Oleh : Pdt.Dr. Erastus Sabdono
Baca: 1 Petrus 4:1–6
Alkitab dalam setahun: Mazmur 26–31
Mengikut Tuhan Yesus berarti mengikuti jejak-Nya. Untuk mengikuti jejak-Nya kita harus belajar secara mendalam dan lengkap apa yang ditulis di dalam Injil: semua yang diajarkan Tuhan Yesus dan para rasul-Nya. Tidak memahami Injil-Nya dengan benar berarti kita tidak pernah mengikut Dia, dan itu berarti juga tidak pernah menjadi orang percaya yang benar.
Pengalaman yang paling menyesatkan banyak orang hari ini adalah manakala seseorang sudah merasa mengalami kuasa Tuhan, sehingga yakin bahwa mereka sudah menjadi pengikut Kristus yang pasti diselamatkan. Padahal keselamatan itu proses yang dilakukan Tuhan untuk mengembalikan manusia kepada rancangan-Nya semula, bukan sesuatu yang instan. Proses keselamatan itu adalah proses meneladani jejak kehidupan Tuhan sebagai model manusia yang harus dicapai, bukan mengalami kuasa mukjizat yang menjawab kebutuhan jasmani.
Untuk mencapai model manusia seperti Tuhan Yesus Kristus, kita harus melalui pergumulan berat yang menyita seluruh hidup dan perhatian kita. Kita seperti hidup dalam dunia sendiri, yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain. Semakin mengenal kebenaran Injil, kita akan semakin berbeda dengan lingkungannya. Semakin jelas bahwa dunia yang kita miliki berbeda dengan dunia yang dimiliki oleh manusia pada umumnya. Itulah sebabnya banyak orang di sekitar kita merasa heran, mengapa orang-orang percaya hidup dengan cara demikian? Biasanya mereka memandang orang-orang percaya itu ekstrem, fanatik dan tidak realistis.
Kalau selama ini kita menganggap mengikut Kristus hanyalah setia kepada salah satu denominasi gereja, melakukan liturgi dan menggumuli kuasa mukjizat-Nya—sebagaimana agama-agama lain di dunia ini—mari kita mengubah cara berpikir itu. Kita dipanggil untuk menggumuli kehidupan yang sesuai dengan selera Bapa, yaitu kehidupan yang memuaskan hati-Nya. Ini suatu gaya hidup yang tidak dimiliki oleh agama mana pun.
Kalau selama ini kita hanya berusaha memperoleh acungan jempol manusia, kita harus bertobat. Yang harus kita capai bukanlah memuaskan hati orang lain, melainkan memuaskan hati Bapa. Ini adalah suatu level kehidupan yang jarang sekali digumuli orang beragama pada umumnya—apalagi dicapai. Mari kita berusaha memperoleh acungan jempol Bapa, sehingga seperti kepada Anak-Nya Yesus (Mat. 3:17), Ia juga dengan bangga berkata tentang kita, “Inilah anakku yang Kukasihi, kepadanya Aku berkenan”.
Mengikut jejak Kristus berarti
melalui pergumulan yang menyita seluruh hidup dan perhatian kita.