Oleh : Pdt. Dr.
Erastus Sabdono
artikel dari Warta Rehobot.
Ketika Petrus dihardik oleh Tuhan Yesus karena
ia tidak memikirkan apa yang dipikirkan oleh Allah, Petrus diidentifikasi
sebagai iblis (Mat. 16:23). Cara berpikir manusia adalah cara berpikir iblis,
artinya cara berpikir hasil asuhan dunia yang ada dalam kekuasaan iblis. Banyak
orang menganggap cara hidup demikian itu sebagai suatu kewajaran. Betapa
sulitnya menyadarkan orang bahwa mereka sebenarnya sudah tersesat. Kehidupan
wajar bagi manusia pada umumnya adalah cara berpikir yang tidak sesuai dengan
Tuhan. Tuhan Yesus juga mengatakan bahwa itu batu sandungan bagi Tuhan Yesus.
Batu sandungan dalam teks aslinya adalah skandalon (σκάνδαλον) yang juga
memiliki pengertian sesuatu yang menjatuhkan atau menghambat. Sebagai Penebus,
Tuhan Yesus hendak mengambil alih segenap hidup orang percaya untuk diubah
sesuai dengan kehendak-Nya. Sehingga hidup orang percaya menjadi kehidupan yang
memperagakan pribadi-Nya. Tetapi cara berpikir yang salah yang menjadi penghambat
perubahan itu. Tuhan hendak mengkloning setiap orang percaya menjadi “foto
copy” atau duplikat-Nya. Kata foto kopi atau duplikat terdapat dalam kejadian
1:26-27 sama artinya dengan menurut rupa (tselem; םֶלֶצ) dan gambar Allah (demuth; תוּמְדּ). Karya Allah yang dirusak iblis di Eden akan
diperbaiki atau dipulihkan kembali sekarang di dalam kehidupan orang percaya.
Bagi mereka yang bersedia diperbaiki ulang atau dipulihkan harus bersedia
diubah setting berpikirnya. Perubahan cara berpikir ini harus menjadi proyek
yang sepanjang umur hidup sampai menghadap Bapa. Untuk masuk proyek ini
seseorang harus menyediakan diri dengan segenap hidup dan harus bersedia
meninggalkan segala sesuatu, di dalamnya yang terutama adalah cara berpikir
yang salah (Luk. 14:33). Inilah yang dimaksud mengerjakan keselamatan dengan
takut dan gentar (Flp. 2:12). Kalau seseorang bersedia menerima pembentukan
oleh Tuhan, ia dapat menjadi manusia Allah (man of God). Mereka adalah
orang-orang yang mengenakan kodrat Ilahi (2 Ptr. 1:3-4). Tentu saja semua
tindakan dan perbuatannya tidak bercacat di hadapan Allah. Mereka adalah
orang-orang yang dapat dijadikan saudara oleh Tuhan Yesus Kristus (Rm.
8:28-29). Mereka juga orang-orang yang bisa diajak sependeritaan dengan Tuhan
(Rm. 8:17), segenap hidupnya dipersembahkan bagi kepentingan Tuhan. Sehingga
mereka akan dimuliakan bersama-sama dengan Tuhan Yesus. Kehidupan orang percaya
harus menjadi cermin yang dapat merefleksikan atau menunjukkan pribadi Tuhan
Yesus sendiri, dengan demikian seseorang barulah menjadi saksi Kristus. Saksi
Kristus bukan melalui perkataan atau perdebatan adu argumentasi, tetapi
kehidupan yang agung yang memancarkan pribadi Allah sendiri. -Solagracia-