PEMILIHAN umum (pemilu) masih sekitar tiga tahun lagi, tapi sudah banyak
orang yang “berbenah” dengan membentuk partai politik (parpol). Latar belakang para
pendirinya sama: berjuang demi kemakmuran rakyat, seolah-olah pemerintah yang
sekarang dan dahulu tidak pernah ada yang berjuang untuk rakyat. Dari puluhan parpol
baru itu, beberapa di antaranya berlabel Kristen.
Ada ungkapan bahwa politik itu kejam, jahat dan penuh dosa. Ungkapan ini
bukan hanya berasal dari jemaat tapi juga pemimpin gereja. Tidak sedikit pemimpin
gereja yang memandang politik secara ekstrim politik. Bagi mereka, peran gereja dalam
politik sangat sederhana: tugas gereja adalah berdoa, bukan mengurus politik. Politik
memang disorot sangat negatif, karena dalam politik terjadi berbagai pergolakan,
pertikaian, menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Ini membuat wajah politik
semakin buram. Padahal, apalah beda politik dengan ekonomi atau bisnis yang
sebenarnya juga bisa jahat, bahkan sangat jahat. Bukankah karena perhitungan ekonomi
(dagang) maka seorang pengembang membebaskan tanah yang sangat luas dengan harga
sangat murah? Bukankah dia telah memiskinkan orang lain demi memperkaya diri
sendiri?
Jadi, politik maupun bisnis bisa sadis, tetapi itu sangat tergantung pada etika para
pelakunya. Ada pula ungkapan bahwa seorang politikus itu berwajah ganda: kadangkala
dia bisa tampil seperti pendeta, satu waktu dia pun bisa hitung-hitungan sebagaimana
ekonom, tampil seperti pengusaha, bicara seperti ilmuwan. Ia tampil sesuai kebutuhan,
supaya bisa diterima di mana pun. Berdasarkan ukuran ini, maka politik pun terkesan
sangat kotor dan mengerikan.
Benarkah demikian? Sebagai orang Kristen yang bertanggung jawab, kita harus
memandang politik dengan tepat dan jelas. Secara sederhana ilmu politik adalah ilmu
yang mempelajari kehidupan bernegara. Politik dan kenegaraan itu sangat dekat. Dalam
konsep modern, tekanan politik itu pada power atau kekuasaan. Namun kita mesti
mengerti konsep-konsep politik:
- Pertama, menyangkut state yakni apa yang menjadi tujuan negara.
- Kedua, power, yaitu bagaimana menjalankan kebijakan untuk mencapai tujuan.
- Ketiga, menyangkut decision making, bagaimana mengambil keputusan.
- Keempat menyangkut policy, tata tertib, tidak boleh sembarangan.
- Kelima menyangkut distribution, pemerataan bagi masyarakat, apa yang menjadi hak dan kewajiban
rakyat.
Kalau semua orang masa bodoh, mau jadi apa negara ini? Siapa lagi yang akan melakukan kontrol di luar badan resmi yang ada. Kita harus tahu apakah pihak eksekutif, legislatif, yudikatif telah menjalankan fungsi sebagaimana mestinya? Di sinilah perlu pendidikan politik itu. Kehidupan suatu bangsa dikatakan sehat ketika pemerintah dan rakyat bisa saling mengisi, bergandengan tangan, membangun bangsa dan negara. Jadi,
umat Kristen pun perlu berpolitik. Apa yang perlu kita ketahui tentang politik? Pertama, politik itu harus memiliki etika, norma, aturan-aturan. Boleh menang, tetapi secara etis. Untuk itulah kita mesti peka. Berkampanye dengan uang rakyat, itu tidak benar. Fakta menunjukkan, banyak orang memanfaatkan celah, melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak etis, lantaran tidak diatur dalam hukum atau undang-undang. Sementara di negara maju, hal-hal seperti itu dilarang. Entahlah, apakah UU kita belum komplit, atau memang celah itu sengaja dibuat untuk dimainkan? Hal inilah yang perlu disadari oleh orang percaya, yang mengerti
kebenaran dan keadilan. Di sinilah kita berperan, memberi sumbangsih demi terselenggaranya pemerintahan yang adil dan jujur. Jika ada orang mulai menyeleweng, kita berteriak. Jangan setelah dia berhasil mencapai tujuan dengan cara tidak etis, baru kita berteriak. Itu sudah terlambat. Jika semua aturan main dilaksanakan dengan baik dan jujur, maka politik itu telah tampil dengan indah. Inilah seni berpolitik. Tapi di Indonesia, kita tidak melihat keindahan itu. Orang minta maaf pun susah. Di Barat, orang boleh berbeda partai, tetapi saling menghargai dalam berpendapat. Jika seseorang pejabat merasa salah, dia akan mengaku salah, minta maaf, lalu mundur. Itulah seni politik yang mengangkat harkat diri dan kehormatan, bukan pantang mundur, bukan bertahan dan menikmati apa yang dia dapat meski dengan curang.
Sebagai orang Kristen yang melek politik, janganlah memilih orang karena “apa yang dikatakan”, tetapi pilihlah orang setelah melihat “apa yang telah dia kerjakan”. Hati-hati dengan politik retorika, karena dia manis di bibir, tapi pahit di realita. Umat Kristen secara pribadi harus berpolitik. Tetapi harus dibedakan, gereja sebagai institusi tidak boleh berpolitik. Saya kurang setuju kalau parpol membawa-bawa nama Kristen. Sampai kapan pun, akan lebih banyak ruginya jika nama Kristen dipertaruhkan untuk sebuah politik. Umat Kristen harus sadar berpolitik, tetapi tidak dengan cara membuat partai yang memakai nama Kristen. Banyak cara lain, misalnya mendidik jemaat di gereja tentang politik dengan baik. Itu cara yang bertanggung jawab. Kristen itu nama yang terlalu tinggi dan harum untuk dipertaruhkan demi kepentingan politik sesaat, yang tidak pernah bersifat kekal. Kalau seorang politikus Kristen korupsi, dari partai Kristen pula, yang malu kan orang Kristen. Pakai nama Kristen mesti bertanggung jawab. Akhirnya, umat Kristen harus berkarya di Bumi, menjadi garam dan terang. Orang Kristen harus memainkan politik yang bernafaskan etika kekristenan sehingga betul-betul memberikan sumbangsih bagi kemajuan bangsa dan negara.(Diringkas dari
kaset Khotbah Populer oleh Hans P.Tan)
No comments:
Post a Comment