Oleh : Pdt. Bigman Sirait
KONSUMTIF adalah sifat yang tidak produktif. Sifat ini menghabiskan, bukan menghasilkan.
Orang yang konsumtif membelanjakan banyak hal yang sifatnya sementara. Mungkin dia konsumtif terhadap makanan, pakaian atau dandanan, sehingga tampak berlebihan. Untuk itu dia memerlukan biaya yang sangat besar, sampai-sampai tidak punya dana untuk pekerjaan Tuhan, misalnya. Sifat seperti ini, secara rohani tidak benar. Secara umum pun bisa sangat membahayakan. Bayangkan jika seluruh orang Indonesia bersifat konsumtif, tidak pernah produktif, maka kita akan mengimpor terus, tidak pernah mengekspor.
Maka bagaimanapun sikap konsumtif harus dimusuhi, karena bisa menimbulkan kecemburuan sosial. Yang satu belanjanya banyak, sementara yang lain tidak sanggup beli makanan. Dan yang jelas, konsumtif bersifat sementara, hari ini punya, besok bisa tidak punya. Tetapi, ada sifat konsumtif yang memang kita perlukan. Konsumtif yang bagaimana? Dalam Mazmur 1: 1-2, ada satu kalimat yang menganjurkan untuk “konsumtif” terhadap firman Tuhan. Kalimat itu bunyinya kira-kira demikian, “berbahagialah orang yang kesukaannya adalah Taurat Tuhan”. Jika orang begitu kuat mengonsumsi apa yang menyenangkan dirinya, bukankah seharusnya kita pun punya sikap yang sama untuk mengonsumsi firman Tuhan dalam hidup? Mungkin banyak waktu yang kita pakai untuk aktivitas gerejawi: menjadi panitia Paskah, Natal, dan sebagainya. Bahkan tidak sedikit pendeta yang mengonsumsi terlalu banyak waktu untuk berkhotbah. Namun ketika kita menggunakan banyak waktu untuk aktivitas gerejawi itu, muncul pertanyaan serius: Berapa banyak waktu yang kita pakai untuk mengonsumsi firman hidup? Ini penting direnungkan. Seorang pengkhotbah tentu bukan sekadar tukang khotbah, pasti ada saat jeda yang dia perlukan. Tapi, apakah saat menikmati waktu-waktu jeda itu dia duduk membaca, mengonsumsi firman Tuhan? Awas, kita tidak boleh terjebak pada aktivitas dan rutinitas sampai akhirnya lalai mengonsumsi kebenaran firman itu.
Sekaitan dengan konsumsi firman, ada beberapa jenis orang yang kita kemukakan dalam kesempatan ini.
Jenis pertama, orang yang tidak mengenal Tuhan, dalam pengertian tidak “serius” dengan Tuhan. Dia ini orang Kristen, tetapi tidak “serius”. Orang seperti ini tidak menempatkan firman sebagai prioritas utama. Banyak aktivitas yang dia lakukan, tetapi apa yang dia dapat? Dia berjalan seperti yang dia mau. Orang seperti ini akan sulit diharapkan untuk bisa menghargai kebenaran dan cinta kasih. Orang seperti ini akan sulit diharapkan untuk melakukan sesuatu hal yang menyenangkan hati Tuhan. Dia tidak punya kekuatan untuk melakukan hal yang menyenangkan hati Tuhan, karena kurang “vitamin”. Dia kurang mengonsumsi firman Tuhan.
Orang kedua adalah orang yang cukup aktif di gereja, dalam hal pelayanan di gereja. Tetapi ternyata dia tidak mengonsumsi firman Tuhan secara baik. Apa yang kita dapat dari orang seperti ini? Dia bisa saja sangat mudah tersinggung. Sedikit masalah bisa menjadi pertikaian, perselisihan dan ribut. Ini tentu aneh, sebab jika biasanya orang ributnya di luar gereja, maka orang ini ributnya di dalam gereja. Beginilah jadinya seseorang yang aktivitas gerejanya tinggi, tetapi kurang mengonsumsi firman Tuhan. Orang seperti ini tentu kurang bisa dipercaya.
Yang ketiga, orang yang sudah sampai pada tahap bersaksi atau berkhotbah terlepas dari, apakah dia seorang pendeta atau bukan. Bahkan kesaksian atau khotbahnya bisa sangat bombastis, hebat, luar biasa, mengagumkan. Tetapi ketika orang-orang mengetahui perilakunya, orang-orang tentu kaget. Kok bisa begitu? Karena terlalu banyak pendengar yang membodohi dirinya sendiri, tidak kritis tentang apa yang dia dengar. Pendengar tidak bisa membedakan antara pembicara dengan kelakuannya. Yang kita dengar mungkin sebuah kebenaran, tetapi yang kita lihat mungkin sebuah kesalahan. Itu sebab Yesus berkata, “Lihat orang Farisi itu. Dengarkan apa yang dikatakannya, tapi jangan tiru kelakuannya!” Kok bisa begitu? Karena banyak orang menjadi “calo” rohani, ngomong hebat, mengantarkan orang ke surga, tetapi dia sendiri tidak sampai-sampai ke sana. Tetapi biarlah itu menjadi urusan masing-masing. Yang penting bagi kita adalah bisa memilah antara manusianya dan yang dibicarakannya. Jangan terjebak hanya karena mendengar apa yang dibicarakan, lalu kita menganggap sang pembicara itu manusia super, kemudian mengidolakannya, lalu lupa pada Tuhan. Orang yang pada tahap seperti ini sudah sampai pada tahap tinggi, bahkan sampai bisa “menghipnotis” pendengarnya. Tapi ternyata tidak sedikit yang sudah kronis, karena tidak mengonsumsi firman. Sehingga mereka merasa benar sendiri, tidak bisa dikritik, tidak bisa diomongin. Keyakinannya begitu tebal atas prinsip dan kebenaran dirinya. Jadi, dia benar sendiri. Kenapa bisa begitu? Sekali lagi, karena dia kurang mengonsumsi firman, sehingga dia tidak diseleksi, tidak dibersihkan, tidak digunting oleh firman itu. Dia tidak pernah bercermin. Yang dia lihat hanya dirinya, dan kebenaran dirinya berdasarkan jam terbang khotbahnya, dan aktivitas pelayanannya.Maka hati-hatilah menyikapi hal yang demikian.
Firman Tuhan itu berfungsi mengikis sifat-sifat yang kurang baik. Apalagi Alkitab berkata, bahwa firman itu akan memberikan kita bijaksana untuk mengoreksi diri, menunjukkan kesalahan sehingga kita bisa berubah. Tetapi kalau firman itu tidak kita konsumsi, wajar saja jika kemudian mendatangkan akibat-akibat yang fatal. Nah oleh karena itu, jangan hitung berapa banyak kegiatanmu di gereja. Jangan hitung berapa kali kamu berdiri untuk bersaksi. Jangan hitung berapa kali kamu berkhotbah dan berapa ribu orang yang mendengarkan. Tetapi coba hitung berapa banyak kamu mengonsumsi kebenaran firman Tuhan itu? Kamu akan menemukan kepuasan, kebahagiaan karenanya. (Diringkas dari kaset Khotbah Populer oleh Hans P.Tan)
Firman Tuhan itu berfungsi mengikis sifat-sifat yang kurang baik. Apalagi Alkitab berkata, bahwa firman itu akan memberikan kita bijaksana untuk mengoreksi diri, menunjukkan kesalahan sehingga kita bisa berubah. Tetapi kalau firman itu tidak kita konsumsi, wajar saja jika kemudian mendatangkan akibat-akibat yang fatal. Nah oleh karena itu, jangan hitung berapa banyak kegiatanmu di gereja. Jangan hitung berapa kali kamu berdiri untuk bersaksi. Jangan hitung berapa kali kamu berkhotbah dan berapa ribu orang yang mendengarkan. Tetapi coba hitung berapa banyak kamu mengonsumsi kebenaran firman Tuhan itu? Kamu akan menemukan kepuasan, kebahagiaan karenanya. (Diringkas dari kaset Khotbah Populer oleh Hans P.Tan)
No comments:
Post a Comment