Oleh : Pdt.Dr.Erastus Sabdono
Diambil dari surat Gembala Warta Rehobot.
Kiblat adalah kata dalam bahasa Arab yang searti dengan
arah. Kata ini biasanya digunakan dalam kaitannya dengan arah fisik pada waktu
berdoa. Ratusan tahun sebelum agama-agama monotheisme besar ada (Kristen dan
Islam), orang-orang Yahudi kalau berdoa mengarahkan diri ke Yerusalem. Seperti
Daniel, setiap kali menaikkan jam-jam doanya, ia berdoa dengan berkiblat ke
Yerusalem, di mana terdapat Bait Allah yang dibangun oleh Salomo sebagai
lambang kehadiran Elohim Yahwe. Menurut catatan sejarah, orang-orang Islam pada
mulanya juga kalau bersembahyang berkiblat ke arah Yerusalem juga yang dikenal
sebagai Baitul Maqdis. Tetapi kemudian hari mengarah atau berkiblat ke Ka’abah
di Mekah sampai sekarang. Kita meminjam istilah kiblat sebab kata ini
berhubungan dengan urusan penyembahan dan beribadah kepada Tuhan. Sedangkan
kata arah lebih bersifat umum. Namun perlu ditegaskan bahwa orang Kristen tidak
mengenal pola berdoa atau sembahyang seperti orang Yahudi dan Muslim yang
memiliki kiblat secara harafiah. Bahkan orang Kristen tidak memiliki
teknik-teknik berdoa seperti banyak agama dan kepercayaan.
Sesuai dengan petunjuk Tuhan Yesus bahwa orang percaya
beribadah kepada Allah dalam Roh dan kebenaran (Yoh 4:24). Ini berarti sebuah
ibadah yang tidak diatur oleh tata cara ibadah tertentu, itulah sebabnya dalam
kekristenan tidak ada ajaran mengenai teknik-teknik berdoa (harus melipat
tangan, sujud secara fisik, angkat tangan dan lain-lain). Tetapi dalam
kekristenan yang penting adalah kehidupan yang diarahkan atau diorientasikan
kepada Tuhan dan Kerajaan-Nya setiap hari.
Kalau berbicara mengenai kiblat, kiblat orang percaya
bukanlah tempat atau arah secara harafiah tetapi sikap orientasi hati atau
tujuan hidup. Berbicara mengenai kiblat dalam kehidupan orang percaya, kiblat
orang percaya pertama, Tuhan sebagai Pusat Kehidupan, yang artinya Tuhan
menjadi tujuan hidup ini. Segala sesuatu yang kita lakukan, kita lakukan bagi
Dia. Kedua, Tuhan sebagai kebahagiaan atau kesenangan, artinya suasana jiwa
kita ditentukan oleh damai sejahtera Tuhan bukan fasilitas kekayaan atau materi
dunia, kehormatan manusia serta segala hiburannya. Terakhir, mewujudkan rencana
Allah. Hidup kita harus sepenuhnya diarahkan pada rencana perwujudan Kerajaan
Allah dengan berusaha menjadi corpus delicti dan menolong orang lain menjadi
corpus delicti pula. Amin. – Solagracia -
Berbicara mengenai kiblat, kiblat orang percaya bukanlah
tempat atau arah secara harafiah tetapi sikap orientasi hati atau tujuan hidup.