Monday, June 25, 2012
Krisis yang Kudus
Oleh: Pdt.Dr.Erastus Sabdono
Oleh karena Tuhan adalah rahasia terbesar dalam kehidupan, maka seluruh waktu hidup kita semestinya dihabiskan untuk mengenal Dia.
Penghayatan yang benar terhadap realitas hidup yang dipandu oleh kebenaran Firman Tuhan akan membangkitkan perasaan krisis yang kudus. Perasaan krisis tersebut adalah gentarnya diri kita terhadap kedahsyatan kekekalan dan kedahsyatan singkatnya perjalanan hidup ini. Bukan hanya kekekalan yang dahsyat; singkatnya hidup ini juga dahsyat atau mengerikan. Kuasa kegelapan berusaha menyembunyikan kenyataan ini dengan cara menciptakan suatu suasana dunia yang seakan-akan tidak pernah ada ujungnya, sehingga membuat orang melupakan realitas kehidupan yang dahsyat.
Pemazmur mengajarkan doa, agar Tuhan mengajar kita menghitung hari-hari hidup kita. Itu tentu dimaksudkan agar kita memiliki hati yang bijaksana. Hati yang bijaksana adalah hati yang takut akan Tuhan secara benar, yaitu takut karena mengasihi dan menghormatiNya. Ini akan menggerakkan kita untuk berusaha mengenal Tuhan, melakukan kehendakNya dan hidup dalam perdamaian senantiasa dengan Dia. Jadi, orang yang tidak menyadari singkatnya waktu hidup ini adalah orang-orang yang pasti tidak bijaksana.
Perasaan krisis tersebut juga akan mendorong seseorang berusaha mengalami Tuhan secara nyata dan berlimpah. Tanpa pengalaman dengan Tuhan, kita tidak akan merasa nyaman dan tenang dalam hidup ini. Oleh karena Tuhan adalah rahasia terbesar dalam kehidupan, maka seluruh waktu hidup kita semestinya dihabiskan untuk mengenal Dia. Bukankah Paulus mengatakan bahwa yang dikehendaki adalah mengenal Tuhan dan kuasa kebangkitanNya (Flp. 3:10)? Kuasa kebangkitanNya hendak menunjuk pengalaman nyata dengan Allah yang hidup.
Kebutuhan akan perasaan krisis yang kudus ini perlu kita serukan sebab sebagian besar manusia hari ini tidak merasakannya. Mereka lebih mempunyai perasaan krisis yang tidak kudus, yang mendorong mereka memenuhi pikirannya dengan perencanaan-perencanaan pribadi tanpa memperhitungkan bahwa tenggat waktu akhir hidupnya bisa terjadi setiap saat. Itulah yang disebut Firman Tuhan sebagai kecongkakan (Yak. 4:13-16).
Atmosfer kehidupan seperti ini juga memiliki pengaruh yang kuat dalam kehidupan anak-anak Tuhan, sehingga mereka hidup dalam kecerobohan yang sangat membahayakan. Hal ini menjadi subur dewasa ini, sebab pokok pemberitaan di mimbar gereja juga hanya seputar berkat jasmani dan janji-janji kemakmuran di bumi. Marilah kita belajar menghitung hari-hari hidup kita ini, dan jika serius melakukannya, pasti kita akan menjadi semakin bijaksana.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment