Tos Kitu
Truth Daily Enlightenment (edisi January 2010)
Baca: Roma 8:18-30, Alkitab setahun: Matius 5-6
Masuk ke Desa Cibeo di daerah Baduy dalam, Rani adityasari, seorang wartawan sebuah harian nasional, menceritakan bahwa dia disambut oleh penduduk setempat di dalam teras rumah yang terbuat dari jalinan bambu dan kayu tanpa menggunakan paku satu pun. Rakitan rumah tradisional tanpa paku yang sudah turun temurun itu, menurut penduduk setempat,“Tos kitu – ya sudah begitu”. Tradisi yang kuat diwariskan dari generasi ke generasi, tanpa pedoman tertulis, namun dilakukan sangat disiplin. Seperti halnya tradisi saba desa (kunjungan ke desa lain). Praktiknya, mereka pergi ke Jakarta dalam rombongan tiga orang, dimana dua orang diantaranya sudah pernah pergi sebelumnya, kemudian pulang untuk menceritakan pengalamannya sewaktu menginap beberapa waktu di Jakarta. Uniknya, mereka berjalan ke Jakarta memakan waktu tiga hari, karena pergi tanpa beralas kaki dan tidak boleh naik kendaraan. Apabila ada anggota yang melanggar , entah bagaimana pasti ketahuan. Sekembalinya ke desa dia akan segera diusir dari Baduy Dalam. Ketika ditanya mengapa tidak boleh pakai alas kaki dan kendaraan, maka dijawab dengan senyum dan suara halus , “Tos kitu.”
Jika kita membaca Alkitab, maka kita menemukan bahwa penulis Alkitab tidak berusaha untuk membuktikan bahwa Tuhan itu ada, sebab memang mereka mengalami sendiri bergaul dengan Tuhan sesuai dengan pola masing-masing yang khas. Jika bertemu orang atheis yang mempertanyakan keberadaan Tuhan, daripada berdebat, kita lebih baik menjawab “ Tos kitu”. Tuhan ada dan dapat dirasakan keberadaan-Nya buat mereka yang serius ingin mengenal Dia. Para atheis tidak merasakan Tuhan ada bukan karena tidak ada bukti, melainkan karena mereka menindas bukti-bukti itu.
Namun perlu diingat bahwa menggunakan pikiran itu bukan duniawi, sebab pikiran itu diciptakan oleh Tuhan untuk memperlengkapi kita agar kita tidak bisa kita diperdaya dengan pengajaran yang mengatasnamakan Tuhan tapi menyelewengkan kebenaran Alkitab. Pengajaran yang keliru tidak boleh dibungkus dengan kalimat rohani yang mengisyaratkan kita untuk “Percaya saja”. Dalam Rm.8:28 kita diajarkan bahwa Allah turut bekerja di dalam segala hal yang mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia. Jadi kita harus terus menguji hati kita, apakah kita mengasihi Dia? Jika ditanya, kenapa harus begitu, ya kita jawab saja “ Tos kitu”. Dimana kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikan-Nya dengan tekun.
Iman kepada Tuhan tidak perlu bertanya mengapa harus demikian, namun harus berjalan walaupun banyak ketidakpastian.