orang diciptakan Tuhan dengan keadaan yang sangat khusus. Allah merancang dengan teliti dan memberikan kecerdasanNya yang sempurna agar kita melakukan kehendakNya. Jadi setiap orang di dalam hidupnya pasti mengandung, memuat atau memikul rencana Allah yang besar. Kalau Tuhan tidak memakai seseorang sebagai alatNya, sebab ia tidak pantas untuk itu, berarti ia menjadikan dirinya sampah abadi. Seseorang yang tidak melayani Tuhan berarti tidak tunduk kepadaNya. Melayani Tuhan bukan berarti aktif di gereja, tetapi menjadi berkat bagi orang di sekitarnya. Menjadi berkat artinya melalui hidup seorang anak Tuhan, orang lain bertumbuh dalam Tuhan dan diselamatkan. Untuk ini harus ada sesuatu yang dilakukan di bawah komandoNya. Untuk menangkap komando Tuhan, seseorang harus mengerti kebenaran Firman Tuhan agar memiliki kepekaan terhadap kehendak Allah.
Memperjuangkan rencana Allah harus dilakukan tiada henti, sampai waktu yang akan menghentikannya.
Tuesday, February 26, 2013
Cepat Bertobat dan Memperbaiki Diri
Oleh : Pdt.Dr. Erastus Sabdono
Waktu sedemikian cepatnya berlalu dan kita akan memasuki tahun yang baru lagi. Kalau kita ambil waktu sejenak dan berpikir, sesungguhnya apa yang baru? Pengkotbah berkata, "Tak ada yang baru di bawah matahari" (Pkh. 1:9). Matahari tetap terbit di timur dan terbenam di sebelah barat, bumi tetap berputar pada porosnya mengelilingi matahari dan bulan tetap mengelilingi bumi. Rutinitas semesta. Meskipun demikian, kita tetap bergerak dalam perjalanan di dimensi waktu. Waktu yang selalu baru bagi kita, dan kita dapat bergerak mundur. Dengan berubahnya angka tahun dalam kalender kita, yang baru adalah kebaruan itu sendiri. Kasih setia Tuhan selalu baru tiap pagi (Rat. 3:23), demikian pula harapan dan masalah. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Ia akan memakai segala kejadian untuk penyempurnaan iman kita.
Semua pengalaman hidup kita, yang menyenangkan maunpun menyakitkan, merupakan sarana pembentukan pribadi kita sekaligus pengumpulan berkat abadi berupa kekayaan dalam Kerajaan Surga. Inilah pengharapan yang bernilai kekal yang membuat hidup kita semakin bergairah dan selalu teringat akan prestasi kehidupan yang tertinggi dan termulia yang dapat diraih setiap individu yaitu kesucian hidup. Mari kita terus memperhatikan hal ini. Dunia hari ini telah membuat manusia dipenuhi oleh berbagai pengharapan terutama pada kekayaan duniawi dan segala kesenangannya sehingga gairah untuk hidup dalam kesucian telah tersingkir oleh berbagai harapan dan cita-cita fana. Dengan memiliki watak ilahi, selera hidup kita menjadi selaras dengan Tuhan. Dengan demikian kesucian hidup kita akan tampak bukan pada cara hidup kita yang kasat mata secara lahiriah, seperti patuh atau tunduk kepada hukum atau peraturan, melainkan pada kelemahlembutan dan kasih tulus yang kita pancarkan. Bagaimana kesucian hidup seseorang akan terpancar dari seluruh sikap hidupnya, seluruh gerak tubuh dan perkataannya. Seseorang tidak mudah menyembunyikan watak aslinya. Tanpa harus memperhatikan sikap hidupnya setiap hari dalam waktu yang panjang, dari beberapa gejala yang ditampilkan dalam pergaulan dan pernyataan-pernyataan mulutnya pun sudah tampak kualitas kesuciannya. Untuk mengalami pertumbuhan kesucian yang baik, kita harus memiliki kerinduan yang kuat untuk memahami semua yang dikehendaki Bapa atas hidup kita, lalu berusaha memenuhi apa yang dikehendaki Bapa untuk dilakukan. Tidak ada yang sulit kalau sudah dilakukan dan dibiasakan. Ini akan menggerakkan kita memperhatikan langkah kita setiap detik, menit dan jam, apakah segala sesuatu yang kita lakukan sesuai dengan kehendakNya? Mari bertobat jika berbuat salah dan memperbaikinya. Jadikan melakukan kehendak Tuhan sebagai kebiasaan, sampai kita tidak usah memaksa diri. Kiranya ini menjadi renungan untuk kita semakin lebih baik di tahun yang sesaat lagi berganti.
Waktu sedemikian cepatnya berlalu dan kita akan memasuki tahun yang baru lagi. Kalau kita ambil waktu sejenak dan berpikir, sesungguhnya apa yang baru? Pengkotbah berkata, "Tak ada yang baru di bawah matahari" (Pkh. 1:9). Matahari tetap terbit di timur dan terbenam di sebelah barat, bumi tetap berputar pada porosnya mengelilingi matahari dan bulan tetap mengelilingi bumi. Rutinitas semesta. Meskipun demikian, kita tetap bergerak dalam perjalanan di dimensi waktu. Waktu yang selalu baru bagi kita, dan kita dapat bergerak mundur. Dengan berubahnya angka tahun dalam kalender kita, yang baru adalah kebaruan itu sendiri. Kasih setia Tuhan selalu baru tiap pagi (Rat. 3:23), demikian pula harapan dan masalah. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Ia akan memakai segala kejadian untuk penyempurnaan iman kita.
Semua pengalaman hidup kita, yang menyenangkan maunpun menyakitkan, merupakan sarana pembentukan pribadi kita sekaligus pengumpulan berkat abadi berupa kekayaan dalam Kerajaan Surga. Inilah pengharapan yang bernilai kekal yang membuat hidup kita semakin bergairah dan selalu teringat akan prestasi kehidupan yang tertinggi dan termulia yang dapat diraih setiap individu yaitu kesucian hidup. Mari kita terus memperhatikan hal ini. Dunia hari ini telah membuat manusia dipenuhi oleh berbagai pengharapan terutama pada kekayaan duniawi dan segala kesenangannya sehingga gairah untuk hidup dalam kesucian telah tersingkir oleh berbagai harapan dan cita-cita fana. Dengan memiliki watak ilahi, selera hidup kita menjadi selaras dengan Tuhan. Dengan demikian kesucian hidup kita akan tampak bukan pada cara hidup kita yang kasat mata secara lahiriah, seperti patuh atau tunduk kepada hukum atau peraturan, melainkan pada kelemahlembutan dan kasih tulus yang kita pancarkan. Bagaimana kesucian hidup seseorang akan terpancar dari seluruh sikap hidupnya, seluruh gerak tubuh dan perkataannya. Seseorang tidak mudah menyembunyikan watak aslinya. Tanpa harus memperhatikan sikap hidupnya setiap hari dalam waktu yang panjang, dari beberapa gejala yang ditampilkan dalam pergaulan dan pernyataan-pernyataan mulutnya pun sudah tampak kualitas kesuciannya. Untuk mengalami pertumbuhan kesucian yang baik, kita harus memiliki kerinduan yang kuat untuk memahami semua yang dikehendaki Bapa atas hidup kita, lalu berusaha memenuhi apa yang dikehendaki Bapa untuk dilakukan. Tidak ada yang sulit kalau sudah dilakukan dan dibiasakan. Ini akan menggerakkan kita memperhatikan langkah kita setiap detik, menit dan jam, apakah segala sesuatu yang kita lakukan sesuai dengan kehendakNya? Mari bertobat jika berbuat salah dan memperbaikinya. Jadikan melakukan kehendak Tuhan sebagai kebiasaan, sampai kita tidak usah memaksa diri. Kiranya ini menjadi renungan untuk kita semakin lebih baik di tahun yang sesaat lagi berganti.
Wednesday, January 30, 2013
Menjadi Seorang yang Mempersiapkan Diri
Oleh : Pdt. Dr. Erastus Sabdono
Tidak terasa kita sudah di awal tahun 2013. Kita mengakui bahwa kehidupan ini bisa berlangsung karena kehadiran Tuhan di dalamnya. Senantiasa kita diingatkan akan kehidupan yang akan datang. Kalau demi hal-hal yang tidak pasti tersebut kita bisa mempersiapkan diri sebaik-baiknya, mengapa untuk hal yang pasti kita akan alami, tidak kita persiapkan diri lebih serius? Ingatlah bahwa kuasa kegelapan berusaha membuat manusia melupakan realitas kematian ini. Berbagai filosofi hidup yang salah disuntikkan ke dalam pikiran melalui berbagai media, agar manusia tidak mempedulikan realitas tersebut. Demikianlah kenyataannya, bahwa banyak orang kini menggulirkan hari hidupnya tanpa kesadaran sama sekali bahwa hari hidupnya tersebut bisa berhenti setiap saat. Mereka bersikap seakan-akan perjalanan hidup ini akan berlangsung tiada akhir. Mereka berpikir kematian bukan bagian hidup mereka. Betapa malangnya. Kenyataan yang bisa dilihat dengan jelas, banyak orang yang hanyut dan tenggelam dengan berbagai kegiatan, kesibukan, masalah dan lain sebagainya sedang dibawa ke pembantaian abadi atau dipersiapkan menjadi sampah kekal.
Karena kematian adalah realitas yang tidak pernah diprediksi kapan terjadinya, maka persiapan harus dilakukan sejak sekarang. Ya, selalu sekarang. Untuk ini pertobatan harus dilakukan sekarang, tiap hari. Sepanjang tahun 2012, jangan-jangan kita tidak melakukan pertobatan yang serius sampai akhirnya mungkin kita tidak menyadari kesalahan/dosa yang terus menerus kita lakukan. Hari ini kita diberi kesempatan untuk mempersiapkannya kembali, berjaga-jaga dengan doa yang tak berkeputusan, suatu relasi yang dibangun dengan Tuhan. Banyak hal yang bisa diabaikan dan dianggap tidak penting. Yang tidak penting harus bisa disingkirkan, tetapi persiapan menyongsong kematian tidak boleh ditunda. Ini harus dianggap penting dan darurat. Kita harus selalu berpikir bahwa hari ini adalah hari terakhir kita hidup. Besok tidak ada kesempatan lagi. Jadi setiap kali disebut hari ini, berarti kesempatan sangat berharga untuk membenahi diri. Bila kita membiasakan diri memiliki sikap seperti ini, maka barulah kita pahami dan dapat melakukan apa yang dimaksud dengan mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenaranNya (Mat. 6:33).
Karena rahmat Allah telah melahirkan kita kembali kepada suatu hidup yang penuh harapan, selalu ada kesempatan bagi setiap orang yang mau serius mempersiapkan diri menjadikannya sebuah pengharapan yang tidak dapat cemar dan tidak dapat layu yang tersimpan di Sorga bagi kita. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Ia akan memakai segala kejadian untuk penyempurnaan iman kita. Semua pengalaman hidup kita, yang menyenangkan maupun menyakitkan, merupakan sarana pembentukan pribadi kita sekaligus pengumpulan berkat abadi berupa kekayaan dalam Kerajaan Sorga. Inilah pengharapan yang bernilai kekal yang membuat kita semakin bergairah. Mari selalu persiapkan diri dengan terus mengasah hati nurani kita setiap saat. Sehingga ketika hari itu tiba, kita bisa menjadi orang yang diharapkan Tuhan.
Tidak terasa kita sudah di awal tahun 2013. Kita mengakui bahwa kehidupan ini bisa berlangsung karena kehadiran Tuhan di dalamnya. Senantiasa kita diingatkan akan kehidupan yang akan datang. Kalau demi hal-hal yang tidak pasti tersebut kita bisa mempersiapkan diri sebaik-baiknya, mengapa untuk hal yang pasti kita akan alami, tidak kita persiapkan diri lebih serius? Ingatlah bahwa kuasa kegelapan berusaha membuat manusia melupakan realitas kematian ini. Berbagai filosofi hidup yang salah disuntikkan ke dalam pikiran melalui berbagai media, agar manusia tidak mempedulikan realitas tersebut. Demikianlah kenyataannya, bahwa banyak orang kini menggulirkan hari hidupnya tanpa kesadaran sama sekali bahwa hari hidupnya tersebut bisa berhenti setiap saat. Mereka bersikap seakan-akan perjalanan hidup ini akan berlangsung tiada akhir. Mereka berpikir kematian bukan bagian hidup mereka. Betapa malangnya. Kenyataan yang bisa dilihat dengan jelas, banyak orang yang hanyut dan tenggelam dengan berbagai kegiatan, kesibukan, masalah dan lain sebagainya sedang dibawa ke pembantaian abadi atau dipersiapkan menjadi sampah kekal.
Karena kematian adalah realitas yang tidak pernah diprediksi kapan terjadinya, maka persiapan harus dilakukan sejak sekarang. Ya, selalu sekarang. Untuk ini pertobatan harus dilakukan sekarang, tiap hari. Sepanjang tahun 2012, jangan-jangan kita tidak melakukan pertobatan yang serius sampai akhirnya mungkin kita tidak menyadari kesalahan/dosa yang terus menerus kita lakukan. Hari ini kita diberi kesempatan untuk mempersiapkannya kembali, berjaga-jaga dengan doa yang tak berkeputusan, suatu relasi yang dibangun dengan Tuhan. Banyak hal yang bisa diabaikan dan dianggap tidak penting. Yang tidak penting harus bisa disingkirkan, tetapi persiapan menyongsong kematian tidak boleh ditunda. Ini harus dianggap penting dan darurat. Kita harus selalu berpikir bahwa hari ini adalah hari terakhir kita hidup. Besok tidak ada kesempatan lagi. Jadi setiap kali disebut hari ini, berarti kesempatan sangat berharga untuk membenahi diri. Bila kita membiasakan diri memiliki sikap seperti ini, maka barulah kita pahami dan dapat melakukan apa yang dimaksud dengan mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenaranNya (Mat. 6:33).
Karena rahmat Allah telah melahirkan kita kembali kepada suatu hidup yang penuh harapan, selalu ada kesempatan bagi setiap orang yang mau serius mempersiapkan diri menjadikannya sebuah pengharapan yang tidak dapat cemar dan tidak dapat layu yang tersimpan di Sorga bagi kita. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Ia akan memakai segala kejadian untuk penyempurnaan iman kita. Semua pengalaman hidup kita, yang menyenangkan maupun menyakitkan, merupakan sarana pembentukan pribadi kita sekaligus pengumpulan berkat abadi berupa kekayaan dalam Kerajaan Sorga. Inilah pengharapan yang bernilai kekal yang membuat kita semakin bergairah. Mari selalu persiapkan diri dengan terus mengasah hati nurani kita setiap saat. Sehingga ketika hari itu tiba, kita bisa menjadi orang yang diharapkan Tuhan.
Tuhan Belum Dipuaskan
Oleh : Pdt. Dr. Erastus Sabdono
Banyak orang Kristen yang berpendapat, kalau sudah tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar moral dan rajin pergi ke gereja, berarti sudah memiliki pertobatan yang benar. Mereka juga beranggapan kalau sudah bisa mengikuti liturgi, memuji nama Tuhan dan melakukan kegiatan gereja berarti mereka sudah memuaskan hati Tuhan. Mereka juga berpikir kalau berani percaya kepada kuasa dan kebaikan Tuhan, berarti Tuhan dimuliakan dan mereka merasa sudah di pihak Tuhan. Setelah itu tidak ada lagi yang perlu digumuli secara serius kecuali mempertahankan kehidupan yang tidak bertentangan dengan moral dan rajin ke gereja. Pandangan hidup ini sejatinya masih meleset dari kebenaran. Lebih celaka lagi kalau berurusan dengan Tuhan hanya karena mau mengurusi masalah pemenuhan kebutuhan jasmani.
Sejatinya Tuhan belum merasa puas kalau hanya berpindah dari agama lain atau tidak melakukan praktek perdukunan. Seakan-akan Tuhan membutuhkan pengikut untuk menyenangkan hatiNya. Padahal langkah orang Kristen seperti itu hanya merupakan usaha memanfaatkan dan memanipulasi Allah. Mereka masih berdiri di pihaknya sendiri, bukan di pihak Tuhan. Mereka masih egois, hidup untuk dirinya sendiri, tidak mengabdi kepada Tuhan dan belum menjadikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan yang harus dipatuhi secara mutlak. Sebenarnya Tuhan mereka adalah perut mereka sendiri (Flp. 3:18-21). Mereka masih berstatus sebagai musuh salib Kristus yang artinya memiliki hidup belum sepadan atau belum sesuai dengan maksud salib Tuhan diadakan. Salib diadakan agar manusia hidup sebagai warga Kerajaan Sorga yang baik, yaitu hidup dalam kehendak Tuhan. Dalam hal ini kita jumpai banyak orang Kristen yang tidak bertumbuh. Kalau pikiran mereka tidak dibongkar oleh Firman Tuhan, mereka tidak akan pernah mengenali keadaan mereka yang sebenarnya belum menjadi warga Kerajaan Sorga yang baik. Mereka dikunci Iblis dalam kebodohan sehingga mereka tidak pernah menjadi anak Allah. Ingat, bahwa yang menjadi anak Allah adalah mereka yang telah ditebus dari cara hidup yang sia-sia yang diwarisi dari nenek moyang (1 Ptr. 1:1-17). Menjadi orang baik yang bergereja belum berarti sudah ditebus dari cara hidup yang sia-sia. Cara hidup yang sia-sia adalah cara hidup yang hanya menuruti kehendaknya sendiri, bukan kehendak Allah. Betapa malangnya orang-orang Kristen yang merasa telah ditebus oleh darah Tuhan Yesus padahal mereka menolak menjadi anak tebusan. Menjadi anak tebusan berarti bersedia hidup dengan cara hidup yang baru. Cara hidup yang baru itu adalah hidup dalam kehendak Tuhan.
Banyak orang Kristen yang berpendapat, kalau sudah tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar moral dan rajin pergi ke gereja, berarti sudah memiliki pertobatan yang benar. Mereka juga beranggapan kalau sudah bisa mengikuti liturgi, memuji nama Tuhan dan melakukan kegiatan gereja berarti mereka sudah memuaskan hati Tuhan. Mereka juga berpikir kalau berani percaya kepada kuasa dan kebaikan Tuhan, berarti Tuhan dimuliakan dan mereka merasa sudah di pihak Tuhan. Setelah itu tidak ada lagi yang perlu digumuli secara serius kecuali mempertahankan kehidupan yang tidak bertentangan dengan moral dan rajin ke gereja. Pandangan hidup ini sejatinya masih meleset dari kebenaran. Lebih celaka lagi kalau berurusan dengan Tuhan hanya karena mau mengurusi masalah pemenuhan kebutuhan jasmani.
Sejatinya Tuhan belum merasa puas kalau hanya berpindah dari agama lain atau tidak melakukan praktek perdukunan. Seakan-akan Tuhan membutuhkan pengikut untuk menyenangkan hatiNya. Padahal langkah orang Kristen seperti itu hanya merupakan usaha memanfaatkan dan memanipulasi Allah. Mereka masih berdiri di pihaknya sendiri, bukan di pihak Tuhan. Mereka masih egois, hidup untuk dirinya sendiri, tidak mengabdi kepada Tuhan dan belum menjadikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan yang harus dipatuhi secara mutlak. Sebenarnya Tuhan mereka adalah perut mereka sendiri (Flp. 3:18-21). Mereka masih berstatus sebagai musuh salib Kristus yang artinya memiliki hidup belum sepadan atau belum sesuai dengan maksud salib Tuhan diadakan. Salib diadakan agar manusia hidup sebagai warga Kerajaan Sorga yang baik, yaitu hidup dalam kehendak Tuhan. Dalam hal ini kita jumpai banyak orang Kristen yang tidak bertumbuh. Kalau pikiran mereka tidak dibongkar oleh Firman Tuhan, mereka tidak akan pernah mengenali keadaan mereka yang sebenarnya belum menjadi warga Kerajaan Sorga yang baik. Mereka dikunci Iblis dalam kebodohan sehingga mereka tidak pernah menjadi anak Allah. Ingat, bahwa yang menjadi anak Allah adalah mereka yang telah ditebus dari cara hidup yang sia-sia yang diwarisi dari nenek moyang (1 Ptr. 1:1-17). Menjadi orang baik yang bergereja belum berarti sudah ditebus dari cara hidup yang sia-sia. Cara hidup yang sia-sia adalah cara hidup yang hanya menuruti kehendaknya sendiri, bukan kehendak Allah. Betapa malangnya orang-orang Kristen yang merasa telah ditebus oleh darah Tuhan Yesus padahal mereka menolak menjadi anak tebusan. Menjadi anak tebusan berarti bersedia hidup dengan cara hidup yang baru. Cara hidup yang baru itu adalah hidup dalam kehendak Tuhan.
Wednesday, December 12, 2012
Natal Lagi
Pdt.Bigman Sirait.
Desember, berujung pada Natal, dan bersambung
pada Tahun baru. Tiap tahun ini menjadi suasana tersendiri dalam perjalanan
kehidupan umat Kristen. Natal mengingatkan kita akan kerelaan Yesus Kristus
mengosongkan diri Nya, untuk menjadi sama dengan manusia yang terkurung dalam
ruang dan waktu. Melepas atribut ke Illahian Nya, dan menjadi manusia,
sekaligus Allah yang mengosongkan diri. Sebuah pergumulan teologis tersendiri,
pemaknaan yang sangat dalam, itulah Natal. Semangat natal sudah semestinya
mewarnai, bahkan mendominasi, kehidupan orang percaya. Ya, tiap kali Natal kita
diingatkan untuk merenung diri, apakah kita sudah hidup sesuai dengan apa yang
menjadi kehendak Allah. Apakah kita sudah hidup sesuai dengan tujuan natal?
Orang percaya digugat untuk berani melepas kecintaan pada diri, dengan belajar
mencintai sesama yang tersisihkan dari panggung kehidupan. Ada terlalu banyak
hal yang bisa diperbuat dalam mengisi Natal. Hanya saja, sayang, juga ada
terlalu banyak acara yang membuat kebanyakan kita terlena pada kenikmatan diri.
Acara yang sudah pasti bernuansa pesta, menerima kenyamanan, dan bukan berbagi
diri. Tak ada yang salah dengan suasana ini, tetapi jadi masalah besar ketika
kita terjebak dan berhenti disana. Lalu berpikir kita sudah natalan. Jelas
tidak. Natalan adalah kesadaran dan keberanian untuk berbagi. Semangat yang
harus diwujudkan, dan sangat mengena dengan situasi kekinian dimana cinta diri
semakin menguasai manusia modern. Seharusnyalah semangat natal bisa memberikan
secercah harapan kebersamaan, kepedulian, dan kerelaan untuk hidup berbagi.
Natal lagi, adalah tema untuk sebuah perenungan yang coba mengingatkan diri,
jangan-jangan ini hanya sebuah pengulangan dalam perputaran waktu. Tak ada yang
baru, baik dalam paradigma, apalagi tindakan yang semestinya. Natal lagi, agar
orang percaya tak hanya mengulang, sebaliknya, terus mencipta pembaharuan
kehidupan. Membuat perubahan demi perubahan menuju hidup yang lebih baik,
beradab, dan beriman sungguh. Mampu mengaplikasi iman dalam keseharian,
sehingga makna natal itu mendarap dikehidupan. Natal, adalah kesempatan bagi
orang lain merasakan artinya sebuah penyangkalan diri. Seperti Kristus
menyagkali ke Illahian Nya dengan menjadi manusia, begitulah kita menyangkali
diri dengan menggantungkan keegoan diri. Sebuah semangat natal yang bukan
sekedar natal lagi. Sementara tahun baru, yang menanti jangan melunturkan
semangat natal itu, tetapi sebaliknya, menjadi perpacuan waktu untuk terus
menerus menjadi semakin baru. Sehingga dengan semangat natal, tercipta
perubahan menuju hidup yang lebih baik dan benar.
Setiap tahun baru, berarti
waktu mengkalkulasi apakah semangat natal mencapai titik maksimal dalam
mencipta perubahan? Dengan demikian, akan tercipta sebuah perputaran yang akan
terus menerus memperbaharui apa yang ada. Sehingga kehidupan umat tak terjebak
pada comfort zona, melainkan terus menerus bergerak menuju titik puncak
pengabdian. Bukankah hal ini akan membuat hidup menjadi amat sangat bermakna.
Dan juga, akan membuat hidup menjadi lebih hidup karena sangat menghidupkan.
Natal tak boleh hanya menjadi natal lagi, natal harus menjadi natal yang terus
menerus mengingatkan semangat peniadaan diri demi pengabdian kepada yang
Illahi. Hidup dibumi untuk berbagi, mengangkat harkat hidup orang yang
terpuruk. Terpuruk karena berbagai hal, baik ekonomi, moral, kesehatan, bahkan
mereka yang patah dan kehilangan semangat hidup. Natal harus menyentuh
semuanya, membuat orang kuat diposisinya masing-masing.
Tahun baru, harus
diingat, bahwa yang baru itu bukan soal sandang, pangan, papan, melainkan
semangat dan arah kehidupan. Dunia memang sangat menggoda dengan tawaran
kenikmatannya. Natal dan tahun baru telah dijadikan tahun menampuk rejeki oleh
dunia industri. Sebuah usaha legal, namun harus disikapi dengan kritis dan
komprehensif, agar umat tak sekedar menjadi ladang tempat mendulang rejeki.
Selamat natal, selamat berbagi, dan memberi hidup. Selamat tahun baru, selamat
berparadigma baru, tentang makna hidup yang berbagi. Tuhan memberkati
Sunday, December 9, 2012
Winning the Battle
by Joyce Meyer
One thing I’ve learned over the years is that the more intimate we are with Him, the more powerful our lives will be. That’s because we begin to resemble and act like those we spend time with. So, if we “hang out” with Christ, we will eventually become more like Christ. The trouble is many of us don’t spend a whole lot of time with Him.
Intimacy Takes Time—and Truth
It’s seems like so many people are afraid to make time to get to know Him, to study His character. Or we’re scared to seek wisdom and guidance from Him because of what we think He might tell us. It looks as if we’re terrified of simply being with Him. And so that kind of power—the kind that makes the devil nervous when we wake up in the morning—often doesn’t develop very much in our lives.
God’s Word tells us that the truth will make us free. And in the book of Psalms, it says that David sought one thing of the Lord and basically, that was time with Him.
So, to develop intimacy that cultivates power with God, we have to face the truth that God reveals to us about ourselves. We must get a hold on our thoughts—thoughts about ourselves, our past or future, even thoughts about God. God loves us very much, but He is not willing to leave us in our mess. He is always ready and waiting to change us from the inside out.
“ He is always ready and waiting to change us from the inside out. ”
It takes time for that to happen because we first need to be able to see the truth about ourselves, and many times, that is the hardest part of growing because we don’t like what we see. We may pray for God to change our circumstances, but we need to be able to face the fact that He wants to change us—regardless of the circumstances. So many times the Holy Spirit will reveal things that we just don’t want to see about ourselves. But remember, the truth will set us free! So don’t be afraid to change; be more afraid of staying the same!
How God Really Sees You
But God is not mad at us. If you’re a parent just think of this: Can you love any of your children more than you do right now? Do you still want to see changes in their behavior? Well, it’s the same way with our heavenly Father. He loves us—period. He loves us now as much as He ever will. That will not change. But He still wants to see us grow and mature and experience the best He has planned for us.
God really does love us, and He always has our best interest in mind. The more we trust Him, the more we’ll want to spend time with Him. The more time we spend with Him, the more we change and the more His power develops in our lives. And the more powerful our lives are, the more nervous the devil will be when we open our eyes and get out of bed in the morning!
So, schedule a few private meetings with God. Talk to Him about your problems. Face the truth He reveals to you about yourself. Trust that He is always working for you to live an abundant, fruitful, powerful life!
One thing I’ve learned over the years is that the more intimate we are with Him, the more powerful our lives will be. That’s because we begin to resemble and act like those we spend time with. So, if we “hang out” with Christ, we will eventually become more like Christ. The trouble is many of us don’t spend a whole lot of time with Him.
Intimacy Takes Time—and Truth
It’s seems like so many people are afraid to make time to get to know Him, to study His character. Or we’re scared to seek wisdom and guidance from Him because of what we think He might tell us. It looks as if we’re terrified of simply being with Him. And so that kind of power—the kind that makes the devil nervous when we wake up in the morning—often doesn’t develop very much in our lives.
God’s Word tells us that the truth will make us free. And in the book of Psalms, it says that David sought one thing of the Lord and basically, that was time with Him.
So, to develop intimacy that cultivates power with God, we have to face the truth that God reveals to us about ourselves. We must get a hold on our thoughts—thoughts about ourselves, our past or future, even thoughts about God. God loves us very much, but He is not willing to leave us in our mess. He is always ready and waiting to change us from the inside out.
“ He is always ready and waiting to change us from the inside out. ”
It takes time for that to happen because we first need to be able to see the truth about ourselves, and many times, that is the hardest part of growing because we don’t like what we see. We may pray for God to change our circumstances, but we need to be able to face the fact that He wants to change us—regardless of the circumstances. So many times the Holy Spirit will reveal things that we just don’t want to see about ourselves. But remember, the truth will set us free! So don’t be afraid to change; be more afraid of staying the same!
How God Really Sees You
But God is not mad at us. If you’re a parent just think of this: Can you love any of your children more than you do right now? Do you still want to see changes in their behavior? Well, it’s the same way with our heavenly Father. He loves us—period. He loves us now as much as He ever will. That will not change. But He still wants to see us grow and mature and experience the best He has planned for us.
God really does love us, and He always has our best interest in mind. The more we trust Him, the more we’ll want to spend time with Him. The more time we spend with Him, the more we change and the more His power develops in our lives. And the more powerful our lives are, the more nervous the devil will be when we open our eyes and get out of bed in the morning!
So, schedule a few private meetings with God. Talk to Him about your problems. Face the truth He reveals to you about yourself. Trust that He is always working for you to live an abundant, fruitful, powerful life!
Wednesday, December 5, 2012
Mempersiapkan diri untuk Hidup Kekal
Wignyo Tanto (from : Facebook)
Persiapan
akan suatu pesta pernikahan itu luar biasa. Biasanya dipersiapkan
selama 1 tahun dan melibatkan banyak pihak, baik keluarga pria maupun
wanita dan bahkan teman-teman juga. Persiapan yang cukup lama yang
memakan waktu dan biaya cukup besar ini hanyalah untuk menyelenggarakan
pesta yang berlangsung 2 jam saja. Bayangkan, pesta 2 jam dipersiapkan
selama 1 tahun, hebat bukan?
Nah, bagaimana persiapan kita
selama hidup 70 tahun ini untuk menyongsong pesta di kekekalan yang
durasinya tak terhingga, yaitu selama-lamanya.
Sayangnya
pengertian inipun belum tentu menggerakkan seseorang untuk berubah dan
serius menginvestasikan seluruh hidupnya di Bumi ini untuk hidup
selamanya di Bumi yang baru, yaitu di Surga nanti.
Anak Allah hidup di dunia ini cuma satu tujuannya, mempersiapkan diri untuk hidup kekal.
Wahyu 21:1-4
Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang
pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan lautpun tidak ada
lagi.
Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru,
turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan
yang berdandan untuk suaminya.
Lalu aku mendengar suara yang
nyaring dari takhta itu berkata: "Lihatlah, kemah Allah ada di
tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka.
Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka.
Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak
akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau
dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu."
Anak Allah hidup di dunia ini cuma satu tujuannya, mempersiapkan diri untuk hidup kekal.
Wahyu 21:1-4
Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan lautpun tidak ada lagi.
Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya.
Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: "Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka.
Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu."
Subscribe to:
Posts (Atom)