Oleh :
Pdt.Dr.Erastus Sabdono.
From : Truth Daily
Enlightenment
Baca: Yohanes 15:13
Alkitab dalam
setahun: Wahyu 17–19
Bayangkan, Anda sedang tergeletak di
ruang ICU (Intensive Care Unit) di rumah sakit. Nafas Anda hanya tinggal sepotong
saja; artinya untuk bernafas pun harus menggunakan alat bantu. Tidak ada
lantunan musik klasik atau lagu pop. Kalaupun ada nyanyian, yang terdengar
adalah nyanyian kematian. Seakan-akan penghuni ruangan ICU tersebut sedang
mempersiapkan suatu paduan suara bersama dalam senandung nyanyian kematian.
Terdengar suara monoton alat-alat medis yang tengah menopang nyawa orang-orang
yang sedang sekarat, termasuk Anda. Dingin, tegang, mengerikan.
Anda tidak bisa membedakan kapan
siang kapan malam; yang Anda tahu, bila malam tiba semua menjadi senyap. Tidak
ada lagi hilir mudik orang-orang yang datang membusuk untuk melawat dan
mendoakan mereka yang sakit. Kalau malam tiba hanya terdengar sesekali suster
dan dokter berbicara perlahan setengah berbisik; terdengar langkah sandal yang
diseret. Itu pasti langkah suster atau dokter. Kadang-kadang terdengar langkah
kaki keluarga pasien yang menengok anggota keluarga mereka yang sakit di tengah
malam. Semakin malam, suasana lebih senyap lagi, seakan-akan Anda sudah ada di
kuburan. Menengok ke kanan dan ke kiri hanyalah ranjang-ranjang pasien yang
bernasib sama dengan Anda. Tak terpikir adanya televisi yang menayangkan
sinetron berseri yang selama ini menemani Anda sebelum terlelap tidur ketika
Anda masih sehat. Kalau penciuman Anda masih berfungsi, yang tercium hanyalah
bau khas ruang rumah sakit yang sarat obat-obatan. Tidak ada wangi parfum atau
aroma kopi hangat.
Dokter sudah memberi isyarat kepada
keluarga bahwa sudah tidak ada harapan bagi keadaan Anda. Nyawa Anda tidak
lebih dari beberapa hari atau bahkan hanya tinggal beberapa jam, oleh karenanya
dokter menyarankan agar keluarga bisa dikumpulkan. Barangkali Anda masih bisa
merasakan kehadiran keluarga di sekitar Anda, tetapi sudah tidak mampu
menggerakkan anggota tubuh sama sekali. Kalau bisa berbicara, Anda ingin
berkata, “Temani aku, temani aku.” Tetapi suara itu tidak akan terdengar sebab
mulut pun sedang dipenuhi selang ventilator.
Akankah pada waktu seperti itu kita
mengingat Sahabat kita yang bernama Yesus Kristus, yang sudah mati untuk kita? Masih mampukah kita berkata, “Tuhan, Engkau sahabatku.
Temanilah aku”? Dan apakah saat-saat terakhir itu menjadi saat yang mengerikan
atau saat yang menyenangkan, sebab kita tahu akan melihat Sahabat Sejati kita
itu? Itu harus kita renungkan mulai sekarang.