Oleh : Pdt.Dr.Erastus
Sabdono
From : Truth Daily Enlightenment
Alkitab dalam
setahun: Yesaya 64–66
Selama ini banyak orang Kristen
berpendirian bahwa orang-orang yang tidak menjadi umat pilihan Allah—baik orang
Yahudi, umat pilihan Allah secara jasmani, dan orang Kristen, umat pilihan
Allah secara rohani—tidak bisa berbuat baik. Semua orang yang jatuh ke dalam
dosa tidak bisa berbuat baik sama sekali. Pandangan ini sangat naif dan picik,
sebab kenyataannya Ayub yang bukan orang Yahudi dan bukan orang Kristen pun
memiliki kesalehan yang lebih dari orang lain pada zamannya. Dapatkah kita
membantah pernyataan Alkitab bahwa Ayub seorang yang saleh dan jujur? Orang
saleh seperti Ayub sebagai kekasih Tuhan mustahil tidak masuk dunia yang akan
datang. Dunia yang akan datang adalah milik Tuhan yang diperuntukkan bagi semua
orang yang tertulis dalam kitab kehidupan.
Setelah manusia jatuh ke dalam dosa,
apakah Iblis memaksa mereka untuk berbuat jahat? Perhatikan kisah Kain, anak
Adam. Manakala Kain berniat menjahati adiknya, Tuhan tidak tinggal diam. Dengan
kesabaran, Ia berkata kepada Kain, “Mengapa hatimu panas dan mukamu muram?
Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau
tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda
engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.”
Dari sabda Tuhan ini jelaslah bahwa
sekalipun sudah jatuh ke dalam dosa, Kain sebenarnya masih bisa menghindarkan
dirinya dari kesalahan fatal, yaitu tindakan pembunuhan. Kain masih bisa
berkuasa atas dosa dan memilih untuk melakukan apa yang baik. Namun Kain
menolak untuk mendengarkan Tuhan, dan akhirnya membunuh adiknya.
Perbuatan Kain tersebut bukan hasil
paksaan Iblis. Sebagaimana Tuhan tidak bisa memaksa Kain untuk berbuat baik,
Iblis juga tidak bisa memaksa orang untuk berbuat jahat. Semua perbuatan,
baik maupun buruk, merupakan tanggung jawab manusia itu sendiri.
Taurat yang tertulis dalam hati
manusia (Rm. 2:12–15) seharusnya menyanggupkan seseorang berbuat yang baik
menurut ukuran manusia Perjanjian Lama. Itulah sebabnya di akhir zaman nanti
ada penghakiman berdasarkan perbuatan (Why. 20:12). Ini berbeda dengan orang
percaya, yang menghadap takhta pengadilan untuk menerima apa yang pantas
diterimanya (2Kor. 5:10) berdasarkan standar pengikut Kristus, yaitu
kesempurnaan seperti Bapa (Mat. 5:48). Ini berarti setiap orang menetapkan
nasibnya sendiri dari tindakan dan pilihannya.
Baik
Tuhan maupun Iblis tidak memaksa manusia;
setiap
manusia bertanggung jawab atas tindakan dan pilihannya sendiri.
No comments:
Post a Comment